Hari 9
STILL LIFE
Hidup bergerak dari ada  menjadi tiada
Dari yang hidup lalu mati
Namun ada yang tetap hidup. Cinta.
Bandara Jogjakarta begitu padat. Ada banyak kerabat yang berdatangan dari luar kota dengan pesawat untuk melihat apakah keluarga atau saudara mereka ikut terkena musibah gempa.Â
Kita bertiga sudah memutuskan hanya tinggal di kota ini untuk dua hari tiga malam. Karena segala aktifitas di jogja terputus hari itu. Banyak pula obyek wisata yang ditutup paska kejadian gempa.
Jadi seharian Kita hanya hunting foto mengitari beberapa candi kecil yang luput dari kerusakan dan masih dibuka.
Setibanya di jakarta, Irish langsung pulang ke rumahnya. Ia tak sempat mampir ke kosannya. Mereka berpisah di bandara Sukarno Hatta. Irish memesan rental mobil online. Dia sengaja tidak memberitahu orang rumah karena pasti mereka akan mengirim supir. Sangat tidak efektif, Jakarta pada sore menjelang malam ini sangat traffic. Di mobil Irish membuang pandangan pada pinggir Jakarta yang mulai menyalakan lampu tanda malam sudah hadir. Ia mengingat betapa marahnya orang tua dia terutama ayahnya, bagaimana pula sang orang tua sudah menjodohkan dia dengan Edo, seorang anak rekan bisnis papahnya. Â
"Kamu bikin orang tua khawatir. Cepat kamu pulang ke Jakarta. Untung saja kamu tidak kenapa-kenapa.!"
"Iya pah, Kita sekarang sudah di hotel, besok Kita pulang" Irish pelan menjawabnya.
"Iya jangan sampai Papah kirim Edo ke Jogja!" Hardik papahnya.
Selanjutnya semalam di hotel Irish hanya bisa menangisi kekangan papahnya sekaligus trauma terhadap kejadian gempa tersebut.
 Begitu ia membuka pintu rumahnya, sebuah suara tegas membuat dia terdiam. "Papah mau kamu duduk dulu.!!"
Ibunya disebelah Papahnya lalu mengelus rambut Irish. "Alhmadulillah kamu gak kenapa-kenapa sayang!"
Irish tersenyum kepada mamahnya namun sedetik kemudian ia menunduk takut.
"Papah bersyukur kamu selamat dari gempa Jogja itu. Namun papah tidak suka kalau kamu mengambil resiko dalam hidup.." Papah memandang begitu dalam. "Kita hanya memilik kamu sayang..."
"Iya pah, Irish mengerti..." setetes air mata jatuh dari pipinya.
"semester depan kamu keluar dari kampus itu, kamu akan papah pindah kan ke luar negeri." Papahnya menegaskan lagi keinginannya. "Papah ingin kamu yang meneruskan Lawyer Kita. Nanti Edo yang akan bantu papah menjaga kamu di Eropa sana. Papah percaya dia, karena papah nanti ingin kamu menjadi istri Edo."
Irish menangis dalam diam. Ia ingat Bayu dan Kana, dua sahabatnya yang baru ia miliki. Namun ia juga ternyata mulai menemukan sesuatu yang berbeda kepada Kana. Mungkin Irish mulai jatuh hati. Jatuh hati pada keteguhan sikap, kesetia kawanan dan kesederhanaan Kana. Meski Kana cuek, Irish melihat Kana memperhatikannya dalam ketidak perhatian.
Rasanya campur aduk dan malam semakin kelam. Irish semakin terbenam dalam bantal yang tergenang air mata dan rasa tak tentu.
Dari Bandara Kana pulang naik bis Damri, sampai rumah ia disambut ayah dan ibunya lalu mereka shalat syukur atas keselamatan Kana.
Turun dari bis bandara, Bayu menyusuri sebuah gang sempit dan tiba di sebuah mesjid, lalu ia shalat dan tidur di mesjid itu. Â Â
"Rumah adalah dimana hati Kita berada dan tercipta kata pulang..."
To Be Continued
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H