Mohon tunggu...
Oedin Only
Oedin Only Mohon Tunggu... Administrasi - Pemberdaya dan Petani

Berkeseharian dengan Desa dan Petani | Berutinitas dalam Pemberdayaan Penyuluh, Pelaku Utama dan Pelaku Usaha | Menyenangi Opini, Analisis dan Literasi | Ingin Berfocus Sebagai Penggiat Analisis Politik Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Berkelas Global | Juara I Lomba Blog KPK 2012

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Penyuluh, Kenalan Baru, dan Topik Karet

27 Juli 2020   18:54 Diperbarui: 28 Juli 2020   15:34 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bertemu dengan petani yang baru kenal kadang tak selalu menarik, ada kalanya direspon sinis, ada pula tak digubris, dan kadang ada juga berharap macam-macam.  Wajar saja pertemuan sesaat, responnya sangat dipengaruhi oleh pola komunikasi dan maklumat sekian lama yang mengendap dipikirannya.  

Penilaian penyuluh tak penting, penyuluh tak bisa apa-apa, penyuluh adalah wajah pemerintah yang kepadanya layak ditumpahkan keluhan bahkan kadang ketidakpuasan. Dan lagi-lagi itulah wajah lapangan yang memang tak homogen sih.

Bagi yang baperan, mungkin perkataan itu akan mencabik-cabik emosinya dan outputnya bisa murka, balas mengeluh, atau balas melontar ketidakpuasan. 

Bagi yang cuek menganggap hal itu hanya angin lalu dan tak perlu di follow up-i.  Bagi yang bijak cenderung tak meladeni ketidaknyaman itu, tapi menjadikannya sebagai wajah realitas, dan mencoba menelusuri akarnya, apa problemnya dan bagaimana pilihan penyelesaiannya.

Hal yang menarik bagi banyak petani salah satunya adalah harga komoditas pertanian yang diusahakannya mahal atau setidaknya menguntungkan.  

Komoditas yang dulu menjadi primadona diusahakan petani adalah tanaman karet.  Tapi sekarang pamor karet mulai meredup karena harganya yang sulit bangkit.  Pernah dulu harga 1 kilo mencapai lebih 10.000, sekarang harga seperti itu begitu sulit diraih.

Ada oknums petani yang doyan membandingkan jaman rezim A petani karet begitu enak, karena harganya yang tinggi, tapi jaman rezim sekarang harga karet begitu anjlok.  

Aktivitas menyalahkan adalah pekerjaan yang paling mudah dilakukan bagi mereka yang enggan memahami dan menelusuri problem sebenarnya. Peningkatan kesejahteraan petani karet, memang menjadi pe er berkepanjangan yang entah kapan selesai. 

Pesona karet sintetis dengan dukungan teknologi canggih, kebijakan negara impor yang mengembangkan  sendiri luasan dan produksi kebun dalam negeri, dukungan industri manufactur karet, termasuk sistematis kelembagaan dan rantai usaha komoditas ini.

Belum lagi disiplin target kuantitas dan kualitas yang begitu ketat diterapkan, membuat negara-negara ini memiliki bargaining position dalam menentukan dan mengarahkan bisnis karet global dalam ragam policynya.

Industrialisasi karet konon dianggap sebagai jawaban dari keruwetan.  Petani berproduksi secara terkoordinir, pengelolaan dan manajemen kebun maupun pekerja digarap secara profesional, kualitas dan kuantitas yang dihasilkan tak hanya berupa bahan mentah, tapi sudah tersedia industri pengolahan hingga menjadi bentuk barang setengah jadi dan barang jadi. 

Di sisi lain dukungan permodalan, upgrading kapasitas SDM dan lembaga, hingga policy proteksi memiliki konsep dan implementasi yang jelas bin tegas.

Bisa jadi konsep bagus dan implementatif sudah bertebaran dimana-mana, policy yang disediakanpun sudah begitu manis dan kece, tapi sering kali user yang menjalaninya sulit menerapkan atau mungkin dikondisikan sulit karena sekian sebab.  

Petani masih banyak yang memproduksi lumb dengan kualitas bokar belum standar, bahkan orientasinya target bobot  hingga ada yang mencampurinya dengan bahan-bahan  "aneh", dan itu tetap laku dan dibeli tengkulak tentu dengan harga berbeda.

Di sisi lain oknums tengkulak mengeluhkan tentang prosedur birokrasional, budaya pelayanan yang mensyaratkan timbal balik, kadang juga pembayaran yang tunda dan tak lancar menjadikan perputaran usaha mereka tak jarang sendat bahkan macet.  

Di sisi lain iklim kompetitor yang belum win-win solution menjadikan siapa yang kuat dan punya pengaruh dialah yang menguasai.

Konon karet alam kita bagus dijadikan sebagai bahan pencampur aspal atau yang dikenal dengan aspal karet, produk itu sudah diuji cobakan dan katanya sih hasilnya memuaskan. Ada rencana pembelian karet dari rakyat melalui lembaga dan mekanisme tertentu.  

Dan itu bisa jadi solusi untuk mengatasi rendahnya harga karet dengan serapan dan harga yang lebih rasional.  Tapi sosialisasi dan implementasi kebijakan itu belum merata hingga tingkat bawah, kata yang berkepentingan ada hal yang masih dalam proses penyelesaian.

Kondisi pandemi covid juga menyebabkan beberapa negara menerapkan kebijakan memperketat bahkan mengunci negerinya dari masuknya barang maupun orang dari luar, tentu ini juga berdampak bagi bisnis karet.  

Dan si petani yang baru ketemu itu melanjutkan menyadap karetnya, tak merasa berkepentingan tentang tema besar problem ekonomi karet dari basisnya. Yang penting menurutnya tanaman karetnya tetap berproduksi dan harganya bisa lebih baik.

Ngomong-ngomong Lur, harga karet di tempatmu stabil aja kan...stabil murah atau stabil untung ya..?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun