Oleh Diah Trisnamayanti
Deg-degan plaasss..
Saat bersirobok pandang denganmu
Aku masih pakai putih abu
Berkucir sembilu
Mega lembayung penuh, berkalung putihnya kapas kala itu
        Aku berjalan keperaduan
        Gema degub jantungku
 masih kuingat seakan tetesan darah di
 seluruh nadi tertarik pada jantungku
dia tak bisa diam.
Aku pukul-pukul dadaku... tetap tak bisa diam ketika
Kuingat mata tajammu
Seolah mengatakan sesuatu.
Aghhh aku mulai lara
Aku mulai tertatih
Aku mulai ingin selalu bertemu
        Tak-tik-tak-tik-tak..
         Degub itu melayangkan wajahnya terus menerus
         Di saat hujan terasa hati ini dingin.
Kutemui mu di peraduan
Kau memberikanku senyum manismu.
Sepotong coklat kumakan bersamamu di bawah pohon yang rindang
Dan angin menyapu wajah kita
Kau nyatakan sayangmu padaku.
Aku memberikanmu senyum termanisku
Tanpa basa-basi.
Rasanya tak ingin kuberpisah walau sedetik.
Langit cerah membawa angin sepoi-sepoi menyapa rerumputan
Kedua mataku tak lagi mengarah padamu
Aku tertutup kisah
Bibirku tak mampu mengatakan
Yang sama kepadamu. Â
    Tak-tik-tak-tik-tak
     Kembali terdengar degub jantungku
     Ku tak lagi mendengarmu dan kisahmu
     Kau lebih dulu dariku.
Tapi aku masih punya degubmu dan kuingat selalu itu
Bagai titik rinduku padamu
Jatinangor-Sumedang, 10 Juni 2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H