Bilamana terkesan politisasi dalam berkesenian itu adalah isyu yang tak dapat dipertanggung jawabkan alias statement yang tak mendasar. Bagaimana mungkin terlibat dalam suatu produksi untuk meruang dan berproses kesenian memasuki laboratorium karya melebur (bukan berbaur) dengan para seniman yang terlibat dapat dikatakan seolah-olah sedang berpolitik mengemas kepentingan tertentu, sementara azas berkesenian adalah melebur dengan seni itu sendiri adalah tegas bahwa politik adalah berbaur dan tidak akan pernah bisa untuk melebur karena disiplin ilmu politik memiliki azas dan kaidah sendiri yang berlawanan dan bertolak belakang dengan azas berkesenian.
Prudensi kolaboratif dalam mengemas pertunjukan pejabat dan pelajar lebih cenderung pada penciptaan harmonisasi antara orang tua dan anak dimana sosok pejabat haruslah dekat dengan anaknya sendiri yang akan memberikan sense of taste estetika dramaturgi tersendiri ketika mereka (pejabat dan pelajar) berada pada satu panggung untuk menguji dan mengadu kemampuan beraktingnya. Pada tahap ini tentu saja sisi edukasi kepada masyarakat akan terbangun melalui sajian pertunjukannya tak ubahnya dengan cara-cara penyebaran agama islam melalui pertunjukan wayang kala Wali Songo menyebarkannya di negeri kita.
Terlepas dari kepentingan para pelajar yang bersuka ria mendapatkan kesempatan bermain teater bersama dengan para pejabat setempat sehingga menimbulkan semangat berkesenian yang tinggi di kalangan pelajar untuk lebih mengetahui dan mendalami prodi teater, para pelajar akan diapresiasi dan dibekali kompetensi sertifikat dari dinas pendidikan dan kebudayaan yang akan menunjang kurikulum MERDEKA BELAJAR dan Jalur Prestasi (Japres) bagi para siswa-siswi yang terlibat.
Kembali lagi pada acuan akademik dalam menggelar seni pertunjukan bidang teater melibatkan pejabat dan pelajar seperti yang telah diuraikan di atas, ada poin penting yang harus diperjelas secara khusus dimana konsep ini lebih menekankan pada laboratorium karya dimana para pelajar akan memahami konsep-konsep dasar berteater dan lebih mendorong untuk mencintai budaya lokal di tengah maraknya budaya asing. Sedangkan para pejabat yang terlibat baik yang melebur pada ruang panggung maupun yang berbaur sebagai penonton, dengan sendirinya akan menjadi paham dan mengerti bagaimana mengemas sebuah proses berkesenian yang menuntut pertanggung jawaban seni serta mampu berkontribusi bagi masyarakat luas dalam menyampaikan pesan-pesan moral tentang tatanan peradaban berkemanusiaan serta kesejahteraan yang merdeka berdikari demi kebaikan, perbaikan dan kemaslahatan negeri ini.
--referensi, Komite Teater dan Film YBHB
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H