Aku pertunjukan 10 foto yang sudah Aku seleksi terlebih dulu. Semua terlihat kagum dan tidak banyak kritikan.
"Aku berharap disini Kita saling belajar.." Bayu mengingatkan anak-anak Blitz. "Tadi Aku kasih lihat foto gempa Aku dalam sudut jurnalistik murni, sementara Kana menyempit dalam sudut pandang seni dan desain. Dalam bahasa kerennya harmoni dalam kehancuran..."
Aku ketawa dengan istilah harmoni dalam kehancuran yang dilontarkan Bayu, setahu Aku teori yang diajarkan dosen Aku adalah harmoni dalam ketidakberaturan. Di mana setiap obyek yang Kita atur maupun tidak Kita atur menuju ketidakberaturan akan menampilkan sebuah harmoni tersendiri.
"Sayang disini Irish belum hadir, dia justru memperlihatkan segi keindahan obyek wisata yang tidak terpengaruh kehancuran akibat gempa. Ada beberapa foto dia yang Aku suka..." Bayu sedikit berpromosi seperti tukang obat.
Sebenarnya Aku sama Bayu sudah mencari Irish di kosannya. Nihil. Kita juga sudah berulang kali sms bahkan menelpon Irish. Tak ada jawaban dan balasan. Tapi tadi pagi Aku terima sms dari dia "Kan, aku belum ada semangat untuk ke kampus. Aku masih di rumah, jadi gak usah cari aku ke kosan...!"
Aku sms balik apakah dia sakit.? Tak ada jawaban.Â
Pameran foto anak-anak Blitz sudah tinggal 2 minggu lagi. Semua sudah menyetorkan foto, kecuali Irish. Aku dan Bayu berharap-harap cemas semoga Irish tiba-tiba nongol dan menyerahkan karyanya. Tapi kalo boleh jujur, Aku kayak mulai kehilangan seseorang. Di jogja, banyak kebersamaan Aku dan Irish yang sulit Aku lupain.
Apakah ini sebuah ketertarikan?
Â
"Aku merasa senyum Irish mulai menjadi candu..."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H