Mohon tunggu...
diajengselsa
diajengselsa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

nak imut suka seblak

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Makan Haram Dalam Al-Qur'an

21 Desember 2024   23:24 Diperbarui: 21 Desember 2024   23:32 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

A. Pengertian Makanan Haram
Dalam perspektif Al-Qur'an, makanan haram merujuk pada makanan yang dilarang dikonsumsi oleh umat Islam, istilah "Haram" sendiri berarti sesuatu yang diharamkan atau dilarang. Makanan haram merupakan makanan yang tidak boleh dimakan berdasarkan syarat syariat Islam. Ada pula kata haram yang berasal dari kata dalam bahasa Arab yang maksudnya sesuatu yang dilarang. Karakteristik utama makanan haram yaitu hal yang kurang baik, menjijikkan serta membahayakan badan manusia. Ketentuan makanan haram berdasarkan keharaman zat yang tercantum di dalamnya serta keharaman cara memperolehnya. Sehingga bisa disimpulkan kalau makanan haram merupakan makanan yang haram dimakan oleh manusia terutama bagi umat islam serta apabila ia memakannya ia berdosa. Dalam kitab suci Al-Qur'an Allah SWT telah menetapkan beberapa jenis makanan yang haram untuk dikonsumsi, hal ini merupakan bagian penting dari ajaran agama Islam yang berkaitan dengan kesehatan, moral, dan spiritual, makanan yang haram dianggap dapat mempengaruhi keadaan spiritual seseorang dan menjauhkan mereka dari ketaatan kepada Allah. Dalam AlQur'an terdapat beberapa ayat yang menyatakan keharaman beberapa makanan (dilarang dikonsumsi), antara lain yaitu; Al-Baqarah (2:173), Al-Ma'idah (5:3), dan surah Al-An'am (6:145).
Makanan haram dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu makanan haram secara lidzatihi dan makanan haram bersifat lighairihi:
1. Haram Lidzatihi (makanan yang haram karena zatnya) Haram lidzatihi merujuk pada makanan yang pada dasarnya telah diharamkan oleh AlQur'an dan Hadis. Contohnya adalah daging babi, darah, binatang yang memiliki taring, dan sejenisnya. Ini termasuk dalam hal-hal seperti pembunuhan yang melibatkan nyawa, minum minuman keras yang merusak akal, murtad yang melibatkan agama, pencurian yang melibatkan harta, serta berzina yang melibatkan keturunan atau harga diri.
2. Haram Lighairihi (makanan yang haram karena faktor eksternal) Haram lighairihi merujuk pada makanan yang pada awalnya halal, tetapi menjadi haram karena adanya sebab yang tidak berkaitan langsung dengan makanan itu sendiri. Contohnya adalah makanan yang diperoleh melalui pencurian, hasil riba, dan sejenisnya. Misalnya, hewan yang disembelih tanpa menyebut nama Allah.
Makanan Haram Dalam Islam Dalam perspektif Islam, terdapat beberapa jenis makanan yang dianggap haram (dilarang) untuk dikonsumsi oleh umat Muslim. Makanan-makanan ini diatur berdasarkan hukum syariah yang ditetapkan dalam AlQur'an dan Hadis. Berikut adalah penjelasan tentang makanan haram dalam perspektif Islam dan dampaknya:
a. Daging babi: Konsumsi daging babi diharamkan dalam Islam karena daging babi dianggap sebagai makanan yang najis (kotor) dan mengandung risiko kesehatan yang tinggi. Daging babi dapat menjadi sumber penyakit seperti trichinosis, cacing pita, dan infeksi lainnya.
 b. Daging hewan yang tidak disembelih dengan cara yang benar: Dalam Islam, hewan yang hendak dikonsumsi harus disembelih dengan cara yang benar, yaitu dengan menyebut nama Allah (tasybih) saat proses penyembelihan. Tujuan dari proses ini adalah untuk memastikan kehalalan daging, memperhatikan kesejahteraan hewan, dan menjaga kebersihan serta kehalalan produk yang dikonsumsi.
c. Binatang yang dilarang dikonsumsi: Beberapa jenis binatang, seperti anjing, kucing, burung pemangsa, ular, dan serangga kecuali belalang dan lebah, diharamkan untuk dikonsumsi dalam Islam. Penyebabnya bisa bervariasi, seperti alasan kesehatan, kebersihan, dan penghormatan terhadap makhluk-makhluk tersebut.
d. Darah: Konsumsi darah hewan diharamkan dalam Islam karena darah dianggap sebagai simbol kehidupan dan dihormati sebagai milik Allah. Selain itu, mengonsumsi darah juga memiliki risiko kesehatan tertentu. Dampak dari mengonsumsi makanan haram dalam Islam dapat meliputi:
- Pelanggaran terhadap perintah Allah: Mengkonsumsi makanan haram dianggap sebagai pelanggaran terhadap perintah Allah SWT, dan hal ini bisa berdampak negatif terhadap keimanan dan ketakwaan seseorang.
 - Dampak kesehatan: Beberapa makanan haram memiliki risiko kesehatan yang tinggi. Misalnya, daging babi dapat menyebabkan berbagai penyakit dan infeksi.
- Gangguan spiritual: Mengonsumsi makanan haram dapat mengganggu keseimbangan
spiritual seseorang.1
B. Ayat -- ayat yang berkaitan dengan makanan haram
Berikut beberapa ayat Al-Qur'an yang menjelaskan tentang makanan haram
? ?
 (1. Surah Al-Baqarah (2:173

Artinya: Sesungguhnya Dia hanya mengharamkan atasmu bangkai, darah, daging babi, dan (daging) hewan yang disembelih dengan (menyebut nama) selain Allah. Akan
tetapi, siapa yang terpaksa (memakannya), bukan karena menginginkannya dan tidak
(pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.
2. Surah Al-Ma'idah (5:3)
?
 

z
?
Artinya: Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, dan (daging
hewan) yang disembelih bukan atas (nama) Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang
jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang (sempat) kamu
sembelih. (Diharamkan pula) apa yang disembelih untuk berhala. (Demikian pula)
mengundi nasib dengan azlm (anak panah), (karena) itu suatu perbuatan fasik. Pada
hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu. Oleh sebab
itu, janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan
telah Aku ridai Islam sebagai agamamu. Maka, siapa yang terpaksa karena lapar, bukan karena ingin berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
3. Surah Al-An'am (6:145)
  ?

Artinya: Katakanlah, "Tidak kudapati di dalam apa yang diwahyukan kepadaku sesuatu
yang diharamkan memakannya bagi yang ingin memakannya, kecuali (daging) hewan
yang mati (bangkai), darah yang mengalir, daging babi karena ia najis, atau yang
disembelih secara fasik, (yaitu) dengan menyebut (nama) selain Allah. Akan tetapi,
siapa pun yang terpaksa bukan karena menginginkannya dan tidak melebihi (batas
darurat), maka sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."
C. Hadits -- hadits tentang makanan haram
 ,Artinya: Diriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwa Rasululah Saw. bersabda
. : .
 1. Hadits dari Abu Hurairah
"semua Binatang buas yang bertaring haram untuk dimakan." (HR. Muslim)
  ,
? : ( ? )
 2. Hadits dari Ibnu Umar
Artinya: Diriwayatkan dari Ibnu Umar, dia berkata, "Rasulullah Saw. melarang
memakan binatang yang suka memakan kotoran dan najis, beliau juga melarang
meminum susunya." (HR. Arba'ah kecuali Nasa'i, dan dinilai hasan oleh
Tirmidzi)
 
: ( ? , )
 3. Hadits dari Ibnu Abi Aufa
Artinya: Diriwayatkan dari Ibnu Abu Aufa, dia berkata: "kami ikut berperang Bersama Rasullah Saw. sebanyak tujuh peperangan, dan saat itu kami memakan belalang." (Hadis Muttafaq Alaih)

D. Pandangan Ulama Dalam Kitab Tafsir
1. Qs. Al-Baqarah ayat 173 dalam Tafsir Jalalain
Dalam Kitab Tafsir Jalalain dijelaskan bahwa (Sesungguhnya Allah
hanya mengharamkan bagimu bangkai) maksudnya memakannya karena
konteks pembicaraan mengenai hal itu, maka demikian pula halnya yang
sesudahnya. Bangkai ialah hewan yang tidak disembelih menurut syariat.
Termasuk dalam hal ini hewan-hewan hidup yang disebutkan dalam hadis,
kecuali ikan dan belalang (darah) maksudnya yang mengalir sebagaimana kita
dapati pada binatang-binatang ternak, (daging babi) disebutkan daging, karena
merupakan maksud utama, sedangkan yang lain mengikutinya (dan binatang
yang ketika menyembelihnya disebut nama selain Allah) artinya binatang yang
disembelih dengan menyebut nama selain asma Allah. 'Uhilla' dari 'ihlaal' ialah
mengeraskan suara yang biasa mereka lakukan ketika menyembelih kurban buat
tuhan-tuhan mereka. (Tetapi barang siapa berada dalam keadaan terpaksa)
artinya keadaan memaksanya untuk memakan salah satu yang diharamkan ini
lalu ia memakannya (sedangkan ia tidak menginginkannya) tidak keluar dari
golongan kaum muslimin (dan ia tidak menjadi seorang yang melampaui batas)
yaitu melakukan pelanggaran terhadap mereka dengan menyamun mereka
dalam perjalanan (maka tidaklah berdosa) memakannya. (Sesungguhnya Allah
Maha Pengampun) terhadap wali-wali-Nya (lagi Maha Penyayang) kepada
hamba-hamba-Nya yang taat sehingga mereka diberi-Nya kemudahan dalam
hal itu. Menurut Imam Syafii, mereka yang tidak dibolehkan memakan sedikit
pun dari kemurahan yang telah Allah perkenankan itu ialah setiap orang yang
melakukan maksiat dalam perjalanannya, seperti budak yang melarikan diri dari
tuannya dan orang yang memungut cukai tidak legal selama mereka belum
bertobat.
2. Qs. Al-Ma'idah ayat 3
Dalam Kitab Tafsir Ibnu Katsir dijelaskan bahwa Allah SWT
mengabarkan kepada hamba-Nya suatu berita yang mengandung larangan dari memakan semua yang diharamkan, yang terdiri dari bangkai binatang, yaitu binatang yang mati bukan karena disembelih dan bukan karena diburu. Yang demikian itu karena di dalamnya mengandung bahaya, yaitu adanya darah beku, yang sangat berbahaya bagi agama maupun bagi tubuh manusia. Oleh karena itu, Allah SWT mengharamkannya. Hewan yang disembelih atas nama selain Allah, maka dagingnya haram dimakan, karena Allah SWT telah mewajibkan agar menyembelih makhluk-Nya (binatang) dengan menyebut nama-Nya. Maka bila menyimpang dari ketentuan itu, lalu menyebutkan nama selain-Nya itu hukumnya haram. Binatang yang mati karena tercekik, yang mati terpukul, yang mati terjatuh, yang mati ditanduk, dan yang diterkam binatang buas dagingnya haram untuk dimakan kecuali yang sempat kamu sembelih, dan diharamkan juga bagi kalian yang menyembelih hewan untuk berhala, dan juga mengundi nasib dengan anak panah karena itu termasuk kefasikan, penyimpangan, kesesatan, kebodohan, dan kemusyrikan. Tetapi barang siapa yang benar-benar perlu memakan sedikit dari apa-apa yang haram yang disebutkan Allah SWT, karena sesuatu kepentingan yang mengharuskan memakannya, maka ia boleh memakannya, dan sungguh Allah Maha pengampun lagi Maha penyayang kepadanya, karena Allah mengetahui kebutuhan hambanya yang terpaksa dan keperluan memakannya.
3. QS. Al-An'Am ayat 145
Ibnu Katsir menjelaskan bahwa ayat ini merupakan penegasan atas
makanan-makanan yang diharamkan bagi umat Islam. Ayat ini mengulangi
kembali larangan-larangan yang sebelumnya sudah dijelaskan dalam Al-Qur'an,
yaitu terkait bangkai, darah yang mengalir, daging babi, dan hewan yang
disembelih bukan atas nama Allah. Menurut Ibnu Katsir, larangan ini adalah
bagian dari hukum syariah yang wajib dipatuhi oleh setiap Muslim. Namun,
dalam kondisi darurat di mana seseorang tidak menemukan makanan lain dan
berada dalam keadaan yang memaksa, diperbolehkan untuk mengonsumsi
makanan haram tersebut dalam jumlah secukupnya untuk bertahan hidup. Ibnu
Katsir juga menguraikan bahwa ayat ini merupakan bagian dari penjelasan yang
lebih luas mengenai hukum-hukum syariat yang berkaitan dengan makanan,
serta menekankan bahwa ketaatan kepada perintah Allah adalah suatu
kewajiban bagi setiap Muslim. Selain itu, tafsir ini juga mengingatkan bahwa
ada hikmah di balik setiap larangan, yang bertujuan untuk menjaga kesehatan
dan kesejahteraan umat.
E. Analisa tentang sabar
Istilah "haram" dalam konteks agama Islam merujuk pada sesuatu yang dilarang atau tidak diperbolehkan. Hal ini mencakup tindakan, makanan, minuman, atau perilaku yang dianggap bertentangan dengan ajaran Islam. Konsep haram berfungsi sebagai pedoman bagi umat Muslim dalam menjalani kehidupan sehari-hari agar sesuai dengan prinsip-prinsip agama. "Haram" adalah istilah Arab dengan makna penting dalam hukum dan praktik Islam. Istilah ini merujuk pada apa pun yang dilarang atau diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Kata "haram" berasal dari akar bahasa Arab "-r-m", yang berarti "larangan", "terlarang", atau "suci". Akar ini juga ditemukan dalam kata-kata Arab lainnya seperti "arm" (terlarang) dan "urm" (tempat-tempat suci).
Dalam Islam, "haram" adalah kategori hukum dasar yang mendefinisikan tindakan, perilaku, dan objek yang dianggap berdosa dan melanggar hukum. Larangan ini berdasarkan Al-Quran, Sunnah (ajaran Nabi Muhammad), dan hukum Islam. Memahami konsep "haram" sangat penting bagi umat Muslim karena memandu kehidupan sehari-hari mereka dan membantu mereka hidup sesuai dengan ajaran Islam. Dengan menghindari tindakan "haram", umat Muslim berusaha untuk menyucikan niat mereka, memperkuat iman mereka, dan mendapatkan berkah Allah. "Haram" adalah kebalikan dari "halal", yang berarti "halal" atau "diperbolehkan". Sementara "haram" mewakili hal-hal yang dilarang, "halal" mencakup segala sesuatu yang diizinkan dan dianjurkan dalam Islam.
 
Istilah "haram" adalah konsep dasar dalam Islam, yang menandakan tindakan, perilaku, dan objek yang dilarang oleh Allah. Dengan memahami dan mematuhi prinsip-prinsip "haram", umat Muslim berusaha untuk menjalani kehidupan yang menyenangkan bagi Tuhan dan selaras dengan bimbingan-Nya. Perbedaan antara "haram" dan "halal" berfungsi sebagai kerangka kerja untuk pengambilan keputusan etis dan membantu umat Muslim menavigasi kompleksitas kehidupan. KBBI mendefinisikan "haram" sebagai sesuatu yang dilarang oleh agama Islam, yang berarti tidak halal. Istilah ini juga merujuk pada sesuatu yang suci dan terpelihara, seperti tanah suci Mekah. Selain itu, "haram" dapat digunakan untuk menekankan sesuatu yang sama sekali tidak terjadi atau sungguh-sungguh tidak mungkin. Ada perbedaan arti antara "haram" dalam bahasa Indonesia dan bahasa Arab, meskipun keduanya memiliki akar yang sama. Dalam bahasa Indonesia "Haram" umumnya dipahami sebagai sesuatu yang dilarang oleh agama Islam, khususnya dalam konteks makanan dan minuman yang tidak halal. Kata ini juga bisa digunakan untuk menyatakan sesuatu yang sangat tidak mungkin terjadi atau sangat dilarang secara moral. Dalam bahasa Arab "" (arm) memiliki makna yang lebih luas dan mendalam. Selain merujuk pada larangan agama, "arm" juga dapat merujuk pada sesuatu yang suci, terlarang, atau terpelihara. Kata ini juga digunakan untuk menyatakan sesuatu yang dilarang secara sosial atau etika, bukan hanya dalam konteks agama. Contoh Perbedaan, dalam bahasa Indonesia, "haram" sering digunakan untuk menyatakan bahwa sesuatu tidak halal untuk dimakan, seperti "daging babi haram." Dalam bahasa Arab, "arm" juga dapat digunakan untuk menyatakan bahwa sesuatu adalah tempat suci, seperti "Makkah adalah kota arm."
Meskipun keduanya memiliki akar yang sama, "haram" dalam bahasa Indonesia dan bahasa Arab memiliki makna yang berbeda. Bahasa Indonesia cenderung menggunakan "haram" dalam konteks agama dan larangan, sementara bahasa Arab memiliki makna yang lebih luas dan mencakup aspek sosial dan etika.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun