Mohon tunggu...
Oedin Only
Oedin Only Mohon Tunggu... Administrasi - Pemberdaya dan Petani

Berkeseharian dengan Desa dan Petani | Berutinitas dalam Pemberdayaan Penyuluh, Pelaku Utama dan Pelaku Usaha | Menyenangi Opini, Analisis dan Literasi | Ingin Berfocus Sebagai Penggiat Analisis Politik Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Berkelas Global | Juara I Lomba Blog KPK 2012

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pembangunan Desa dan Kepemimpinan Pemuda

1 Januari 2015   18:01 Diperbarui: 17 Juni 2015   14:02 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tak terasa sudah 7 tahunan berkecimpung dengan kegiatan penyuluhan pertanian desa/kelurahan. Bertemu dan berinteraksi dengan ragam karakter manusia-manusia yang selalu saya posisikan lebih dan baik. Bukan untuk tujuan menyanjung apalagi menjilat. Hal itu lebih saya maksudkan untuk melihat sisi positif dari seseorang. Seseorang yang selalu berusaha untuk saya akrabi. Walaupun tak bisa saya pungkiri, saya juga sering menjaga jarak dengan pihak tertentu dikarenakan saya sadar pihak tersebut semakin memburuk saya dalam pikiran, tutur, maupun prilaku.

Blusukan dalam bahasa kami sering disebut dengan anjangsana atau anjang usaha. Mengunjungi manusia dari rumah ke rumah, sawah ke sawah, kebun ke kebun, ah kadang melelahkan tapi lebih banyak menyehatkan lagi mengasyikkan karena banyak hal baru pasti ditemui. Walaupun terkadang pakaian dan motor harus kotor, tubuh bau sawah berlulur keringat sekedar menuntaskan kewajiban yang telah diagenda sebelumnya, demi menghalal gaji.

Bisa jadi banyak anggapan bahwa sebuah desa yang maju adalah desa yang masyarakatnya sejahtera, dimana pengeluaran mereka lebih kecil dari pendapatan yang mereka dapatkan. Dihuni oleh SDM-SDM unggul yang pintar cari duit dan membelanjakannya. Pinter memanfa’atkan peluang, mengelola kelemahan untuk berhimpun dan bersatu demi tujuan bersama bernama berhasil. Rumah-rumahnya keren lagi bagus. Motor bahkan mobil terparkir gagah di teras rumah. Di perempuannya, tangan, jari, leher dan telinga mereka, menjadi tempat nyaman bagi perhiasan berkilau dan mahal. Anak-anak mereka tumbuh sehat, pinter dan lucu-lucu. Benarkah realitas demikian adalah wujud dari pembangun desa yang berhasil ? ma’af bila saya tidak mengiyakan maju, keadaan demikian !

Sebagian keadaan itu mulai terwujud, mata saya dinyamankan dengan rumah bagus-bagus dan kendaraan taraf wah walaupun sekedar ke sawah atau ke kebun karet, sepertinya ekonomi desa sudah membaik pikir saya. Tapi, semenjak harga karet anjlok oleh akrobatik pasar global dan manuver tengkulak semua berubah, beberapa berinsiatif menjual atau menggadai kebun karet dan sawah demi menikahkan anak mereka atau sekedar untuk bertahan hidup, sebagian berhubungan dengan pihak bank untuk memperoleh pinjaman lunak atas nama usaha walaupun tak jarang uangnya digunakan untuk keperluan sehari-hari, bahkan lebih parah ada yang menggadaikan nasibnya ketangan culas para rentenir agar anaknya berhenti merengek demi uang jajan atau sekedar bayar arisan. Menjadi pemandangan biasa, ketika para lakilaki berbondong-bondong meninggalkan desa mencari rupiah lebih untuk nafkah lebih baik bagi keluarga. Keadaan itu diperparah dengan produksi padi yang tak menggembira, wereng dan ulat begitu girang menjajah padi-padi, blast menunjukkan arogansinya dengan merugi dan memati, pupuk dan racun-racun selain mahal juga mengebal hama-hama. Dimana penyuluh, di mana penyuluh. Dan penyuluhpun dicari-cari terkadang dijadikan pihak yang paling bersalah dalam sekian keburukan ini. Dianggap tidak bekerja lah, dianggap makan gaji buta lah, dianggap tidak becus, dan ada saja pihak karena jengkel yang kemudian mengartiskan penyuluh di surat kabar (walaupun tak bisa juga tidak dibenarkan, bila ada juga penyuluh yang demikian)

Saya juga berhadapan dengan realitas kini, ketika ikatan-ikatan pemersatu individu mulai nampak rapuhnya, saling melontar keluhan dan mencurhatkan kelemahan-kelemahan seseorang yang tak jarang berakhir tanpa solusi. Obrolan yang tak penting mungkin, tapi bagi saya selalu penting, karena itulah bahasa jujur dari realitas, yang menjadi bahan baku untuk dipikirkan, diolah, lalu dibantu penyelesaiannya. Sebenarnya telinga saya letih mendengarkan obrolan-obrolan berulang itu. Setiap ketemu, keinginannya ini itu, setiap dimotivasi untuk maju, selalu responnya mengungkit-ungkit gagal sebelumnya, bahkan turut ditambahkan pula pikiran-pikiran kotor untuk meyakinkan bahwa kegagalan itu nyata dan abadi. Sebagian mereka berujar SDM kami rendah dan sulit untuk maju. Dikeluhkan pula tak sedikit yang mengharapkan kemajuan bermerk INSTAN, namun tatkala dituntun untuk menyelesaikan, eh justru kabur duluan dan ogah diajak berbuat.

Tak bisa dipungkiri, keberhasilan-keberhasilan teknologi yang nampak disekitar mayoritas direspon negatif, hanya sebagian yang berani menunjukkan sikap beda dari kebanyakan, berani mengatakan bahwa teknologi itu bagus, berhasil dan layak diterapkan. Unsur kecurigaan dan keirian sering memerankan figur antagonis yang anti maju dan pro pada keterbelakangan. Jelas saja produksinya bagus, pupuknya banyak, racun pembasminya bagus-bagus dan mahal. Coba kalo kami juga diberi pupuk yang banyak dan racun yang bagus-bagus pasti hasil kami juga bagus ujar salah satu pendengki mencurhatkan isi kepala dan dadanya. Mental siap gagal dan mental sabar melalui tahapan berhasil masih sedikit bertumbuh pada petani yang saya dampingi. Berhasil sering dinisbatkan pada faktor benih yang berkualitas, pengolahan lahan sempurna, pupuk yang cukup dan berimbang, racun-racun kualitas wahid, pemeliharaan rutin lagi solutif dan sistem tanam yang aplikatif lagi mudah. Tak jarang setelah faktor-faktor itu terpenuhi, peran Allah SWT sebagai penentu berhasil sering dipinggirkan. Buktinya apa, buktinya kewajiban sholat dilalaikan, bismillah sebagai permula aktivitas baik ditinggal, hamdallah sebagai penutup aktivitas baik tak dikerja, selain itu keinginan membunuh hama ditujukan untuk membasmi bukan mengendali, padahal hama-hama ini juga ciptaan Allah SWT yang ikin makan dan hidup. Tanh-tanah yang juga ciptaan Allah, dirampas suburnya dengan pupuk kimia berlebih dan racun-racun tak bersahabat, ketika keberhasilan Allah SWT datangkan, Allah pun diingat semata dan ala kadarnya. Betapa banyak langgar dan mesjid sedikit jama’ah kala waktu sholat tiba, disebab banyak yang masih sibuk di sawah dan kebun. Jujur, saya miris dengan realitas ini, merubah sendiri keadaan tentu amatlah berat, tapi berdiam diri saja tak akan mendatangkan terwujudnya harapan, bergerak, pelan, bertahap dan focus, dan tak melupakan makin mendekat dengan Allah SWT merupakan cara termanis dan menyejukkan untuk mewujudkan harapan.

Suatu ketika, saya tersenyum, pergantian pemimpin desa memunculkan sosol pemuda tampil ditampuk kekuasaan, mereka hadir menempati posisi strategis dengan ide-ide segar kemajuan. Tapi keadaan ini justru menimbulkan ketidak senangan kaum terdahulu yang telanjur aman dengan gaya lama, ide-ide kemajuan dianggap racun pemburuk keadaan, egoisme ketuaan pun dijadikan pembenar sikap, tipu daya dilakukan agar pemimpin muda ciut dan mengubur mimpi-mimpinya, agar pemimpin muda putar haluan mengekor para pendahulu untuk melestarikan gaya lama yang seiring berjalannya waktu menampakkan ketidakrelevanan. Hal itu perlahan berhasil dengan dukungan kurang dekatnya oknums pemimpin muda dengan perkara-perkara yang Allah senangi, kecedasan kepintaran diposisikan lebih tinggi dari keimanan. Pemimpin muda gamang, menimang-nimang pilihan sulit. Bersosial untuk kemajuan bersama atau mengikuti arus yang penting diri sendiri untung.

Saya tak ingin menggeneralisir keadaan yang saya hadapi sama dengan rekan alami, mungkin ada yang serupa, mungkin beda. Sekian lama waktu saya habiskan untuk memahami realitas dan berusaha menyesuaikannya dengan apa yang saya kristalkan dipikiran saya, saya tak memungkiri gesekan-gesekan itu ada bahkan kadarnya mulai meninggi. Pola pendekatan spiritual farming sepertinya adalah jalan nyaman untuk menjasadkan pemahaman yang saya emban sejak saya kenal dan menerjuni dunia penyuluhan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun