Penulis memulai dengan memberikan referensi bahan bacaan buku-buku yang penulis baca sejak 5 tahun terakhir tentang hidup sederhana dengan metode sedikit barang namun bermutu (The Minimalist) bahkan menyenangkan karena terkesan susah-susah mudah untuk diterapkan ditambah perilaku belanja zaman now, dimana tempat penjualanan online (Market Place) hadir di saku yang kita sebut smartphone. Entah belum gajian maupun berlimpah penghasilan hadirnya sistem bayar kemudian (paylater) siapapun dengan mudah meraih barang yang sedang di inginkan. Sampai-sampai kita di juluki bangsa yang konsumtif bukan produktif.
Desir angin di padang gersang jika dibiarkan terus luka menganga lebih baik fokus kepada jalan keluar. Berikut pengalaman penulis membaca buku Goodbye, Things: Hidup Minimalis ala Jepang  karya Fumio Sasaki, buku The Life-Changing Magic of Tidying Up  karya Marie Kondo, buku Seni Hidup Minimalis karya Francine Jay,  Gemar Rapi kumpulan karya tulis  Khoirun Nikmah, Putriana Indah Lestari, Wanginingastuti Mutmainnah, Aang Hudaya dan Achmadi Bambang Sulistiyono, Hidup Sederhana karya Desi Anwar, Digital Minimalism karya Cal Newport , , , telah memberikan khazanah kepada Penulis yang pelan - pelan mempraktekkan teori hidup minimalis, sedikit barang banyak manfaatnya, pilih yang berkualitas Agar tahan lama pun gapapa. Yang terpenting setiap butuh semua ready.
Dan sebelum di akhiri referensi  judul buku teori seni minimalis ada pula hidup yang sangat simple penjelasannya membumi dari salah satu buku anak kyai yaitu Farah Qonita "seni hidup tinggal di bumi, dan buku yang biografi guru bangsa karya Buya Husein Muhammad founder lembaga fahmina institut yaitu Gusdur sang Zahid. Di ambil dari kisah sehari - hari Gusdur yang terbiasa bergelantungan naik bus pakai sendal jepit. Gus Dur pun tidak memiliki dompet bahkan gajinya sewaktu menjadi presiden tidak jarang untuk membeli kebutuhan menteri-menterinya seperti Saat itu, menurut Mahfud, Gus Dur menyerahkan gajinya kepada Menteri Luar Negeri (Menlu) Alwi Shihab, dan menyuruhnya membeli jas baru.
"Kamu harus membeli jas yang bagus. Menteri Luar Negeri jangan memalukan," kenang Mahfud dalam bukunya "Setahun Bersama Gus Dur: Kenangan Menjadi Menteri di Saat Sulit". Selain kepada Menlu, Gus Dur juga memberikan gajinya kepada Menteri Negara Riset dan Teknologi (Menristek) Prof AS Hikam. Gus Dur menyuruh AS Hikam untuk membeli sepatu dan jas baru kerena melihat alas kaki sang menristek sudah jelek. sungguh sangat mengandung pelajaran dari seorang Guru Bangsa
Di tambah wawasan dari seorang komikus dan YouTuber Raditya Dika yang mengupas tuntas seni minimalis semakin renyah dan gurih untuk kita orang mencerna pemahaman the Minimalism theory. Yang tidak saja berbagi wawasan namun Seorang Raditya Dika Pun Konsisten dengan tindak tanduknya mulai dari konsep studio podcastnya hingga sering kali terkesan menggunakan outfit dengan warna dan jenis yang sama
Dan salah satu dawuh budayawan Cak Nun
"Rumah itu bungkus isinya keluarga
Makanan itu bungkus isinya gizi
Kalau makan sepiring nasi dan dua iris tempe cukup
Mengapa harus sampai korupsi???
kendati demikian, sekali lagi mari kita berkaca kepada para pendahulu kita dengan apa yang dijelaskan oleh Sejarawan George McTurnan Kahin penulis buku Nasionalisme dan Revolusi di Indonesia (1952) sempat menceritakan kesan-kesan seputar gaya hidup sederhana Natsir, saat dirinya berjumpa dengan Natsir di Yogyakarta pada 1948. Berikut adalah cerita dari Kahin seputar Natsir yang penampilannya tidak seperti pejabat pada umumnya.
Natsir dikabarkan mengenakan jas yang penuh tambalan akibat robek. Kahin pun mengetahui bahwa staf-staf Kementerian Penerangan pada saat itu saling patungan untuk membelikan baju untuk Natsir. Duhai hati yang merindukan keadaan baik bukankah yang paling istimewa dari semua bagian organ tubuh manusia yaitu akal sehat yang  berpikir jernih dan hati yang bersih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H