Monumen Gerbong Maut yang berlokasi tepat di depan Kantor Bupati Bondowoso cukup mudah dilihat pengendara yang melintas. Posisinya berada di atas pondasi setinggi kurang lebih 5 meter. Monumen yang dominan berwarna hitam itu berdiri kokoh di tengah taman yang asri.
"Stasiun Bondowoso menjadi saksi bisu terjadinya tragedi yang menewaskan masyarakat Indonesia saat menjadi tawanan Belanda. Peristiwa ini sendiri terjadi pada tahun 1947 saat Agresi Belanda II. Yang dimana Belanda menguasai tanah Inonesia lagi, pemuda-pemuda sekitaran Besuki bergerak melawan Belanda. Dan kita kalah, dan banyak oemuda yang ditangkap. Kemudian di penjarakan di dekat Alun-Alun Bondowoso. Berhubung penjara di Bondowoso udah penuh, akhirnya dipindahkan ke penjara Surabaya, melalu jalur kereta api" jelas Bapak Sugeng selaku Kepala Stasiun KAI Bondowoso saat di wawancarai Mahasiswa UNEJ. Kamis (28/112024).
Tepat pada pukul 03.00 WIB pada 23 November 1947, sebanyak 100 tawanan orang Indonesia dipersiapkan menuju pemberangkatan. Mereka dibawa menuju tiga gerbong barang yang telah dipersiapkan sebelumnya. Gerbong ketiga dengan kode GR 10152 diisi sebanyak 38 orang, gerbong kedua dengan kode GR 4416 diisi 24 orang dan gerbong pertama dengan kode GR5769 diisi oleh 38 orang. Gerbong satu dan dua merupakan gerbong lama yang masih ada ventilasi udaranya, meskipun kecil, tetapi pada gerbong ketiga merupakan gerbong baru yang belum ada ventilasi udaranya. Gerbong tanpa ventilasi udara tersebut ditutup rapat bahkan lubang-lubang kecil pada sudut-sudut pintu disumpal oleh Belanda agar tawanan tak bisa melihat sisi luar. Pengap dan panas pasti dialami tawanan.
Pukul 07.00 WIB kereta baru berjalan setelah menunggu empat jam. Tanpa makan dan minum menjadi pelengkap kesengsaraan dari tawanan yang dibawa ketika itu. Pada pukul 08.00 WIB, kereta berhenti di Stasiun Kalisat, Jember untuk menungggu rangkaian dari Banyuwangi untuk digandengkan dan berangkat menuju Surabaya.
Penderitaan tawanan bertambah ketika udara pengap dan panas jelas dirasakan, apalagi kondisi gerbong tertutup. Perjalanan mulai berlanjut menuju Jember, setelah rangkaian dari Banyuwangi datang. Sepanjang perjalanan Kalisat menuju Jember muncul teriakan dari dalam gerbong. Beberapa tawanan mulai berteriak dan menggedor-gedor gerbong meminta akses ventilasi udara. Pukul 10.30 WIB, Suasana dalam gerbong semakin terdengar. Suara cakaran ke dinding dan teriakan semakin menjadi-jadi.
Perjalanan dari Bondowoso hingga Surabaya berjarak sekitar 240 kilometer. Perjalanan itu ditempuh selama kurang lebih 13 jam di bawah terik matahari yang ganas. Gerbong-gerbong tertutup rapat, para "tawanan" tidak diberi makan dan minum. Panasnya udara di dalam gerbong barang tidak terbayangkan. Pihak Belanda tak menghiraukan keadaan itu dan tetap melanjutkan perjalanan. Suara tawanan seketika hilang ketika kereta berada diantara Bangil dan Sidoarjo.
Pukul 19.30 kereta sampai di Wonokromo Surabaya. Ketika gerbong dibuka, sebanyak 90 orang pingsan dan beberapa meninggal dunia. Sepuluh orang lainnya dalam kondisi masih bisa bergerak, walaupun kondisinya kurang baik.
Jumlah korban Setelah melalui penyelidikan lanjutan, sebanyak 40 orang dinyatakan meninggal dan 60 orang lainnya bisa diselamatkan. Gerbong ketiga dengan kode GR 10152 diisi sebanyak 38 orang semua meninggal. Gerbong tersebut merupakan gerbong baru. Kemudian dari 24 orang yang ada di gerbong kedua, dua orang meninggal, sedang 38 orang yang ada di gerbong pertama masih hidup semua. Setelah evakuasi terakhir, korban yang meninggal mencapai 46 orang. Sejak saat itulah, peristiwa tersebut mendapat julukan gerbong maut. Banyak pejuang bangsa yang ditawan Belanda meninggal dalam gerbong tersebut. Sebagai peringatan, di Alun-alun Kota Bondowoso dibangun Monumen Gerbong Maut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H