Mohon tunggu...
Dian Ardianto
Dian Ardianto Mohon Tunggu... Guru - Guru

suka menulis dan sudah menghasilkan 2 buku dan tulis menulis di majalah sekolah

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Yuk! Hidup dengan Cerdas

22 Februari 2023   10:00 Diperbarui: 22 Februari 2023   10:05 201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam kutipan buku base seller " Why "A" Students Work For "C" Students and "B" Student Work For The Government" menarik untuk kita perhatikan sekaligus spirit kepercayaan diri dari seorang R. Buckminster Fuller yang mengatakan, "semua orang terlahir genius, tapi proses kehidupan menghilangkan kegeniusan mereka". Kita boleh meng "iya" kan atau tidak sependapat. Itu hal yang wajar, tetapi harus juga ada data yang menolak pendapat tersebut, agar bisa dibandingkan! Ini penting karena akhir-khir ini kita sering mengultimatum "anak ini pandai, anak ini cerdas, anak ini literat" secara tidak langsung dan tanpa kita sadari mindset kita akan tersekat dengan sendirinya ketika melihat anak yang berlawanan dari yang kita sampaikan.

Menurut saya, pendapatnya Fuller itu bisa juga dipakai referensi. Coba kita menggunakan pedekatan agama, manusia terlahir dari rahim ibu memiliki 3 potensi utama yaitu pendengaran, penglihatan dan hati. Ini sudah ditegaskan dalam al Qur'an yang artinya, "Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam kondisi tidak mengethaui apapun, dan Dia memberimu pendengaran, penglihatan dan hati nurani, agar kamu bersyukur" (Q.S. San nahl:78). 

Tiga potensi inilah yang semua manusia pasti memiliki. Mungkin ada yang bertanya, bagaimana terkait dengan cacat fisik, semisal tuna rungu dan tuna netra? Potensi yang diberikan Allah memiliki kemampuan lahir dan batin. Secara lahir bisa lihat umumnya manusia yang memiliki telingan dan mata, tetapi secara batin manusia juga diberikan, sehingga potensi dari Allah tidak terbatas oelh fisik, apalagi nasab atau status sosial. 

Mata batin, intelegensi atau indra keenam ini adalah istilah-istilah untuk menangkal potensi hanya sebatas pada ranah lahir. Sudah banyak yang Allah berikan contoh kepada kita tentang kekuasaan-Nya. Hafidzul Qur'an dari manusia yang tuna netra tidak hanya puluhan bahkan ratusan di bumi ini hadir. Logika, baagimana mampu menghafal padahal tekendala penglihatan, tetapi inilah keajaiban yang diberikan Allah untuk manusia tanpa terbatas atau tersekat.  Pendengaran sebagai mendapatkan informasi yang akurat untuk di transfer ke otak, sehingga dapat melakukan  tindakan. Inilah sumber utama ilmu yang kemudian masuk pada penglihatan yang di identikkan dengan pengalaman. Hati sebagai filter terbaik untuk mendeteksi setiap kejadian yang di alami pendengaran maupun penglihatan

Kembali yang sampaikan Fuller, Jangan sampai sarana Pendidikan yang ingin mencerdaskan bangsa bertolak belakang dengan konsep yang ditawarkan malah menjadi tempat menghilangkan kegeniusan mereka. Selogan favorit pendidikan "bersekolah seumur hidup". Kehidupan formalitas berbeda dengan kehidupan nyata. Orientasi formalitas pada ranah akademik, nilai ulangan, tugas harian dan nilai rapot. Apakah hal itu dibutuhkan dalam mengarungi gelombang kehidupan? Setiap individu memiliki kemampuan yang berbeda.

Nilai A = Akademik

Nilai B = Birokrat

Nilai C = Capasitas

Setiap nilai memiliki kemampuan yang berbeda. Sehingga ketika sekolah hanya mewajibkan atau menitik beratkan pada nilai A , maka tidak akan ditemui dengan standar yang sama setia siswa. Bagaimana siswa yang mendapat nilai C mampun mengungguli nilai A? melakukan apa yang tidak dilakukan siswa nilai A. Pastinya kita sepakat!

Albert Einstein mengatakan, "semua orang itu genius, tapi kalau kau menilai seekor ikan berdasarkan kemampuannya memanjat pohon, dia akan menjalani seluruh hidupnyadengan meyakini bahwa dirinya bodoh". Maka perlakukan siswa kita sesuai dengan kemampuannya untuk menunjang kegeniusannya. Perubahan awal yang harus sama-sam tita sadari adalah perubahan mindset, tutur kata, justifikasi. Sehingga ketika sekolah sadar akan hal itu terbentuklah ekstrakulikuler sebagai wadah skill di luar potensi akademik, demikian juga pelatihan kerja. Tidak ada perbedaan dari beberapa pengetahuan dan keterampilan, karena keduanya beriringan untuk mempertahankan kegeniusan mereka dalam kehidupan ini.

Pada dasarnya manusia terlahir genius, maka cara yang mudah sebagai bahan terapi kegeniusan kita, karena genius pun ada kategorinya. Kecenderungan kita berfikir genius identik dengan tehnologi, dan memang tidak bisa dipungkiri karena itu salah satu bagian dari genius itu sendiri. Dan dunia harus berterima kasih kepada para genius yang telah mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga kemajuannya dapat kita rasakan dengan sangat pesat seperti sekarang ini. jumlah mereka kurang dari 2 % populasi manusia, meski jumlah mereka yang sangat sedikit itu, namun mereka bisa merubah dunia dengan tangan mereka.

Kalau kita mengira genius merupakan bawaan yang memiliki IQ jauh di atas rata-rata, anda salah. Mereka hanya berhasil menggunakan kemampuan otaknya lebih dari orang-orang biasa. Sebenarnya semua orang pun bisa mengembangkan kemampuan berpikir seperti otak mereka, hanya dibutuhkan kemauan dan kertas. Bill Gates, si pemilik perusahaan Microsoft yang juga merupakan 1 di antara para genius mengatakan bahwa 99% yang menciptakan kegeniusan adalah kerja kertas. Genius di sini bukanlah seseorang yang memiliki IQ jauh di atas rata-rata, tetapi genius di sini adalah Expert atau para ahli di bidangnya. Bagi mereka para genius, hanya ada 3 kunci untuk kegeniusan mereka, kita pun bisa menjadi bagian dari mereka, dengan kunci kemauan dan kerja keras. Karena potensi kita sama tinggal bagaimana kita memanfaatkan sebaik mungkin agar mencapai secara maksimal dari kemampun otak kita, dan itu butuh dilatih setiap hari. dan pastinya motivasi harus melaut pada diri kita.

Motovasi adalah pernak Pernik kehidupan yang menggairahkan untuk dibahas dengan tuntas, karena bisa meningkatkan prestis manusia sebagai manusia yang hakiki sebagai makhluk Tuhan yang beradab. Sejarah motivasi lahir bersamaan terciptanya manusia sebagai ahsanu taqwim (ciptaan terbaik). Berada diposisi puncak tidak terlepas dari motivasi, tetapi pada posisi menurun harus lebih termotivasi karena posisi menurun lebih menggunakan kekuatan kaki dan keseimbangan. Motivasi hadir untuk mendapatkan kenikmatan dan menghindarkan diri dari ketiknyamanan. Sedangkan munurut Ibn Atoillah al Askandari hakiki kenikmatan itu ada pada "al ijaad wal Imdaad, (keberadaan dan keberlangsungan)".

Lantas apa yang memotivasi kita? Rutinitas ibadah, bekerja, bersosial, memiliki jabatan, rumah, kendaraan, Pendidikan anak, pergi ketanah suci. Kombinasi ketiga unsur To Be, To Have dan Valensy adalah suatu kesatuan agar hidup semakin bermakna.

To be kaitannya erat dengan suatu keinginan menjadi dengan proses prestasi dan memanfaatkan kelebihan yang kita miliki. Dalam konteks agama, tuntutan menjadi hamba Tuhan yang bertaqwa harus diusahakan semaksimal mungkin sehingga memiliki predikat hamba yang saleh. Predikat ini akan terealisasi dengan kainginan yang kuat dengan merubah prinsip kehidupan. Sebagimana disampaikan Ibn Rusdy dalam Zubat, "Kun minal Imani fi mazidi wa fi shifail qolbi dza tajdidi, (jadilah orang yang selalu menambah keimanan dan penjernikan hati sebagai wujud pembaharuan)". Orang bijak berkata, "seribu langkah akan dimulai dari satu langkah awal".

To Have adalah peranan manusia untuk memiliki sesuatu dari apa yang dikerjakan. Akan tetapi kadar to have harus relative lebih sedikit karena kalau tidak akan dapat mengancam motivasi kita. Setiap pekerjaan akan dinilai dengan materi sehingga menghalangi dalam pengembangan diri sebagai manusia al ahsan. Disamping itu akan dapat menggeser bakan menyingkirkan siapa saja yang menghalangi niatnya untuk berbuat sesuatu. Ibarat fatamurgana semakin dikejar semakin menjauh. Dalam hadist qudsi Tuhan pun menyampaikan pada Muhammad SAW dengan ungkapan ," Ya ad Dunya ukhdumi man khodamani wastakhdami man khodamaka, (hai dunia layanilah orang yang melayana-Ku dan perbudaklah orang yang melayanimu)".

Sedangkan valensi keterkaitan dengan kemampuan diri untuk mengarahkan hidup yang lebih baik sebagai sarana aktualisasi diri dalam kehidupan. Bekerja digunakan sebagai media ibadah untuk menghambaan pada Allah. sehingga dapat disimpulkan motivasi adalah hasil kombinasi to be, to have dan valency.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun