Mohon tunggu...
DIALOG PENDIDIKAN PPIM
DIALOG PENDIDIKAN PPIM Mohon Tunggu... Lainnya - Pendidikan, Motivasi, Inspiring Talks

Program Departement Pendidikan 2021

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pintar di Sekolah, Belum tentu Pintar di Masyarakat

23 November 2021   15:03 Diperbarui: 23 November 2021   15:32 192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pernahkah kita sebagai siswa bertanya-tanya tentang apa manfaat belajar beberapa mata pelajaran di sekolah?. Sejak uang dan popularitas adalah kerap sekali dijadikan indikator kesuksesan di masyarakat. Maka tidak sedikit dari pemuda hari ini yang notabene mayoritasnya adalah pelajar sering dihantui pertanyaan: "Bagaimana bentuk implementasi ilmu yang telah dipelajari di masyarakat? Apakah ketika mendapat juara satu di sekolah menjadi acuan bagi seseorang tersebut diterima di masyarakat? Apakah mendapat predikat cumlaude bisa menghasilkan uang yang melimpah?" Pertanyaan-pertanyaan tersebut yang akhirnya menjadi landasan diskusi singkat para mahasiswa Indonesia yang berkuliah di Malaysia, dengan salah satu dosen pendidikan dari Indonesia dan juga Malaysia. Sehingga mendapatkan dua sudut pandang dari dua negara berkembang tersebut.

Keadaan kependudukan Indonesia hari ini, disesaki oleh para pemuda. Mengutip hasil sensus penduduk tahun 2020 generasi milenial mendapat lebih dari 25 persen dari total keseluruhan jumlah penduduk, begitu pula dengan generasi z, sekitar 27 persen. Berdasarkan data tersebut, Dr. Eddy Herianto dalam sesi dialong pendidikan antar bangsa Indonesia- Malaysia yg juga merupakan dosen fakultas keguruan universitas mataram memberi solusi bahwa yang musti berperan adalah pemuda di masyarakat. 

Kekuatan moral, kontrol sosial dan agen pembaharuan adalah fungsi pemuda dalam bermasyarakat. Kekuatan moral dan kontrol sosial adalah dibutuhkan pribadi-pribadi yang beretika dengan santun dan poin ini juga telah diangkat sebagai kriteria suksesnya kurikulum pendidikan di indonesia periode ini oleh pemerintah, dengan digagasnya kurikulum pendidikan berkarakter. Lalu, apa yang dibutuhkan untuk menjadi pemuda yang cukup terampil untuk menjadi agen  pembaharuan? Dr edy menjelaskan, kreativitas, berpikir kritis, berkolaborasi dan berkomunikasi dengan baik adalah yang memegang peran penting dalam hal ini. 

Menilik masyarakat di Indonesia yang mempunyai karakteristik selektif, dalam artian penerimaan ide dan pembaharuan di masyarakat sering dikaitkan dengan kualitas dan kiprah subject yang berbicara. "Karya apa yang sudah dibuat?" "Program apa yang sudah dicanangkan?" Kira-kira begitulah tanggapan-tanggapan publik dalam proses menerima dan mencerna gagasan baru dari orang baru dalam bermasyarakat. Dan untuk dapat berkiprah maksimal dengan ilmu yang kita miliki di masyarakat maka solusinya adalah dengan menguasai ke-4 skills berikut yakni: kreativitas, kolaborasi, berpikir kritis, berkolaborasi dan berkomunikasi dengan baik, tegas dosen asal Indonesia tersebut. Beliau menambahkan,"Jangan cari ilmu secara tekstual, tetapi juga kontekstual" Kemudian pertanyaannya, apakah setiap pelajar dan mahasiswa punya cukup kesempatan untuk melatih kemampuan-kemampuan tersebut? 

Di abad 21 ini, rasanya mustahil jika informasi sulit didapatkan. Karena dengan hadirnya teknologi yang canggih saat ini, masyarakat khususnya pemuda dapat mengakakses secara gratis maupun berbayar. Bebrbagai macam jenis pelatihan yang diadakan secara daring untuk mengimprovisasi beberapa skill juga tidak kalah banyak. Dan untuk ke-4 skills tersebut, tentu sangat mudah untuk mahasiswa mengakses kegiatan-kegiatan tersebut seperti di luar kampus. "Kalau kita punya smartphone, kemudian kita hanya bisa berdialog dengan sosial media saja, itu adalah serendah-rendah iman. Karena apa? karena kita tidak bisa memanfaatkan dengan baik" terang dosen fakultas keguruan tersebut. 

Pemerintah Indonesia saat ini pun sudah menggagas program kampus merdeka. Dan kampus Merdeka adalah merupakan kebijakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, yang bertujuan mendorong mahasiswa untuk menguasai berbagai keilmuan yang berguna untuk memasuki dunia kerja. Kampus Merdeka memberikan kesempatan bagi mahasiswa untuk memilih mata kuliah yang akan mereka ambil. Maka bisa disimpulkan sudah banyak sekali peluang-peluang yang ada di Indonesia untuk menunjang pembelajaran secara kontekstual sehingga ilmu dengan mudah di masyarakat. Lalu bagaimana dengan di Malaysia?

Malaysia dikenal dengan masyarakatnya yang heterogen. Maksudnya adalah ada tiga suku yang mendominasi di wilayah Malaysia, yaitu Cina, Melayu dan India. Setiap suku pun memiliki cara hidup yang berbeda-beda jelas Prof.Jamal Nordin selaku dosen falsafah pendidikan universitas sultan idris Malaysia. Dan pemerintah  selalu mengupayakan kesejahteraan warganya tanpa memandang dari mana suku warga tersebut. Tiga suku artinya ada tiga cara hidup yang berbeda-beda. Tapi satu yang pasti, "mahasiswa adalah cerminan masyarakat" ungkap dosen falsafah pendidikan tersebut. Tentunya, dengan ungkapan tersebut sudah sangat jelas mahasiswa adalah sangat berpengaruh sekali di masyarakat. Maka dari itu sangat penting mengetahui peran mahasiswa di masyarakat dan berkontribusi dengan ilmu yang sudah dipelajari pada tahap sekolah maupun universitas. 

Salah satu buah yang diperoleh dari mempraktikan ilmu di masyarakat Malaysia adalah dapat mengubah kehidupan masyarakat itu sendiri. Pastinya disini adalah perubahan taraf hidup menjadi lebih sejahtera, kemudian masyarakatnya menjadi masyarakat yang berpendidikan.

Tiga suku yang berbeda dengan mahasiswa sebagai cerminannya adalah bagaimana para mahasiswa dedikasinya dan gagasannya dapat diterima oleh tiga suku yang berbeda, karena menurut penuturan Prof. Jamal,  penduduk Malaysia sangat menjunjung tinggi keseimbangan. Dengan adanya program pemerintah yang sudah berjalan dan diprediksikan akan berlangsung hingga tahun 2030, yaitu program wawasan kemakmuran bersama, mahasiswa dapat ikut andil lebih banyak.

 

Program tersebut juga dilangsungkan untuk menyediakan taraf hidup yang wajar (decent standard of living) kepada semua rakyat Malaysia pada tahun 2030. Dan ini adalah peran besar mahasiswa malaysia tentang bagaimana memastikan bahwa semua yang ada dalam negaranya dapat diterima secara merata oleh semua suku di Malaysia. Tentunya setiap negara memiliki potensi sumber daya masing-masing dan peran mahasiswa disini adalah dengan kolaborasi dan kreativitas bisa mengolah sumber daya negaranya dengan baik. Kemudian, adapun salah satu tantangan dalam hal ini adalah kesesuaian ilmu yang didapat di sekolah atau perguruan tinggi mereka. Pada hal ini bisa diatasi dengan kebijakan beberapa universitas di malaysia yang mengadakan program  internship di akhir periode kuliah untuk mahasiswa, sehingga akan muncul kreativitas dan kolaborasi dalam lingkup lingkungan kerja.

Pandemi yang hampir menjadi endemi ini menyebabkan masalah ekonomi yg drastis hampir di seluruh bagian negara tidak terkecuali dengan malaysia. Seperti yang diketahui, ada tiga strata sosial yang terbagi di masyarakat, yaitu strata T20, M40 dan B40. Strata dengan income paling rendah adalah B40. Lalu apa peran mahasiswa untuk masalah tersebut? adalah mereka terjun ke masyarakat untuk meningkatkan kualitas hidup B40 dengan menciptakan lapangan kerja, jelas profesor falsafah tersebut. Hal ini juga disoroti oleh dosen asal malaysia tersebut dalam diskusi terbukanya, beliau juga berpendapat selain daripada belajar, mahasiswa harus punya kemahiran berfikir secara kreatif dan kritis.

Dosen salah satu universitas di malaysia tersebut dalam diskusinya, juga menuturkan beberapa hal yang harus dikuasai agar ilmu seorang mahasiswa atau pelajar tersampaikan dengan baik di masyarakat. Solusi tersebut yaitu dengan  dengan menguasai bahasa yang digunakan oleh masyarakat setempat dan juga dengan memahami ilmu secara menyeluruh. Beliau juga memastikan, bahwa para pelajar tidak hanya memahami ilmu dari filsafat ilmunya saja, tetapi juga dari filsafat nilai juga. Yang mana, akan berpengaruh dalam cara bersikap orang-orang yang terdidik. Sehingga tidak ilmunya saja yang didapat tetapi dapat terdidik juga sikapnya.

Pada akhirnya, dalam semua sudut pandang kemampuan untuk berkolaborasi, berkreativitas, dan berpikir kritis serta berbudi pekerti yang mulia adalah modal agar ilmu yang dipelajari dapat dipraktikan secara menyeluruh pada masyarakat. Dalam bentuk pengajaran maupun program yang diunggulkan. Maka kalimat akhir ini sudah dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan di paragraf awal, bahwasannya mendapatkan juara satu dan berpredikat cumlaude tidaklah cukup untuk berkiprah dan menebar manfaat di masyarakat.

 Penulis: Salsabila

(Dept Pendidikan PPIM 2021)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun