Waktu masih menunjukkan sekitar pukul 14.30 WIB saat kaki saya mendarat di halte Transjakarta Pasar Baru. Di sini mba Hida sudah menunggu duluan. Alhamdulillah, sesuai prediksi, kami tiba lebih dulu. Artinya kami masih punya waktu sekitar satu jam untuk keliling sejenak bernostalgia di Pasar Baru. Yeayyyy!!!
Sepanjang mata memandang, suasana Pasar Baru masih seperti dulu. Deretan toko-toko sepatu dan bahan tekstil ada di sisi kiri dan kanan. Toko sepatu legendaris Bucherry - merk sejuta umat waktu itu dan bangunan toko merah masih berdiri perkasa. Di sudut-sudut toko, saya masih melihat penjual uang kuno. Aneka jajanan mulai dari cilok, buah dingin es cincau, es potong, pecel, sate kikil hingga keripik sanjai tampak ramai dikerubuti pelanggannya. Mereka kebanyakan menikmati makanannya sambil duduk-duduk di bawah pohon. Di ujung jalan, deretan kaki lima menjajakan koper dan tas kw juga aneka asesories perempuan mulai bikin mata saya kedap kedip. Astagfirullah aladzim, ya Allah kuatkan imanku... hahahaha...Â
Bolak balik saya mengingatkan diri. Hei, kedatangan kali ini ke Pasar Baru, kan, bukan untuk belanja. Tapi untuk kulineran bareng komunitas KPK - Kompasianer Penggila Kuliner. Nah, kebetulan sekarang adalah kali pertama Grebek KPK digelar. Tujuannya mau grebek yang jual ayam serundeng. Penasaran banget saya karena seumur hidup ngaku jadi anak Jekardeh koq bisa-bisanya ga tau ada ayam serundeng enak di Pasar Baru sih.Â
Ayam Serundeng Bu Pranata
Setelah rombongan kumpul di meet point Metro Atom Plaza, kemudian kami bergerak menyusuri deretan tenda kaki lima. Sampai di pintu belakang Metro Atom Plaza, saya ditarik mas Rahab untuk belok kanan menuju pertokoan di seberang gedung Metro Atom Plaza. Ahaa, dibalik tenda-tenda kaki lima ini terlihat seorang ibu duduk di tangga pertokoan. Di depannya ada bangku-bangku plastik dan tampah besar berisi ayam serundeng. Wah ini dia orangnya. Cacing-cacing di perut sontak melonjak-lonjak kegirangan. Ayo sikattttt...Â
Bu Pranata dengan sigap membuka nasi yang sudah dibungkus seporsi-seporsi lalu menyendokkan sambal goreng hasil ulegannya. Lauknya ya yang ada di tampah. Silakan pilih saja. Mau ayam goreng, sate usus, sate ati, sate ampela, sate ginjal, kepala ayam atau ceker goreng yang disiram dengan serundeng kelapa. Harga sepotong ayam Rp 15.000, sate ampela, sate usus dan sate ati dihargai Rp 8.000, sedangkan sate ginjal, ceker dan kepala ayam dihargai Rp. 3 ribu saja. Kalau nasinya cuma Rp 5.000. Sambelnya gratis, mau berapa sendok juga. Murah kaaan...Â
Menurut bu Pranata, ga ada resep rahasia koq kenapa jualannya laris manis. Ayam gorengnya ya biasa saja bumbunya. Tapi untuk serundeng kelapa beliau membuatnya secara terpisah biar awet. Sedangkan sambalnya dibuat dari campuran bawang merah, bawang putih, cabe rawit merah, kemiri dan tomat yang digoreng kemudian diuleg kasar. Makanya jangan kaget kalau kegigit potongan cabenya yah. Sensasinya itu lho, bikin telinga kepedesan, hoohohoho...Â
Cerita punya cerita, ibu Pranata rupanya sudah berjualan ayam serundeng sejak tahun 2004. Sambil terus tersenyum beliau sendiri pun tidak tahu persis alasannya kenapa memilih berjualan ayam serundeng. Padahal di Jakarta, biasanya penjual ayam penyet, ayam goreng ala pecel lele hingga ayam geprek ada di mana-mana.Â
But, see? Pilihan bu Pranata tidak salah. Sejak berjualan pertama kali - dimulai dari ayam seekor, lalu pelahan-lahan bertambah jadi tiga ekor, hingga sekarang bisa sepuluh ekor - jualannya makin dikenal pelanggannya. Nah, buat teman-teman yang mau nyobain ayam serundeng, ibu Pranata ada di emperan toko mulai berjualan dari sore sampai sehabisnya stok yang dibawa. Biasanya jam delapan sudah habis katanya. Masya Allah semoga bisa buka warung permanent ya bu.Â
Soal rasa, saya kasih bintang delapan. Ayam gorengnya enak banget. Empuk. Bumbunya meresap ke dalam tulang. Sekedar saran, paling enak makan ayam serundeng tuh sebenernya pake tangan, jadi nasinya diuwek-uwek bareng serundeng, potongan ayam sama sambalnya. Sayang bu Pranata ga menyiapkan kobokan karena keterbatasan tempat, jadilah makannya pakai sendok plastik saja.Â
Untuk tempat, saya kasih bintang enam. Pengunjung bisa duduk di emperan tangga-tangga pertokoan atau di bangku bakso seperti saya dan teman-teman. Â Karena tempatnya ya memang begini, seadanya saja, tak ada meja makan. Piring makannya pun hanya dari rotan dialasi kertas nasi, jadi habis makan ga usah cuci piringnya lagi. Â Untuk minuman, juga ga disediakan bu Pranata. Tapi jangan kuatir, kita bisa memesan teh botol atau air mineral di sebelah bu Pranata.Â
Ngobras Seru Soal Upgrading Twitter
Setelah ngecas perut dengan kulineran ayam serundeng, saya dan teman-teman KPK pindah lokasi. Kali ini tujuannya ke Lapangan Banteng mau ngecas otak. Bahasannya seru banget soal upgrading twitter. Temanya Membuat Kalimat Efektif Di Twitter Untuk Mendulang Duit. Nah, yang asik, pematerinya mba Yayat yang seringnya dipanggil nyah Vale (cari sendiri gih kenapa hehehe) dan disponsori oleh air mancur menari, yeayyyy!!!
Sambil gelaran tiker, saat angin sepoi-sepoi di sore manja sabtu tanggal 15 Februari 2020 silam, mba Yayat membuka dengan pertanyaan. Teman-teman tau ga, ada lho buzzer yang satu cuitannya senilai 5 juta rupiah berani lho dibayar brand. Pada mau ngga sih kaya gitu?Â
Mau dooongg. Ga terasa, satu jam berlalu begitu saja. Pertanyan-pertanyaan yang sering muncul di kepala saya tapi ga berani diutarakan akhirnya mencuat juga. Alhamdulillah, dapet insight baru soal pertwitteran. Seneng banget ada acara kaya gini. Suasana yang santai di alam terbuka bener-bener bikin otak jadi makin bergizi. Sayang, hari semakin malam. Setelah pertunjukan air mancur menari usai, kami bubar jalan. Tak lupa, agenda ngobras berikutnya segera dibuat. Kira-kira apa ya? Nantikan pengumumannya di FB KPK yaaah :D
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H