Mohon tunggu...
Diajeng Ayu Putri Sukandi
Diajeng Ayu Putri Sukandi Mohon Tunggu... Lainnya - I love my self

being mature enough to write

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Sekilas Tentang Jurnalisme 3.0

5 Oktober 2017   12:35 Diperbarui: 5 Oktober 2017   12:48 1817
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perkembangan teknologi yang semakin pesat, tentu sudah tidak bisa dibendung lagi. Segala penjuru dalam lini kehidupan rasanya sudah dimasuki oleh yang namanya teknologi. Termasuk teknologi informasi dan komunikasi yang juga mengalami perkembangan yang cukup pesat. Seiring dengan berjalannya waktu, perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, perlahan membawa pengaruh dalam perkembangan medium berita.

Jika mengulang sejarah perkembangan jurnalisme, maka medium awal berita tentu adalah kertas, yang diolah sedemikian rupa sehingga muncul wujud koran, majalah, dan lain sebagainya. Lalu, memasuki tahun-tahun awal perkembangan internet, mulailah terkenal generasi pertama internet komersil, yakni Web 1.0 (1996) atau  World Wide Web oleh Tim Barners Lee dengan basis read only web yang tidak terlalu interaktif (Patel, 2013).

Kemudian, muncul Web 2.0 (2006) sebagai generasi generasi kedua dengan basis read and write web. Generasi kedua ini lebih interaktif, hal itu ditantai dengan munculnya fitur tagging dan linking seperti Flicker, Bloger, Wiki dan Youtube. Lalu, Web 3.0 (2016) hadir dengan basis read, write and execute web yang bisa dioperasikan dengan mobile phone (Patel, 2013). Borlands (2017) dalam artikelnya A smarter web: new technologies will make online search more intelligent--and may even lead to a "Web 3.0."menyebtkan bahwa Web 3.0 adalah teknologi web dengan akses mobile broadbandyang meluas ke layanan web dengan layanan perangkat lunak on demand. Sejauh ini sudah muncul hingga Web 4.0 dan Web 5.0. Namun masih sedikit sekali litelatur yang membahas dua web dan keterkaitannya dengan dunia jurnalaistik, sehingga membuat penulis membatasi hanya sampai Web 3.0.

Perjalanan dari Web 1.0 sampai 3.0 tentu merupakan sebuah kemajuan yang luar biasa. Dalam produksi dan penyampaian produk jurnalistik ketiganya tentunya memiliki perbedaan satu sama lain. Hal yang paling menonjol terletak pada produksi konten. Pada Web 1.0 hanya perusahaan berita yang memproduksi dan menerbitkan konten berita, audience hanya bisa mengkonsumsi konten yang diproduksi dari perusahaan media tersebut (BBC yang produksi konten, masyarakat mengkonsumsi konten). 

Berbeda dengan Web 2.0 yang semua orang bisa menerbitkan konten yang akan dikonsumsi oleh orang lain, sedangkan perusahaan media membuat platform yang digunakan orang untuk menerbitkan konten yang akan dikonsumsi oleh orang lain (Youtube, Flicker, Blogger). Kemudian, pada Web 3.0 orang mulai membuat aplikasi yang mana orang lain bisa berinteraksi di dalamnya, kemudian perusahaan media tetap membangun platform, namun kali ini orang tidak hanya bisa menerbitkan konten tapi juga bisa menerbitkan atau mendapatkan layanan dari platform tersebut (Facebook, Goole with Google Maps VR, My Yahoo!) (Patel, 2013).

Begitu banyak kemudahan yang ditawarkan melalui evolusi web. Hal ini lantas tidak didiamkan begitu saja oleh perusahaan media. Mereka samakin berlomba-lomba membuat aplikasi atau bekerjasama dengan aplikasi yang ada. Ditambah lagi, melalui Web 3.0, semua mobile phone sudah saling terhubung dengan berbagai informasi bahkan platform dan situs berita yang ada.

Sejak diperkanalkannya iPad dan sistem android, rasanya Web 3.0 semakin menguasai pangsa pasar. Salah satu gebrakan yang dilakukan oleh Web 3.0 terhadap jurnalisme online adalah munculnya e-paper. Seolah membaca peluang, kemunculan Web 3.0 membuat perusahaan media segera beralih dari bentuk konvensional menuju bentuk digital. Tak tanggung-tangung, perusahaan media besar seperti Kompas dan Jawa Pos langsung membuat koran mereka ke dalam bentuk elektronik paper atau e-paper.

Gambar 2. Digital Edition Jawa Pos
Gambar 2. Digital Edition Jawa Pos
Pemindahan bentuk koran konvensional ke dalam bentuk digital, sejatinya tidak masalah. Namun, yang menjadi masalah utama di sini adalah portal berita online yang lain yang masih memandang kecepatan sebagai senjata utama.

Terlepas dari akurat, tajam, dan kredibel, cepat masih menjadi primadona yang membuat para jurnalis media online bersaing secara ketat. Namun, dengan persaingan yang semakin ketat ini maka kecepatan sudah berubah menjadi ladang bisnis. Jurnalisme online era ini adalah jurnalisme kapitalis yang telah "menciptakan" bias antara produk jurnalistik dengan non-jurnalistik. Bias ini, semakin kentara tatkala media online mulai mengkaburkan mana yang pantas disebut berita jurnalistik dan berita non-jurnalistik. Peg Corner dalam Kususmanigrat memberikan kritiknya dalam praktik jurnalistik yang relevan dengan masa sekarang:

"The regular capitalist press is a business which is operated for a profit and not as a culture enterprise. It prints what is in its own self Interest, what is sensational news that will attract purchasers -- not what will educate or will promote the general welfare. It often is also a "literatur" of escape from the fears and pressures of an unstable economics system from the horrors of the atomic war (which is also sponsor) and from the empty cultural life. It keeps the average man from thinking too much about his employer or his government and its policies, by sensational treatment of sex, gangsterism, sport and comics" (Kusumanigrat, 2016, hal 67-68).

Produk jurnalistik yang layak disebut berita jurnalistik adalah ia yang mengandung unsur layak berita dan sesuai dengan sembilan elemen jurnalisme, bukan mereka yang cepat dan yang mendapat banyak like.  

Unsur layak berita terdiri dari, berita harus akurat, berita harus lengkap, adil dan berimbang, berita harus objektif, berita harus ringkas dan jelas, dan berita harus hangat. Tak lupa yang terpenting, sebuah liputan berita adalah tentang sebuah perisiwa yang penting dan menyangkut orang banyak (Kusumaningrat 2016). Jika sebuah berita sudah memenuhi beberapa unsur tersebut, maka berita tersebut bisa dikatakan layak.

Selain unsur layak berita, dalam pembuatan produk jurnalistik, seorang jurnalis tidak boleh melupakan Sembilan Elemen Jurnalisme, yakni: Keutamaan jurnalisme adalah kejujuran, Jurnalisme harus loyal terhadap warga (citizen), Esesnsi jurnalisme adalah disiplin verifikasi, Jurnalis  harus independen, Jurnalis menjadi watchdog terhadap pemerintah, Jurnalisme menyediakan forum dan kritik bagi publik, Jurnalisme membuat hal penting menjadi menarik dan relevan, Jurnalis membuat berita yag komperhensif dan proporsional, Jurnalis mengikuti hati nurani mereka, dan Partisipasi warga (citizen) dalam hal-hal yang berkaitan dengan berita (Kovack, 2001).  

Berpatokan dari dua hal di atas, perkembangan jurnalisme online yang didukung dengan Web 3.0 seharusnya bisa maksimal. Namun sayangnya kecanggihan yang diberikan oleh Web 3.0 semakin membuat bias dalam penyampaian informasi jurnalistik (news) dengan non-jurnalistik. Semuanya dijadikan ke dalam satu paket portal berita yang terkadang porsinya lebih banyak informasi non-jurnalistik. Bahkan, sekelas Kompas pun masih boleh dikatakan "bimbang" dalam sajian info jurnalistik dan non-jurnalistik

Gambar 3. Berita Kaesang
Gambar 3. Berita Kaesang
Gambar di atas merupakan potongan berita yang diambil dari Kompas.com. Seperti yang sudah terlihat pada gambar, berita tentang Kaesang ini masuk dalam kategori News Nasional, dan mengisi halaman depan portal berita ini. Setelah membaca berita ini, menganalisis isinya dan melihat kategorinya, kemudian muncul pertanyaan "Apakah berita ini cukup berpengaruh bagi kepentingan publik? Pentingkah orang tahu berita ini?" luar biasa sekali berita Kaesang sampai mengalahkan ThePower of Setya Novanto.

Secara teknis memang tidak perlu diragukan lagi. Sebagai salah satu perusahaan media raksasa, jurnalis kompas masih cukup memegang teguh kaidah kepenulisan jurnalaistik sesuai dengan kode etik. Liputan yang diberikan, selain cepat juga detail. Berdasarkan kaidah kelayakan berita, kompas masih masuk dalam kategori aman, hanya saja berita di atas tidak coverboth side, sehingga masih sedikit ada cela. Tapi, berapa banyak masyarakat Indonesia yang membutuhkan informasi itu? tidak semua masyarakat Indonesia mampu ke Singapura. Mereka lebih butuh rentetan berita bahan pokok dan kabar pembangunan.

Masyarakat Indonesia tidak butuh kabar perselingkuhan Raffi Ahmad dan Ayu Ting-Ting. Mereka juga tidak butuh update berita pernikahan Raisa dan Hamish Daud. Mereka butuh informasi yang mencerdasakan dan dekat dengan ehidupan mereka. Nitizen dewasa ini semakin pandai dalam memilah berita. Mereka semakin selektif dalam menyaring informasi. Terlebih karena banjir informasi yang mulai tdak terbendung ini, ma tidak mau membuat mereka harus pasang badan agar tidak salah mengkonsumsi informasi. Maka, di sinilah peran jurnalis.

Kecanggihan teknologi yang ada memang banyak membawa manfaat, tapi juga tidak sedikit kerugian yang disebabkan. Mengingat berbagai fenomena yang ada, memang masih terdapat bias antara informasi jurnalistik dan non-jurnalistik. Semuanya dijadikan satu kemasan produk jurnalistik, meski terkadang yang informative dan edukatif cenderung kurang. Hal ini dapat dimaklumi, sebab demi keberlangsungan hidup media, mereka tentu bisa dengan mudah menggadaikan idealism demi tuntutan konsumen. 

Pada dasarnya konsumen memang lebih menyukai berita yang viral dan boombastis daripada berita yang informative. Tapi itu dulu, konsumen sekarang jauh lebih pintar dalam memilah informasi mana yang akan dikonsumsi. Hal ini tentu menguntungkan bagi jurnalis media online. Mereka mulai bisa menghilangkan bias yang ada dalam produk jurnaistik. Mereka mulai bisa memotong prinsip kecepatan dengan akurasi. Beberapa portal media online mulai bebebah, bahkan ada beberapa yang mulai membangn ulang. Salah satu yang paling populer saat ini adalah Kumparan dan Tirto.

Gambar 4. Video dalam Berita Kumparan
Gambar 4. Video dalam Berita Kumparan
 

Gambar 5. Infografis Tirto
Gambar 5. Infografis Tirto
Dua situs berita di atas masih tergolong baru. Kumparan didirikan oleh mantan pendiri Detik.com, maka tak heran jika dari segi konten cukp bagus. Kemudian tirto datang liputan medalamnya yang cukup menyita perhatian. Di tengah tandusnya liputan mendalam jurnalisme online, tirto hadir dengan wajah barunya.

Selain konten yang baik, dua model situs jurnalisme online ini juga lebih selektif dalam penghimpunan berita. Untuk soal interkatif dan menggaet pembaca, mereka juga memanfaatkan kemajuan teknologi yang ada. Mereka menambahan visual yang kuat dalam semua beritanya, baik dalam bentk grafis, foto atau audio. Sungguh kolaborasi yang cantik anata teknologi web dan jurnalisme online.

Namun, perlu diingat, bahwa masih banyak pekerjaan rumah dari jurnalis media online dalam hal penghimpunan dan pengemasan berita. Tidak semua situs berita dan jurnalis seperti milik Tirto, Kumparan, Kompas, Tempo, dan sebagainya. Oleh karena itu pembekalan skill dan kemampuan kolaboratif itu perlu. Jurnalis masa sekarang harus multitasking. Karenanya, mereka perlu diberi bekal kecerdasan fisik, emosional, mental dan intuitif serta kreativitas yang kuat agar dapat memanfaatkan dan menyeimbangi kemajuan teknologi yang ada. Bukan teknologi yang mengikuti manusia, tapi manusialah yang harus mengikuti perkembangan teknologi.

PUSTAKA

Borland, J. (2007). A smarter web: new techologies will make online search more intelligent -- and may even lead to a Web 3.0. Technologyreview.com. Diakses dari: technologyreview.com pada 04 Oktober 2017.

Kovach & Rosenstiel. (2001). The elements of journalism. New York: Crown Publishers.

Kusumaningrat. (2016). Jurnalistik: teori dan praktik. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

Patel, K. (2013). Incremental journey for world wide web: introduced with web 1.0 to recent web 5.0 -- a survey paper. International Journal of Advanced Research in Computer Science and Software Engineerin.Vol. 3 Issue. 10.

Sumber Gambar:

Gambar 1: http://epaper.kompas.com/kompas/ diakses pada 05 Oketober 2017

Gambar 2: http://digital.jawapos.com/ diakses pada 05 Oktober 2017

Gambar3: nasional.kompas.com diakses pada 04 Oktober 2017

Gambar 4: Kumparan.com diakses pada 05 Oktober 2017 

Gambar 5: https://tirto.id/diplomasi-fauna-dan-bujuk-rayu-cina-cxLC diakses pada 05 Oktober 2017

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun