Apa yang kalian bayangkan saat mendengar warna putih? Pasti yang terlintas dalam benak bahwa putih itu suci dan bersih bukan? Ya, warna putih adalah lambang kesucian, kebersihan juga kebaikan. Kalau gigi dan kulit putih banyak orang mendambakannya, maka tidak dengan pemutihan karang atau disebut dengan coral bleaching.
Apa sebenarnya coral bleaching itu?
Coral bleaching adalah peristiwa menghilangnya alga Zooxanthellae dari tubuh karang, alga tersebut memberi warna-warni pada karang, sehingga dengan ketiadaannya secara otomatis membuat karang memutih.
Terumbu karang sangat sensitif dan memiliki faktor pembatas untuk tumbuh dan hidup (yang secara tidak langsung menjadi faktor pembatas untuk alga Zooxanthellae) antara lain suhu, pH, salinitas, kecerahan, polutan (logam berat, minyak) dan sebagainya.
Kenapa coral bleaching bisa mengancam terumbu karang?
Karena setiap kali terjadi akan menyebabkan kerusakan secara luas/ massive. Contohnya coral bleaching bersamaan dengan peristiwa El-Nino di Indonesia yang tercatat pertama kali terjadi pada tahun 1982/1983, menyebabkan kematian karang secara masal di Laut Cina selatan, Laut Jawa, dan Selat Sunda.
Dalam kondisi El-Nino normal, angin tropis bertiup ke arah barat melintasi Pasifik Tropis, menumpuk air permukaan hangat di Pasifik Barat, sehingga permukaan laut sekitar 0,5 m lebih tinggi dan 8°C lebih hangat di Indonesia daripada di Ekuador. Pada tahun 1997/1998 terjadi lagi El Nino dan mengakibat kematian karang secara masal di Luat Cina Selatan, Laut Jawa hingga mencapai 60 -70%.
Sedangkan pada tahun 2016 karang yang mengalami pemutihan terjadi di bagian barat Sumatera, Pantai Selatan Jawa, Bali, Lombok hingga selatan NTT dan NTB. Kematian karang pada tahun ini juga terjadi di Great Barrier Reef Australia dan kematian karang dilaporkan mencapai 90%.
Peristiwa coral bleaching harus ditangani secara serius. Peran pemerintah dan masyarakat sangat diperlukan. Pemerintah harus membuat regulasi terkait konservasi terumbu karang, selain melakukan monitoring dan evaluasi, pemerintah diharapkan dapat melakukan tindakan preventif dalam menjaga perairan agar tidak tercemar.
Tentu saja pemerintah tidak bisa bekerja sendiri. Masyarakat sekitar harus peka terhadap perubahan yang terjadi pada lingkungannya, kesadaran masyarakat untuk menjaga lingkungannya secara langsung turut berperan serta mengurangi kerusakan terumbu karang. Wisata bahari terumbu karang sebaiknya sudah mulai mengedukasikan pada wisatawan apa itu terumbu karang, faktor apa yang mendukung kelestariannya, dan apa yang merusaknya, jangan hanya terfokus pada melihat keindahannya semata.
Berangkat dari kepedulian masyarakat pesisir dan kepulauan yang menyadari bahwa terumbu karang adalah sumber kehidupannya, maka dibentuknya suatu sistem perlindungan laut yang dikelola oleh masyarakat.
Akhirnya solusi apapun yang ditawarkan tak akan berhasil tanpa adanya kesadaran dari seluruh pihak. Dimulai dari membangun kesadaran diri sendiri terhadap lingkungan dan keberlanjutannya menjadi kunci utama agar bumi ini tetap lestari. Dan kelak suatu hari nanti dengan bangga kita bisa mengenalkan laut yang biru, karang yang indah dan berwarna warni kepada generasi mendatang.
Salam lestari.
***
Ditulis oleh Trio ADC: Andhy Bato Raya dan Dian Andry Puspita-Cindewiyani
Penulis adalah mahasiswa Pasca Sarjana Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia
***
Referensi
- Burke, L., Selig, E., & Spalding, M. 2002. Reefs at Risk in Southeast Asia. World Resources Institute. The United States of America. ISBN 1-56973-490-9
- Tun, K., Chou, L. M., Cabanban, A., Tuan, V. S., Philreefs, Yeemin, T., Suharsono, Sour, K. and D. Lane (2004). Status of coral reefs, reef monitoring and management in Southeast Asia, 2004. Pp 235-275 in C. Wilkinson (ed.). Status of Coral Reefs of the World, 2004 (Vol 1) Townsville, Australia: Australian Institute of Marine Science.
- Wouthuyzen, S., Abrar, M., & Lorwens, J. 2018. A comparison between the 2010 and 2016 El-Ninō induced coral bleaching in the Indonesian waters. IOP Conference Series: Earth and Environmental Science 118(1),012051. DOI: 10.1088/1755-1315/118/1/012051
- Giyanto, Abrar, M., Hadi, T.A., Budiyanto, A., Hafizt, M., Salatalohy, A., & Iswari, M.Y. 2017. Status Terumbu Karang Indonesia 2017. Pusat Penelitian Oseanografi – Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jakarta. ISBN 978-602-6664-09-9
- Miththapala, S. 2008. Coral Reefs. Coastal Ecosystems Series (Vol 1) pp 1-36 + iii. Colombo, Sri Lanka: Ecosystems and Livelihoods Group Asia, IUCN. ISBN 978-955-8177-71-6
- Wilkinson, C (2004). Status of Coral Reefs of the World, 2004 (Vol 1) Townsville, Australia: Australian Institute of Marine Science. xiv + 301 pp.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H