"Pespa Gembel" atau sering disebut sebagai "pespa sampah", sering kita jumpai nongkrong di pom bensin. Tampilan Kendaraan mereka diluar kebiasaan. Bentuknya macam-macam, namun penandanya mereka menggunakan mesin vespa ala kadar dengan roda banyak  dan sampah serta benda-benda menggantung di sekujur kendaraan mereka seperti botol aqua, spanduk bekas dll. Kenapa mereka menggunakan roda banyak? karena roda mereka tidak dilengkapi ban dalam, sehingga membutuhkan banyak ban untuk mengangkat kendaraan mereka.Â
Peserta "pespa gembel" di dominasi anak-anak putus sekolah  usia belasan hingga hampir 30 tahun berasal dari keluarga bawah hingga menengah dan pendidikan dari keluarga yang bisa jadi sangat kurang. Penampilan mereka acapkali tidak rapih kalau tidak bisa dibilang gembel,  karena mereka memang sepanjang hari hidup di jalanan. Pakaian mereka mungkin hampir mendekati anak Crust Punk namun tanpa patch. Â
Kenapa mereka melakukan hal tersebut? Petualangan, jiwa muda pertemanan menjadi dasar alasan rata rata dari mereka. Perjalanan mereka lebih banyak di modali oleh kenekadan dengan minim bujet namun ingin mengarungi aspal sejauh mungkin.Â
Misal saja mereka dari Surabaya hendak ke titik nol Aceh, karena minim bujet, akhirnya mereka lebih banyak kita lihat di pom bensin meminta bensin, oli atau uang dari pengendara yang habis mengisi bensin. Mereka juga sering meminta kepada anak skuter vespa dengan dalih brotherhood. Sesekali mungkin kita bisa memaklumi namun keseringan justru menjadi menyebalkan.
Bisa ditebak jika dilihat perkembangannya ke sini ulah mereka lebih banyak ke arah meminta minta, sementara perjalanan petualangan mereka sesungguhnya tidak ada. Mereka biasanya adalah warga sekitar  di pesisir utara Jawa Barat yang hanya memarkir pespanya di situ situ saja seolah sedang berjalan jauh. Budaya meminta ini lama-lama memang sangat mengganggu. Sehingga banyak komunitas vespa yang tidak lagi menaruh perhatian dan membantu anak-anak  pespa gembel.  Â
Mungkin memang tidak semua anak vespa gembel yang bermental pengemis, namun cap itu sudah terlanjur melekat apalagi tampilan kendaraan dan mereka sendiri dari tahun ke tahun ya seperti itu itu saja.Â
Faktanya pespa ini kebanyakan tidak memiliki surat-surat yang lengkap. Mereka tidak dilengkapi  STNK, BPKB bahkan pemiliknya bisa jadi  tdk membawa SIM dan KTP. Para gerombolan pespa ini sangat paham, bahwa polisi enggan menilang mereka karena itu menjadi pekerjaan berat buat polisi. Tapi jika ada operasi razia, Polisi tetap tidak segan untuk mengandangkan mereka. Dari bincang-bincang dengan salah satu anak pespa gembel, mereka lebih senang melakukan perjalanan di malam hari, dimana jalan sepi kendaraan dan polisi yang menghadang sangat jarang.
Pespa ini juga sering mendapat liputan dari media asing terutama Eropa, karena mereka melihat gaya pespa sampah seperti gaya Mad Max, satu film Hollywood. Jurnalis asing melihatnya kebebasan berkendara seperti itu mustahil dilakukan di negara maju kecuali di negara berkembang seperti Indonesia. Hal ini sebetulnya bukan sesuatu yang membanggakan meski terlihat diluar kelaziman. Â Â
Jadi apa yang harusnya pemerintah sikapi di sini? Sisi kreatifnya memang kelewatan dan semestinya pemerintah melalui pemda setempat menampung pemuda-pemuda kreatif ini untuk masuk di balai latihan dan jika mereka masih saja ada yang tampil di jalan maka tindakan tegas semestinya diambil oleh pihak kepolisian, dishub dan satpol pp untuk mengandangkan kendaraan mereka disertai hukuman sosial untuk mereka.Â
Disisi lain kendaraan mereka rawan kecelakaan karena tidak dilengkapi penerangan dan secara keseluruhan tidak safety. Sudah banyak vespa sampah yang diterjang mobil dan bus di malam hari dan korban banyak berjatuhan. Selain itu sebagai generasi muda Indonesia, kehadiran mereka menjadi pengingat bahwa Indonesia bisa mendapatkan generasi yang kurang teredukasi dan skillful sehingga itu bisa menjadi beban pemerintah di masa depan.Â