Mohon tunggu...
Diah Woro Susanti
Diah Woro Susanti Mohon Tunggu... Full Time Blogger - blogger

Blogger, Content Creator FB : Mbak Dee Twitter/Ig : @mba_diahworo Email : Diahworosusanti@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Brazil Sukses Pindahkan Ibu Kotanya, Apa Rahasianya?

11 Juli 2019   15:22 Diperbarui: 11 Juli 2019   16:51 234
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jakarta rasanya semakin sumpek. Polusinya luar biasa. Kalau musim hujan kawasan ini kerap terendam banjir sehingga melumpuhkan aktivitas. Tak ayal kemacetan yang sudah menjadi makanan sehari-hari jadi semakin parah. Akibatnya berbagai kerugian muncul. Tak hanya kerugian ekonomi tekanan stress yang menyertai juga harus diwaspadai. Benar begitu? 

Tinggal di Jakarta memang sudah tak nyaman. Kota ini juga didapuk menjadi wilayah tak layak huni. Namun bagaimana lagi, padatnya penduduk Jakarta tak bisa terlepaskan dari sejarah. Pemerintahan Hindia Belanda saat itu terlanjur menunjuk Jakarta sebagai ibu kota. Tanpa perencanaan tata kota yang matang dengan sendirinya Jakarta menggeliat dan tumbuh sendiri sampai sebesar ini. 

Dalam acara bertema "Pindah Ibu Kota Negara : Belajar Dari Pengalaman Negara Sahabat" yang digelar FMB9, Forum Medan Merdeka Barat 9 di Bappenas, Menteng, Rabu, 10 Juli 2019 kepala Bappenas dan Menteri PPN Bambang Brodjonegoro membenarkan bahwa jumlah penduduk Indonesia terkonsentrasi di pulau Jawa. 

Tercatat jumlahnya mencapai 57%. Sementara itu daerah-daerah lain memiliki jumlah penduduk sangat rendah. Persebaran ini tidak merata sehingga kontribusi ekonomi terhadap PDB nasional juga timpang. Jawa menyumbang 58,49%, diikuti Sumatera 21,66% dan sisanya daerah lain 20,47%. 

Ini tidak sehat. Dengan ketimpangan yang terjadi tentu beban Jakarta semakin berat. Kemacetan yang ditimbulkan berdampak pada efiensi bahan bakar. Kerugian negara di akhir 2017 mencapai hingga 65 T. Dari segi wilayahnya yang rawan banjir dan penurunan permukaan tanah kemungkinan Jakarta akan tenggelam di kemudian hari bisa saja terjadi. 

Untuk mewujudkan Indonesia maju pada 2045 saat ini pemerintah fokus pada tiga hal utama di lima tahun ke depan diantaranya : 

1. industrialisasi di luar Jawa,

2. Mengembangkan berbagai kawasan ekonomi, 

3. Mengembangkan enam wilayah metropolitan di luar Jawa sehingga menjadi simpul-simpul ekonomi baru di Indonesia. 

Salah satu ide menarik yang mencuat adalah pemindahan ibu kota negara. Dalam pemaparannya, beliau menegaskan bahwa pemindahan ibukota bukanlah wacana belaka. Sejak pemerintahan Soekarno pun sempat terdengar isu pemindahan ibu kota tapi sampai kini belum terealisasi. 

"Pemindahan ibu kota negara ke luar pulau Jawa merupakan salah satu strategi pemerintah untuk mewujudkan Indonesia Sentris. Kami juga ingin meratakan pembangunan karena beban Jakarta sudah sudah terlalu besar. Sebagai pusat pemerintahan Jakarta saat ini merangkap sebagai pusat bisnis, keuangan, perdagangan. 

Merujuk kesuksesan pemindahan ibu kota negara Brasil, dalam acara ini  hadir pula Duta Besar Brasil untuk Indonesia Rubem Barbosa dan Duta Besar Indonesia untuk Brasil 2010 - 2015 Sudaryomo Hartosudarmo. Mereka menceritakan saat itu di tahun 1960 ibu kota Rio De Jeneiro dipindahkan ke Brasilia. Ini merupakan lahan kosong tanpa penghuni. 

Saat itu, di tahun 1960, tujuan dipindahkannya ibu kota negara Brasil ke Brasilia untuk memperbaharui kebanggaan masyarakat nasional dengan membangun ibu kota yang modern. Disamping itu pemerataan pembangunan menjadi tujuan untuk mengatasi ketimpangan ekonomi mengingat Rio De Jeneiro adalah kota terpadat dan tersibuk sebagai pusat bisnis Brasil. 

Untuk itu pemerintah Indonesia ingin mengupayakan hal sama dengan melakukan pemerataan pembangunan antara pulau Jawa dan pulau luar JAwa. Ketimpangan ekonomi harus diatasi segera, jelas Menteri Bambang. 

Dalam perjalalannya sebagai ibu kota baru kini Brasilia memiliki pendapatan perkapita tertinggi di Brasil. Ibu kota baru ini juga berjasa bagi penyebaran agribisnis. Meskipun begitu Rio De Jeneiro tetap bertumbuh. Tidak ada kerugian ekonomi pasca pemindahan ibu kota. Dampaknya kini berkembang 20 kota satelit di sekitar Brasilia dimana kota-kota satelit ini menjadi pusat perdagangan, industri baru dan pariwisata. 

Sekarang Indonesia sedang menjajagi kemungkinan pemindahan ibu kota. Keberhasilan Brasil membangun ibu kota barunya Brasilia menjadi contoh yang tepat bagi Indonesia yang sama-sama membangun ibu kota baru di atas lahan kosong. Bedanya Brasil sudah lebih dulu melakukannya. 

Adapun Indonesia dan Brasil memiliki karakteristik yang sama. Sama-sama multietnic. Bedanya kalau Indonesia multi suku yang tersebar dari Aceh hingga Papua sedangkan Brasil multibangsa. Semua ras dan suku bangsa di dunia ada di Brasil. Kesamaan lainnya adalah negara kita dan Brasil sama-sama berazaskan demokrasi dan memiliki populasi terbesar di wilayahnya. 

Salah satu daerah yang digadang-gadang cocok dijadikan ibu kota baru Indonesia yakni Kalimantan. Posisinya yang berada di tengah Indonesia sangat cocok menggambarkan perwujudan Indonesia Sentris yang dicita-citakan. Kalimantan juga memiliki ketersediaan lahan yang luas dan wilayahnya relatif aman dari bencana. 

Nantinya, ibu kota baru akan berdiri di atas lahan kosong. Pembangunan dimulai dari nol. Ibu kota baru harus didesain khusus sehingga dari awal sudah memiliki tata kota dan urban planning yang baik sehingga kenyamanan penghuninya menjadi daya tarik. 

Konsep kotanya forest city dan liveable. Kota ini juga terbuka, siapapun boleh tinggal. Dengan begitu, ke depannya kita akan melihat bagaiamana pertumbuhan ekonomi di Kalimantan dibandingkan sekarang. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun