Mohon tunggu...
Diah Woro Susanti
Diah Woro Susanti Mohon Tunggu... Full Time Blogger - blogger

Blogger, Content Creator FB : Mbak Dee Twitter/Ig : @mba_diahworo Email : Diahworosusanti@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Menjelajahi Sejarah di Balik Kulineran Cikini Gondangdia

27 Juli 2024   21:27 Diperbarui: 28 Juli 2024   10:38 664
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jakarta, ibu kota Indonesia, menyimpan sejuta pesona termasuk dalam hal kuliner dan sejarahnya. Komunitas Koteka Kompasiana, bersama minuman Country Choice, baru saja mengadakan acara kulineran yang menjelajahi empat destinasi legendaris di kawasan Cikini Gondangdia. 

Dalam tur ini, 50 peserta yang terdiri dari member Koteka dan peserta Giveaway Country Choice terpilih diajak menilik sejarah sambil menikmati kelezatan dari Toko Roti Lauw, Warung Jamu Warisan, Toko Kopi Bubuk Luwak di Gondangdia, dan Es Krim Tjanang di Hotel Cikini dipandu tour guide dari Wisata Kreatif Jakarta. Berikut adalah ulasan singkat dari masing-masing destinasi yang dikunjungi.

Toko Roti Lauw: Sejak 1940
Destinasi pertama adalah Toko Roti Lauw di dekat stasiun Gondangdia persis bersebelahan dengan pasar Gondangdia, sebuah toko roti yang telah berdiri sejak tahun 1940 oleh Lau Tjoan To.

Toko ini terkenal dengan roti jadul khasnya yang agak keras namun mengenyangkan. Dengan harga yang sangat terjangkau, hanya Rp 8.000 per potong, Roti Lauw tetap menjadi pilihan banyak orang hingga saat ini karena roti-rotinya tidak mengandung pengawet. 

Toko roti Lauw (dok.pri) 
Toko roti Lauw (dok.pri) 

Varian rasa roti Lauw standar saja, mulai dari rasa coklat, nanas, kelapa, keju dan tersedia pula roti gambang. 

Roti keras beraroma gula aren dan kayu manis dan taburan wijen yang enak sekali kalau dicelup ke dalam kopi pahit tanpa gula sebelum dimakan. Atau bisa juga kunyah dulu roti gambangnya yang keras dan terasa seret lalu seruput kopi pahitnya sebelum ditelan. 

Sayang, pabriknya sudah pindah ke Pulogadung, jadi kita tidak bisa melihat proses pembuatannya. Namun dibalik toko sederhana ini kita bisa menyaksikan sejarah sebuah usaha roti yang masih bertahan di eranya kafe-kafe yang me menawarkan roti dan minuman kopi masa kini sebagai tempat untuk hangout.

Warung Jamu Warisan: Racikan Tradisional Sejak Tahun 1960

Perjalanan kuliner dilanjutkan ke Warung Jamu Warisan yang terletak di dalam Pasar Gondangdia. Kini dikelola oleh generasi kedua, warung jamu ini menawarkan berbagai jamu racikan seperti kunyit asem dan beras kencur yang dijual dalam botol ukuran 500 ml seharga Rp 15.000. 

Ibu Rini penjual Toko Jamu Warisan (dok.Wisata Kreatif Jakarta) 
Ibu Rini penjual Toko Jamu Warisan (dok.Wisata Kreatif Jakarta) 

Toko Jamu Warisan (Dok. Pri) 
Toko Jamu Warisan (Dok. Pri) 

Pada awalnya, toko jamu ini didirikan oleh ibu Ayu, orangtua bu Rini. Saat itu beliau berjualan selalu mengenakan pakaian khas, kebaya dan jarik. Khas penjual jamu kala itu. Pelanggannya banyak. Kini toko jamu ini tetap bertahan dan menjual aneka jenis barang kelontongan seperti rokok dan es krim.

Sejak dulu jamu tradisional diketahui tidak hanya menyegarkan tetapi juga menyehatkan. Racikan Ibu Rini memiliki khasiat yang tak diragukan lagi, menjadikan warung ini masih menjadi destinasi favorit bagi pecinta jamu tradisional.

Toko Kopi Bubuk Luwak di Gondangdia: Sejak 1930
Masih sederetan dengan toko roti Lauw selanjutnya, peserta tur mengunjungi Toko Kopi Bubuk Luwak yang telah berdiri sejak tahun 1930. Kini dikelola oleh Koh Lun, toko ini menawarkan aneka biji kopi yang terkenal dengan cita rasa khas dan keistimewaannya. 

Koh Lun orangnya sederhana dan gigih dalam berusaha. Jiwa pedagang orang Tionghoa mengalir deras di dalam tubuhnya meskipun diakuinya ia tidak pernah sempat mengenyam bangku sekolah, tidak bisa membaca tulis. Sambil bergurau ia menyebut namanya Asnawi singkatan Asli Cina Betawi.

Koh Lun (dok. Wisata Kreatif Jakarta) 
Koh Lun (dok. Wisata Kreatif Jakarta) 

Pada awalnya toko kopi ini bernama Toko Burung Kenari. Sempat vakum dua tahun setelah kebakaran hebat di tahun 2014, koh Lun kemudian mengganti nama tokonya menjadi Toko Kopi Luwak, agar hokinya bisa sebagus kopi Luwak yang tengah trend kala itu. 

Kopi dari toko ini tetap mempertahankan kualitas dan metode pengolahan tradisional. Pelanggan dibiarkan memilih aneka biji kopi yang bervariasi harganya kemudian ditimbang dan terakhir digiling dengan mesin penggiling bermesin diesel. Gilingannya bisa kasar, sedang atau halus tergantung selera, selanjutnya dikemas dalam kemasan kertas coklat. 

Es Krim Tjanang di Hotel Cikini: Favorit Presiden Sejak Tahun 1960 
Tur kuliner ditutup dengan manis di Hotel Cikini, tempat Es Krim Tjanang yang legendaris bisa ditemukan. Es krim ini merupakan favorit dua presiden RI, Soekarno dan Soeharto, dan sering dijadikan suguhan untuk tamu negara dan acara keluarga. 

Dibuat dari bahan-bahan alami tanpa pengawet, es krim ini menawarkan cita rasa yang klasik dan autentik yang jarang ditemukan di tempat lain.

Es krim Tjanang (Dok. Pri) 
Es krim Tjanang (Dok. Pri) 

Awalnya toko es krim ini didirikan oleh Lie Sim Fie bernama toko Tjan Nyan. Karena ada peraturan pelarangan menggunakan nama Tionghoa maka diganti menjadi toko Tjanang. 

Lambat laun usaha toko es krim ini tidak sanggup bertahan karena kalah persaingan. Akhirnya lahannya disewakan dan es krim Tjanang dijajakan dengan cara dititipkan ke warung-warung dan restoran. 

Kini lahan tempat usaha es krim Tjanang berubah wujud menjadi Hotel Cikini. Alhamdulillah masih bisa merasakan jejak sejarahnya di sini. 

Wisata Plus-plus 
Acara kulineran ini diselenggarakan oleh Komunitas Traveler Kompasiana atau Koteka dengan dukungan dari minuman Country Choice, yang baru saja meluncurkan varian Fit Fresh Purify Green. 

Minuman dalam. Kemasan tetrapack yang mengandung manfaat dari buah kiwi, mangga, apel hijau, sayur brokoli dan sereh ini sangat aman untuk pencernaan, terutama setelah kalap menikmati berbagai kuliner lezat sepanjang hari. 

Acara ini dipandu oleh tour guide mba Mutia dari Wisata Kreatif Jakarta, yang menawarkan pengalaman walking tour plus-plus. 

Artinya selain jalan-jalan mengunjungi tempat-tempat yang mengandung sejarah, wisata ini juga mengajak kita mengenal warisan budaya, dan yang pasti mencicipi makanan lezat yang ada di Jakarta dengan cara berjalan kaki (walking tour) per kawasan.

Dok. Pri
Dok. Pri

Di acara ini, saya dan rombongan melewati beberapa tempat yang mengandung sejarah yang diulas singkat. Dari titik awal di Gedung Joeang kami melewati masjid Cut Meutia, sop buntut Cut Meutia langganan pejabat yang sudah berdiri sejak tahun 1970, gedung kantor pos besar, tugu Kunstring, kediaman Ahmad Soebarjo Menlu pertama RI, kediaman Hasjim Ning pengusaha sukses yang juga keponakan wakil presiden RI pertama Moh Hatta. Katanya, shooting film Catatan Si Boy di sini. 

Kami juga melewati Taman Ismail Marzuki, kediaman bu Dibyo yang terkenal sebagai tempat penjualan tiket konser era 80an, warung kopi legendaris Bakoel Kofie dan kulineran enak murah meriah di sisi stasiun Gondangdia misalnya gudeg bu Tinah, mie ayam, dan rumah makan bu Ida. 

Dok. Pri
Dok. Pri

Menjelajahi kuliner Cikini Gondangdia bukan hanya tentang menikmati makanan lezat, tetapi juga mengenang sejarah dan tradisi yang melekat pada setiap hidangan. 

Semoga acara ini dapat menginspirasi lebih banyak orang untuk mengeksplorasi keunikan kuliner di Jakarta.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun