Sumber utamanya adalah UU ITE bukanlah solusi memangkas kata-kata "kritis" dari rakyat jelata. Mengkerangkeng anak muda seperti pemuda Lombok itu adalah virus yang menjalar ke masyarakat lain, di tambah pemberitaan yang masif akan memperpanjang urusan bahwa rejim sedang labil, tidak siap dikritik lantas apa bedanya dengan Orba kata Alumni-alumni reformasi.
Keputusan dalam UU hanya berujung pidana dan itu bukan cara merubah kepribadian orang dari A menjadi Z apa lagi menjadi B. Tohk banyak yang di bui karena curi Ayam, pas keluar curi lagi Sapi. Tidak ada efek jera atas kasus ini, malah menambah kebencian rakyat pada para pengadil. Memang Jokowi sebagai objek hinaan dari si pemuda tidak pernah melapor langsung, tapi lihat lah, orang mengatasnamakan Jokowi kasus ini tetap berlanjut, hukum berjalan sesuai kepastiannya (dalam kasus ini).
Pihak pengadil dalam hal ini polisi tidak perlu euvoria soal kasus ini bahwa ini adalah prestasi penyidikan. Atau para pemburu berita viral tidak perlu gagap memviralkan kasus ini. Hukum harus merubah tindakkannya, bukan menghukum tapi mendidik.
Misal si anak muda ini diberi pelatihan kepribadian, entah semingu lamanya, sebulan lamanya beri dia pelatihan semi militer agar tumbuh kepribadian barunya, karena pihak polisi punya kapasitas itu, mendidik, melatih, mencerdas anak-anak muda sepeti pemuda itu.
Dan lebih urgen lagi, hapus UU ITE karena bukan solusi lagi. Kian banyak orang tersandung kasus yang sama bukan malah berkurang. Kian banyak orang yang saling melapor lantara regulasi mewadahi itu. Pemerintah pun turut mencotohi prilaku saling lapor melapor ini, padahal momen yang menyebabkan rakyat bersikap kiritis tidak bisa hindari, bahkan momentum politik praktis itu dimulai dan dimanfaatkan oleh pihak pemerintah dan atau pencari suaka di ranah ini (politikus).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H