Mohon tunggu...
Diah Trisnamayanti
Diah Trisnamayanti Mohon Tunggu... Guru - Pengajar, Ibu rumah tangga, Penulis

I had worked as a teacher at about 23 years. I teach Majoring English in SMK MedikaCom Bandung. Sometime I write in my blog, Facebook, Twitter, Linked, Instagram or Wattpad. I write actually in my spare time after teaching my class. I just wanna to try my positive behavior in order that my students will rise them up more better than me. If I had a lot of trouble to giving lesson, I just send my difficulty to Allah S.W.T.

Selanjutnya

Tutup

Bola

Laga yang Dinantikan dan Menetukan

2 Mei 2024   17:25 Diperbarui: 8 Mei 2024   11:15 213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dok. diambil dari siaran langsung youtube tv one

Oleh Diah Trisnamayanti

Mantab! Duel antara Anak asuhan Shin Tae Yong dengan anak asuhan Abdullah Abu Zema tidak keburu saya tonton; selepas tengah malam saya cari chanel mana yang menggelar recording laga mereka karena saya tak sempat menonton langsung. Alhamdulillah dimenangkan oleh Garuda Muda Indonesia di AFC-U23 anak asuh Shin Tae Yong. Meski langkah mereka harus terhenti di semifinal, pasti Allah belum mengizinkan Indonesia untuk euforia berlebihan dengan memenangkan laga semifinal.

Laga perempat final dan semifinal kemarin, tidak saya lewatkan. Jelas itu! Saya menontonnya sampai tuntas. Degub jantung terasa kencang saat beberapa kali striker-striker muda asuhan Shin Tae Yong ini menggempur pertahanan Korea Selatan yang notabene adalah Negara Pelatih Timnas Indonesia Shin Tae Yong. Arhan Pratama membuat saya bersyukur pada Allah dengan memberikan ujian-ujian berat sehingga hasilnya seperti yang pemain dan rakyat Indonesia kebanyakan nantikan. 

Sayangnya berbeda 180 derajat dengan laga semifinal yang menempatkan Indonesia melawan Uzbekistan. Peluh dan usaha keras mereka, jujur terkalahkan oleh "kekuasaan wasit" yang hanya menilai strategi memecah belah dan tidak sportifnya tim Uzbekistan. Para pemain Uzbekistan bukan tidak bagus, bahkan sangat bagus. Sayangnya sikap strategi menghancurkan mental dengan cara tidak terpuji digunakan untuk menyerang lawan mereka yang bermain sportif dan menyenangkan.

Angin segar di perempat final ternyata hanya sesaat setelah kita pernah juga diperlakukan seperti itu oleh tim Qatar. Wasit adalah salah satu perangkat pertandingan agar permainan menyenangkan dan fairplay. Strategi setangguh apapun sepertinya akan rontok dengan cara yang dimainkan oleh tim Uzbekistan di laga semalam.

Para pemain dari timnas Indonesia U23 telah menguatkan fisik dan mental saat berlaga menghadapi mereka. Tetapi di atas langit masih ada alangit lainnya maka Tim Uzbekistan yang memiliki postur tubuh seperti tentara dengan kemampuan permainan bertahan dan menyerang yang sangat baik, perlu menjadi pembelajaran berharga untuk para pemain yang memang masih sedikit dipoles kedisiplinannya. 

Bermain dengan tim yang menggunakan strategi seperti pemain-pemain Uzbekistan, Vietnam, Thailand tidak akan membuat kemajuan yang signifikan bagi perkembangan pesepakbolaan di Asia. Sekuat juara bertahan Arab Saudi saja, mereka mampu untuk mengobrak-abrik mental. Sehingga laga semalam bukan lagi disebut laga sepakbola tetapi laga mental bola.

Saya cukup salut, dengan sembilan pemain muda ini tetap menampilkan  kemampuan mengulik si"bundar" dengan penuh kebahagiaan sebagai pemain. Tekanan yang diberikan lawan memang menjadi ikhtiar kebaikan fair Play dan percaya diri dengan kematangan berpikir mereka. Mereka lebih dewasa dari pada wasit meski mereka kalah. Itu mungkin garis Tuhan.

dok. diambil dari siaran langsung youtube tv one
dok. diambil dari siaran langsung youtube tv one

Bola bundar terkadang sulit diterka kemana menggelindingnya. Dengan sedikit sentuhan saja kaki Ferdinan mencungkil bola dari tangan penjaga gawang Ahmad Al Juaidi, contohnya, justru sangat menguntungkan Indonesia sehingga inilah bentuk perkembangan skill menggunakan bola di lapangan.

Sementara laga semifinal dimana timnas U23 Indonesia tidak bisa menurunkan Rafael Struick, Sananta dan semua pemain mampu mengimbangi jalannya permainan dengan konsep bertahan dan menyerang yang terasa monoton serta kurang kreatif.  Bola passing tim uzbekistan sangat tepat diberikan dari kaki ke kaki pemainnya mereka menyerang menggunakan taktik serangan balik, Indonesia meladeni dengan sabar. 

Tendangan mereka mampu dicounter kiper Ernando Ari. Itu terjadi berulang-ulang. Indonesia mungkin kurang fokus dan sedikit mulai terasa down mentalnya ketika beberapa kali pemain Uzbekistan adu fisik striker timnas Indonesia yang awalnya tidak diladeni, sekali lagi pancingan untuk meruntuhkan daya juang lawan itu berhasil dijalankan tim Uzbekistan. Tetapi di menit ke 60 Ferrari yang bermain apik mampu memasukkan bola ke gawang tim Uzbekistan. 

Wasit Var dan Wasit pertandingan mengatakan Sananta sang striker dianggap offside. Wasit tidak memberikan gambar utuh tapi potongan video yang mengarahkan sananta offside. Mental pemain menjadi jatuh, jika pertandingan ini memang berat sebelah. Itulah pertandingan dengan bola bundar dan kepala-kepala manusia yang memiliki pemikiran yang berbeda. Selain hal tersebut, bisa kita lihat permainan timnas Uzbekistan dengan lawan-lawannya yang lain. 

Permainan mereka bergulir hampir sama, semua lawan mereka pasti terkena kartu merah dan mereka menang ketika lawan hanya memiliki 9 atau 10 pemain. Pertandingan yang lucu, bola bundar akan mengikuti bagaimana manusia menggunakannya. Semua gol yang dicetak pemain Indonesia yang selalu ingin bermain fair play, masuk dengan cara yang Allah berikan dengan penuh keindahan dan profesional. Ketika Arab Saudi, Vietnam juga Indonesia dikalahkan oleh Uzbekistan, gol yang mereka berikan memang kuat tapi tak bernyawa dan tidak menimbulkan kebahagian bagi para pemain.

Betapa frustasinya tim Jordania, Korea Selatan dan Australia saat itu ketika ketinggalan gol dari Indonesia yang berada di peringkat 134. Semalam dan mungkin masih sampai sekarang, para pemain timnas Indonesia U23 pun merasakan. Mereka belajar dari tim-tim itu, maka laga mereka sekarang agar lolos ke Olimpiade Paris harus memenangkan laga melawan Irak. 

Nikmati kemana sang "bola" menggelinding dan tentukan arahnya adalah fokus yang tepat ketimbang maladeni playing victim sang lawan. Sebagai penonton, saya melihat permainan pemain-pemain Uzbekistan adalah permainan dengan strategi terburuk yang diambil pelatihnya agar memenangkan pertandingan.

Biarlah permainan buruk yang mereka berikan pada lawan menjadi kebanggaan mereka; Garuda Muda harus memiliki ciri bahwa bermain bola adalah kebahagian kalian maka kuatlah kalian dengan cara berpikir yang efektif, disiplin dan kreatif.

Harapan penonton seperti saya, timnas Indonesia bisa bermain cantik dan menikmati setiap serangan dengan counter attack yang tidak mencederai siapapun. Menghargai keputusan wasit, tampil bersahabat dengan lawan tapi penuh kompetitif dalam menjalankan strategi FairPlay.

Alhamdulillah, Allah masih memberikan ujian besar bagi kekompakan tim Garuda muda U-23 ini sehingga mereka tetap menatap impian dengan penuh sukacita. Bagaikan padi, makin berisi makin merunduk; jadilah kalian seperti itu. pembelajaran yang baik diantara kalian, kami rekam untuk disebarkan pada anak-anak di sekolah.

Semangat ini perlu dikobarkan terus di laga berikutnya, psikologi mental mereka juga harus diperkuat agar tak mudah terpancing emosi dan lebih mengeluarkan potensi terbaik untuk menikmati setiap permainan dengan bahagia.

Faktanya

Menemukan dan mengumpulkan anak-anak berbakat serta mengarahkan mereka menjadi pejuang-pejuang tangguh di garda Olah Raga memang perlu dikuatkan dengan sistim pendidikan yang mematangkan dan mendewasakan personil Tim dalam pengambilan keputusan di arena pertandingan.

Fokus mereka bukan hanya sekedar memenangkan laga, tetapi memenangkan kualitas berpikir dengan strategi yang mumpuni ketika laga berlangsung. Kecerdikan dan kepiawaian bisa terwujud dalam kecekatan mereka menghadapi proses lajunya bola.

Metode dan gaya pelatih akan mewarnai gaya pemain dalam membuat strategi dan memahami teman main dalam tim. Kerjasama apik tidak akan berhasil jika tidak didukung oleh kerja keras pelatih dan staf yang memang menginginkan pesepakbolaan kita maju dan meraih nilai spektakuler. Disiplin, kelincahan dan cerdas menjadi kunci utama selain kesehatan mental pemain. Apapun yang terjadi, jatuh dan bangun dirasakan oleh semua personil dalam tim harus menjadi titik lebur yang setara.

Sederet tim tangguh Korsel, Jepang, Arab Saudi, Uzbekistan, Irak, Australia dari wilayah Asia mampu maju karena mereka disiplin dan paiwai membaca serangan dan taktik lawan. Tim Garuda Muda perlu menata literasi taktik dalam menghadapi serangan-serangan mereka. Menjadikan sepakbola sebagai pembelajaran berdaya juang tinggi dengan kualitas IQ dan EQ yang sebanding akan mendewasakan pemain untuk mengambil strategi kreatif menaklukan kekuatan lawan. Tiket Olimpiade Paris sudah di depan mata. Kalian insya Allah bisa.

Semangat.... maju Anak Bangsa!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun