Mohon tunggu...
Diajeng AnnisaNurkhasanah
Diajeng AnnisaNurkhasanah Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Jurnalistik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Beauty care

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Podcast Sebagai Tren Baru Dalam Dunia Jurnalistik

22 Desember 2024   22:15 Diperbarui: 22 Desember 2024   22:15 14
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam beberapa tahun terakhir, podcast telah muncul sebagai salah satu tren paling menarik dalam dunia jurnalistik. Format audio ini menawarkan cara baru untuk menyampaikan berita dan informasi, menjangkau audiens yang lebih luas dan beragam. Dengan semakin banyaknya orang yang beralih ke media digital, podcast memberikan platform yang unik untuk jurnalis dalam mengemas dan mendistribusikan konten. Mari kita eksplorasi lebih dalam tentang bagaimana podcast telah mengubah lanskap jurnalistik dan apa artinya bagi masa depan media.

Podcast bukanlah hal baru, konsep ini sudah ada sejak awal 2000-an. Namun, popularitasnya melonjak pesat dalam beberapa tahun terakhir, terutama dengan kemajuan teknologi dan meningkatnya penggunaan smartphone. Banyak orang sekarang lebih memilih mendengarkan konten audio daripada membaca artikel atau menonton berita di televisi. Ini menciptakan peluang besar bagi jurnalis untuk mengeksplorasi format baru yang lebih interaktif dan menarik.

Salah satu alasan utama di balik pertumbuhan podcast adalah kemudahan aksesibilitasnya. Dengan hanya menggunakan ponsel pintar, pendengar dapat mengakses ribuan podcast dari seluruh dunia, menjadikannya sumber informasi yang mudah dijangkau. Ini sangat relevan bagi generasi muda yang lebih suka mengonsumsi konten secara mobile dan fleksibel. Dalam konteks ini, jurnalis memiliki kesempatan untuk menjangkau audiens yang sebelumnya mungkin tidak tertarik pada berita tradisional.

Salah satu aspek paling menarik dari podcast adalah kemampuannya untuk menyampaikan cerita dengan cara yang lebih mendalam dan personal. Dalam format audio, jurnalis dapat menggali cerita dengan lebih detail, memberikan konteks yang lebih kaya daripada yang biasanya dapat disampaikan dalam artikel cetak atau laporan berita singkat. Pendengar dapat merasakan emosi dan nuansa dari cerita yang diceritakan, menciptakan koneksi yang lebih kuat antara jurnalis dan audiens.

Selain itu, podcast memungkinkan jurnalis untuk melakukan wawancara yang lebih panjang dan mendalam dengan narasumber. Dalam banyak kasus, wawancara ini dapat mengungkap perspektif yang tidak terduga atau informasi baru yang mungkin tidak muncul dalam format berita tradisional. Dengan demikian, podcast menjadi alat yang efektif untuk menggali isu-isu kompleks dan memberikan pemahaman yang lebih baik kepada pendengar.

Podcast juga menawarkan peluang untuk interaksi yang lebih besar antara jurnalis dan audiens. Banyak podcaster mengajak pendengar untuk berpartisipasi melalui pertanyaan atau komentar, menciptakan ruang bagi diskusi terbuka tentang isu-isu penting. Beberapa podcast bahkan mengadakan sesi tanya jawab langsung atau mengundang pendengar untuk berbagi pengalaman mereka terkait topik tertentu. Ini tidak hanya meningkatkan keterlibatan tetapi juga memberikan perspektif tambahan yang dapat memperkaya konten.

Keterlibatan audiens juga dapat dilihat melalui platform media sosial di mana banyak podcaster membangun komunitas pendengar mereka. Melalui platform ini, pendengar dapat berdiskusi tentang episode terbaru, berbagi pemikiran mereka, atau bahkan memberikan saran tentang topik yang ingin dibahas di masa depan. Hal ini menciptakan hubungan yang lebih erat antara jurnalis dan audiens, menjadikan podcast sebagai medium yang lebih inklusif.
   
Meskipun ada banyak keuntungan dari podcasting dalam jurnalistik, ada juga tantangan yang perlu dihadapi oleh para jurnalis. Salah satunya adalah kebutuhan untuk menjaga standar etika jurnalistik. Dalam upaya untuk menarik perhatian pendengar, ada risiko bahwa beberapa jurnalis mungkin tergoda untuk mengorbankan akurasi demi sensationalisme. Oleh karena itu, penting bagi jurnalis untuk tetap berpegang pada prinsip-prinsip dasar jurnalisme seperti keakuratan, keseimbangan, dan integritas.

Tantangan lain adalah persaingan dengan berbagai jenis konten audio lainnya. Saat ini, banyak orang tidak hanya mendengarkan berita tetapi juga hiburan, komedi, dan berbagai jenis podcast lainnya. Ini berarti bahwa jurnalis harus menemukan cara untuk membedakan diri mereka dari konten non-jurnalistik agar tetap relevan dan menarik bagi pendengar.

Salah satu podcast yang mulai masuk ke dunia jurnalistik adalah podcast "Bocor Alus". Bocor Alus ialah program siniar yang diproduksi oleh wartawan Tempo, yang menonjolkan isu-isu politik terkini dengan pendekatan yang lebih santai dan informal. Sejak diluncurkan, podcast ini telah menarik perhatian banyak pendengar dan bahkan menjadi lebih terkenal daripada majalah Tempo itu sendiri. Konsep "bocor alus" mengacu pada penyampaian informasi atau rumor politik yang halus, mirip dengan ban mobil yang bocor perlahan tanpa disadari, sehingga dapat memberikan dampak yang signifikan di kemudian hari.

Podcast ini biasanya berisi desas-desus dan rumor politik yang sedang hangat diperbincangkan. Wartawan Tempo berusaha menyajikan informasi yang dianggap layak dipercaya, meskipun tidak jarang juga terdapat kritik mengenai akurasi dan keseimbangan informasi yang disampaikan. Dalam beberapa kasus, podcast ini telah menghadapi kontroversi, terutama ketika menyangkut tuduhan bahwa beberapa kontennya tidak memenuhi standar jurnalistik yang baik.

Salah satu momen penting dalam perjalanan podcast ini adalah ketika Menteri BUMN, Erick Thohir, mengadukan isi podcast "Bocor Alus Politik" ke Dewan Pers. Ia merasa bahwa beberapa informasi dalam podcast tersebut tidak terverifikasi dan cenderung menyudutkan dirinya. Dewan Pers kemudian memutuskan bahwa podcast tersebut melanggar beberapa pasal dalam Kode Etik Jurnalistik, termasuk ketidakberimbangan dalam penyampaian informasi dan kurangnya verifikasi sumber.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun