Mohon tunggu...
Dian MuhamadFadillah
Dian MuhamadFadillah Mohon Tunggu... Guru - Praktisi Pendidikan, Penulis, Motivator

Menulis, Content Creator

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Siswa Membutuhkan Kehadiran Jiwa Guru, Bukan Jasadnya

30 Januari 2024   00:53 Diperbarui: 30 Januari 2024   05:57 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Siswa Pondok Pesantren ABI Center 2023

Masa awal remaja adalah masa perubahan sikap dan hormon, ada  transisi disana, ada rasa penasaran, ada out  of control sehingga wajib full pengawasan dan pembinaan dari Sang Guru. Jika tidak, tunggulah kerepotan dan kesulitan fatal. Dalam pembinaan bukan hanya fokus pada teknis mengisi kekosongan schedule atau mengisi kekosongan SOP (Standard operational Procedure), tapi juga diimbangi dengan mengisi atau upgrade kekosongan pemikiran remaja, jika tidak diisi oleh pembinaan pemikiran yg baik. Maka, ia akan diisi oleh pemikiran yang liar/buas tanpa filter yang jelas. Berapa banyak orangtua/pendidik yang hanya sekedar hadir mengisi kekosongan tempat, tanpa kehadiran Jiwa orangtua/pendidik itu sendiri. Dan lebih miris lagi hanya sekedar menjalankan rutinitas sebagai orangtua/pendidik tanpa memberikan totalitas ruh semangat. Ruh jiwa itu bisa nampak dengan totalitas mendidik (perhatian berkala, interaksi sebagai sahabat, kehangatan sebagai orangtua) ini semua bisa tampak jelas oleh anak, nampak jelas! bukan dengan mata jasad, tapi mata hati.

Mulailah mendidik dengan hati, bukan sekedar menjalankan rutinitas sebagai Subjek pemberi knowledge, bukan hanya sekedar transfer ilmu, bukan hanya sekedar transfer pemikiran. Tapi tunjukkan totalitas dengan kehadiran ruh jiwa kita.
sebuah botol tidak bernilai apa-apa, tapi sebuah botol yang berisi parfum akan bernilai tinggi. Piring kosong tidak bernilai apa-apa, tapi sepiring nasi Padang akan bernilai bagi orang yang lapar. Kehadiran sosok Guru di kelas, bukan hanya hadir berbentuk jasad tubuh dengan seragam yang rapih, tapi tunjukkan juga semangat motivasi, antusiasme, berikan totalitas kepada murid. Hal itu akan menjadi nilai yang sangat berharga. Anda akan dikenang sebagai Guru favorit bagi sang murid.

Hal tersebut juga pernah dilakukan oleh Rasulullah SAW, sebagai seorang yang memiliki suri tauladan yang sempurna, beliau bukan hanya sebagai utusan Allah SWT dalam menyampaikan perintah-perintah Allah SWT, tetapi beliau juga adalah Sang motivator terbaik,Sang Guru tauladan, metode yang beliau miliki super antusias. Pernah pada peristiwa perjanjian hudaibiyah. Setelah melalui perundingan yang panjang, dan pada saat itu Rasulullah bersama 1400 sahabatnya tidak jadi masuk kota Makkkah yang bertepatan pada tahun 6H saat berumroh. Beliau saat itu memerintahkan kepada para sahabatnya untuk bertahallul memotong rambut, namun tidak seorangpun dari sahabat yang melakukannya. Sebagian besar mereka masih ngambek sebab kecewa tidak jadi masuk kedalam kota Makkah. Melihat hal demikian, beliau Rasulullah SAW agak gusar dan masuk ke tendanya lalu bercerita kepada istrinya Ummu Salamah. Kepada istrinya beliau menyampaikan bahwa para sahabatnya tidak menuruti perintahnya untuk bertahallul. Sang istri segera  menyampaikan isyarat agar beliau sendiri yang memulai untuk bertahallul. Seketika itu pun beliau memanggil tukang cukur pribadinya untuk memangkas rambut beliau. Dengan metode ini terbukti manjur, membuat seluruh sahabat merasa segan, malu, Rasulullah memakai metode "ibda' bi nafsi" mulai dari diri sendiri, nasehat yang terbaik bukan dengan kalimat, tapi nasehat yang terbaik adalah dengan memberikan contoh.

Dari contoh diatas, apa yang dilakukan Rasulullah SAW adalah metode terbaik, yang jika dipraktekkan oleh seluruh Guru, maka akan sejuk dan indah dilihat. Bayangkan tidak perlu marah-marah untuk memerintah siswa mengambil sampah, ibda' bi nafsi  mulai dari Guru itu sendiri, awal mula memang terasa asing, tapi lambat laun tapi pasti, akan terjadi stimulus rasa, stimulus yang membuat siswa malu dan segan, pada akhirnya memancing simpati siswa untuk ikut serta menjaga lingkungan dari sampah-sampah yang berserakan.  Tidak hanya sampah-sampah, tapi juga proses kerapihan, ketertiban sandal/sepatu di Masjid, proses santunnya kata-kata murid, dimulai dari santunnya lisan Sang Guru. Betapa indahnya jika semua dimulai dari tingkah laku Akhlak Sang Guru. Maka saya menjamin satu, dua atau tiga tahun akan ada perubahan yang dahsyat pada lingkungan Sekolah, sehingga terciptalah sekolah yang berkarakter, lingkungan pondok pesantren yang berakhlakul karimah, yang tidak hanya sebagai slogan tapi sudah terpatri pada tingkah laku Guru dan Siswanya.

Oleh sebab itu kehadiran sosok Guru, tidak hanya sekedar hadir jasadnya, namun juga hadir jiwanya, yang tercermin, nampak dari akhlak Sang Guru sendiri, lewat antusiasnya dalam mengajar, nampak motivasi mengajar lewat gesture tubuhnya, kata-katanya yang penuh gairah dan semangat, tidak membentak anak, namun berbisik lembut, dan terkadang tegas namun terarah. Mengajak bukan memerintah. Hingga tercapai kepuasaan batin, yang nilainya tidak bisa diukur oleh uang, tidak bisa diukur oleh hadiah. Tentu semua itu membutuhkan proses yang panjang. Rasulullah SAW membutuhkan waktu 22 tahun lebih dalam membangun peradaban Akhlak bangsa arab, Nabi Nuh AS membutuhkan waktu 950 tahun untuk mengajak kaumnya tunduk dan patuh kepada Allah SWT. 

Terakhir, Guru hanya seorang manusia yang penuh kelemahan dan kekurangan, tentu tugas Guru hanya sebagai pemberi peringatan, yang dilakukan dengan berusaha maksimal, namun kita serahkan hasil hanya kepada Alllah SWT. Dialah Zat pemegang kendali attitude siswa kita. Jika sadar bahwa kita sebagai Guru memiliki kelemahan, maka sudah seharusnya bagi kita untuk selalu bersandar dan dekat dengan Allah SWT, agar Allah bantu kita dalam pembinaan dan pendidikan siswa-siswa kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun