Oleh Diah Trisnamayanti
"Alright students, we're going to learn about Biography and Autobiography"
"Who knows those?"
Baru sampai di situ, siswa-siswi diam seribu bahasa untuk menjawab.
                                                           Â
Ketemu hal seperti di atas, seorang pendidik pasti akan ganti strategi dari pada kelasnya menjadi kuburan tak bernyawa; Plan B harus disiapkan. Harus ada nyawanya dalam setiap pembelajaran yang berkembang maka ganti strategi adalah ide pemaksaan diri untuk menjadi kreatif. Tidak salah kan!?
Saya langsung grecep menceritakan dahulu, apa yang dinamakan Biografi dan Autobiografi menggunakan bahasa Ibu (Indonesia). Setelah rincian sampai kepada mereka sampai dengan perbedaannya.Â
Kroscek kemampuan  menjadi hal  terpenting agar perkembangan kemampuan siswa berdampak nyata baik bagi dirinya dan lingkungan sekitarnya. Siapa lingkungan sekitar? Ya, otomatis siswa yang sama-sama belajar dengannya.
Setelah dijelaskan dengan bahasa sederhana (Inggris atau bahasa Asing) sesuai kemampuan siswa, alhamdulillah mereka mulai memahami. Mereka justru mulai mengembangkan konsep bertanya tanpa takut-takut.
"Ms what must we do after you explain?"
Sempat tercengang dengan kemampuan seorang anak berkebutuhan khusus diantara siswa normal lain. Selanjutnya, jelas saya menyampaikan informasi bagaimana menjawab tantangan pembelajaran hari itu.
 "Prepare dulu ya Ms..."
Otomatis, saya mengangguk setuju dan tersenyum bahagia.
 "I think I'm Ok, Ms"
Model berbicara "mbak Cinta Laura" yang saat ini digemari anak-anak mulai muncul ditelinga saya. Anak mencoba mengimbangi obrolan saya dengan berbicara semodel "anak Jaksel" ini yang mencampur kalimat bahasa Asing (Inggris) dengan bahasa Indonesia.
Padahal sekolah kami tidak termasuk sekolah yang di sekitarnya banyak orang asing atau paling tidak; kantor-kantor yang mempekerjakan orang asing di sekitarnya. Ternyata, mereka berkembang menggunakan bahasa sesuai yang mereka butuhkan dan inginkan.
Sayangnya, metode pembelajaran ini belum dikembangkan dengan baik. Mungkin secara teori kurang tepat, tetapi untuk belajar berkomunikasi; mengapa tidak? Saya mencoba mengikuti alur pemikiran mereka dengan mengajak mereka menggunakan bahasa untuk berkomunikasi yang lebih santai.
Saya pun menjajal sebuah game agar bisa masuk dalam pembelajaran pada siswa milenial ini. Ternyata, bermain game menjadi salah satu strategi pembelajaran agar mereka lebih cerdik mengamati pronunciation, conclution of explained something dan menguatkan keberanian untuk berbicara tentang kosa kata bahasa Asing tersebut dengan benar.
Jadi ketika saya menjelaskan sesuatu terkait bagian dari materi yang disampaikan maka mereka dengan cepat mengacungkan tangan. Tentu saja, suasana tambah menyenangkan ketika keinginan mereka untuk pulang cepat, terlaksana.Â
Lucunya, ketika saya minta yang telah menyelesaikan tantangan tidak boleh berada di dekat yang belum atau memberitahukan. Tidak juga diperkenankan menggunakan alat penerjemah. Mereka justru tidak pulang bahkan bolak-balik minta menjawab tanpa menggunakan alat bantu tersebut. Kadang malah terlihat kecewa ketika apa yang mereka katakan salah.Â
Protes adalah cara mereka belajar menyampaikan aspirasi tetapi ketika diketahui sumber pembelajaran apa yang mereka katakan, benar tidak tepat; mereka masih tetap tersenyum dan nampak lucu malah.
"Well, Ms. Trying again, boleh Ms?"
"Why not?"
"My intruduce is Arul. My biograpi is loping futsal" (dengan pronunciation sunda yang kental)
Cukup lama memperbaiki pengucapan dan pola kalimatnya sambil tak henti-hentinya tertawa. Alhamdulillah sang siswa tidak patah semangat dan malu. Di situlah guru merasa berguna.
Semua kejadian-kejadian itu berkembang karena pendidik mendengarkan aspirasi anak-anak ketika mereka menyampaikan FYI (For Your Information) secara tersamar. Nah... Jika sebagai pendidik kita masih menggunakan sudut pandang diri sendiri, terkadang rasa frustasi yang muncul dalam setiap pembelajaran makin bertambah. Saya akhirnya memutuskan lebih banyak mendalami cara-cara anak milenial belajar dibanding dengan metode yang saya pelajari secara teoritis.
Semoga saja hal ini bisa membantu mendorong siswa-siswa belajar dengan menyenangkan.
Salam hangat anak-anakku yang telah belajar bersama. Selamat liburan!!!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H