Mohon tunggu...
Diajeng Ayu Putri Sukandi
Diajeng Ayu Putri Sukandi Mohon Tunggu... Lainnya - I love my self

being mature enough to write

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Paket Lengkap Jurnalisme Multimedia

8 September 2017   05:06 Diperbarui: 8 September 2017   05:09 1305
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perkembangan teknologi yang semakin pesat, juga membawa pengaruh pada perkembangan dalam dunia jurnalistik dan industri media. Internet sebagai hasil dari perkembangan teknologi, ternyata turut memberikan andil dalam praktik jurnalistik. Salah satu hasil dari perkembangan teknolgi adalah dengan munculnya praktik jurnalisme baru, yakni jurnalisme multimedia.

Jurnalisme multimedia terdiri dari tiga kata kunci utama, yakni junalisme, multi dan media. Jurnalisme merupakan sebuah praktik penyampaian informasi yang terdiri dari news gathering, news processing (producing), news editing dan news publishing. Multi, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia dapat diartkan sebagai sesuatu yang banyak; lebih dari satu; lebih dari dua. Masih dalam sumber yang sama, media dapat diartikan sebagi alat; alat (sarana) komunikasi seperti koran, majalah, radio, televisi, film, poster, dan spanduk; perantara; penghubung. Multimedia sendiri menurut Deuze dalam Azkia (2015, hal. 42) adalah sebuah cara menyajikan berita melalui beragam formatseperti audio, teks, musik, foto, animasi. 

Jadi jika ditarik garis merah, jurnalisme multimedia bisa diartikan sebagai sebuah praktik jurnalistik yang menggabungkan berbagai macam media dalam menyampaikan informasi. Praktik multimedia dalam jurnalistik memang sdah susah untuk dipisahkan dewasa ini. Internet menciptakan konvergensi antar media yang mendukung pernyataan di atas.

Sejalan dengan itu, Boczkowski dalam Azkia (2015, hal. 43) mendefinisikan konvergensi sebagai penggabungan beragam teknologi, seperti cetak, televisi, telpon dan komputer. Paket lengkap konvergensi dalam satu situs berita sudah menjadi daya terik tersendiri bagi para pembaca. Praktik jurnalisme seperti itu juga sudah mulai banyak diterapkan di media asing, seperti CNN, boston.com, The Guardian, dan masih banyak lagi. Di Indonesia sendiri praktik jurnalisme multimedia juga sudah mulai menjamur. Beberapa media seperti The Jakarta Globe, Kumparan.com, dan Kompas sudah mulai melakukan konvergensi secara lengkap. Kompas dengan Vik.kompas.com adalah salah satu yang paling menonjol. 

VIK atau Visual Interaktif Kompas merupakan sebuah laman gabungan dari harian kompas, kompas.kom dan kompas tv. Dalam lamannya setiap pemberitaan atau peristiwa akan disajikan secara naratif dan diperkaya dengan tampilan visual seperti grafis, video, foto, audio atau multi-media. Hal ini membuat VIK menjadi paket lengkap nan mudah untuk diakses. Hanya dengan satu keyword dan satu kali klik pembaca sudah bisa menikmati praktik jurnalisme multimedia yang ada. Sangat memudahan, namun butuh jaringan internet (dalam keadaan online) yang cukup stabil agar bisa mengaksesnya. Ketika tidak dalam keadaan online atau dalam jariangan, akan sedikit susah untuk mengakses praktik jurnalisme multimedia.

Lantas, apa yang membedakan antara Jurnalisme Online dan Jurnalisme Multimedia?

Tidak ada beda yang mendasar. Sejauh yang penulis tahu, Jurnalisme Online dan Jurnalisme Multimedia sama-sama disokong oleh perkembangan teknologi, utamanya internet. Hanya saja, jurnalisme multimedia lebih menawarkan paket lengkap semua format pemberitaan. Pada awal kemunculannya, memang Jurnalisme Online muncul dengan dengan penggabungan antara teks dan foto saja, seperti awal kemunculan detik.com pada tahun 1996. 

Apa yang ada di media cetak itulah yang ada di media online. Namun, semakin bertambah tahun dan teknologi semakin berkembang, maka penggabungan tidak hanya dalam bentuk teks dan foto saja, melainkan menjadi lebih kompleks dan banyak, seperti foto, teks, video, audio, bahkan animasi, sehingga mulai disebut sebagai Jurnalisme Multi-media. Awalnya hanya dua media, tesk dan foto, kemudian semua media, sehingga seperti sekarang ini. 

Kemunculan Jurnalisme Multimedia sejatinya membawa iklim pemberitaan yang cukup bagus, namun juga merisukan. Jurnalisme multimedia secara tidak langsung dapat "membunuh" jurnalisme konvensional, seperti cetak. Berbagai kasus senjakala media cetak mulai menjamur diberbagai wilayah. Dari mulai koran kecil hingga koran ternama seperti Independent dan Indepenedent On Sunday pun mulai mengalami penutupan. 

Mereka lebih memilih bentuk online (independent.co.uk) dari pada mempertahankan bentuk cetaknya. Hal ini tentu memprihatinkan. Untuk Indonesia sendiri memang cukup banyak media cetak yang tutup, namun permasalahanya, beberapa media online di Indonesia masih belum memiliki citra yang bagus. Mereka hanya cepat, tapi kulalitas tidak memadai. Beerapa pemberitaan terkadang tidak mengikuti etika dasar jurnalistik. Hal ini tentu menjadi dilema.

Maka, memang harus ada solusi tepat dari kedua belah pihak. Dengan segera media online termasuk jurnalisme multimedia harus memperbaiki kualitas pemberitaan mereka. Cepat saja tidak cukup, kualitas juga harus tetap dipertahankan. Etika jurnalistik harus tetap dipegang teguh. Kemudian untuk media konvensiona, mereka harus segera berinovasi agar tetap mempertahankan pembaca. Sejatinya memang media cetak tidak akan benar-benar bisa ditinggalkan, namun setidaknya harus ada inovasi agar mereka masih bisa bertahan ditengah arus online.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun