Mohon tunggu...
Diah Trisnamayanti
Diah Trisnamayanti Mohon Tunggu... Guru - Pengajar, Ibu rumah tangga, Penulis

I had worked as a teacher at about 23 years. I teach Majoring English in SMK MedikaCom Bandung. Sometime I write in my blog, Facebook, Twitter, Linked, Instagram or Wattpad. I write actually in my spare time after teaching my class. I just wanna to try my positive behavior in order that my students will rise them up more better than me. If I had a lot of trouble to giving lesson, I just send my difficulty to Allah S.W.T.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kurikulum Prototipe, Kebijakan Pilihan Arahan Menghadapi Learning Loss

1 Januari 2022   21:35 Diperbarui: 1 Januari 2022   21:42 446
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dok. kompilasi karya siswa dan guru

Oleh Diah Trisnamayanti

        Baru selesai membaca silabus semester genap tahun 2022, tersadar ada notifikasi WA. Isinya terkait kurikulum baru yang ditulis Omjay. Saya diingatkan kembali dengan informasi yang diberikan dengan hal yang sama seminggu sebelumnya.

       Saya terkejut sejenak. Pasalnya, rencana pembelajaran semester genap sudah dibuat. Pertanyaan di kepala saya, harus dirubahkah? Meskipun kurikulum ini bersifat opsional, tetap saja sebagai guru harus mempersiapkan diri agar tidak tertinggal. Sistem kebut semalampun saya lakukan dengan membaca dan menyimak materi terkait kurikulum prototipe ini.

        Mengisi learning loss dalam masa pandemi tahun lalu bukan sesuatu yang mudah. Kurikulum prototipe ini memang hanya berisi penyempurnaan saja. Sekolah bebas memilih antara menggunakan atau tidak hingga di tahun 2024. Selanjutnya akan ada evaluasi bagi yang telah menggunakan Kurikulum berbasis proyek ini. Kalau disimak inti kurikulum prototipe sepertinya beberapa sekolah swasta dan negeri sudah menerapkan, hanya tinggal perbaikan pada pengaturan pelaksanaannya.

       Pertanyaan berikutnya di benak saya adalah seberapa kuat dan kreatifkah guru dalam mengadopsi pelaksanaan pembelajaran berbasis proyek ini? Apakah sekolah siap menghadapi kebutuhan pembelajaran berbasis proyek ini? Seberapa jauh peran Orang tua dalam memahami pembelajaran berbasis proyek dengan merdeka belajar bagi siswa?

        Metode pembelajaran prototipe perlu direncanakan dengan baik oleh guru selama satu tahun pembelajaran. Bentuknya tematik yang efektif. Kerjasama antara guru bidang studi untuk sekolah menengah atau guru kelas di sekolah dasar mengacu pada tematik yang ditetapkan poin-poinnya oleh stakeholder.

        Eits, jangan salah. Tematik ini sebelumnya hanya digunakan oleh siswa SD saja. Sementara SMP dan SMA/SMK menggunakan kurikulum 13 bisa bebas berekspresi tentang metode pendekatan pembelajaran.  Sehingga pilihan siswa SMP, SMA/SMK dapat dirancang menggunakan konsep tematik.

        Sementara rancangan pembelajaran siswa SD kebalikannya boleh bebas dibuat guru menggunakan konsep berbasis proyek seperti siswa sekolah menengah. Bagi siswa SMK, pembelajaran berbasis industri sudah harus diterapkan lebih seksama dalam kurikulum prototipe ini.

       Kelulusan seorang siswa dinilai melalui ujian sekolah berbasis literasi baik itu digital maupun konvensional; penilaian siswa berkarakter pancasila, penulisan esai akhir sekolah berdasarkan proyek yang dikerjakan.  

       

Dok. kompilasi karya siswa dan guru
Dok. kompilasi karya siswa dan guru

Sebagai bagian dari pelaksana kegiatan pembelajaran di sekolah, guru berperan mengakomodasi pola pembinaan yang tepat. Jelas ini dibutuhkan guru yang tidak sekedar tahu ilmu melalui sebuah buku dan meminta siswa kerjakan tugasnya. Tetapi guru yang banyak mencari tahu trik jitu mengembangkan diri plus. Artinya sang guru perlu mengupgrade diri sendiri untuk kebutuhan siswa didikannya. Tinggalkan konsep lama dan jadul.

       Teknologi terbarukan dan model pembelajaran yang mengasikkan perlu dicoba dalam tiap sesi pembelajaran tanpa meninggalkan konsep utama proyek yang dikerjakan siswa.

       Sekolah dan stakeholder memang harus siap hadapi komentar orang tua yang mungkin akan mengatakan "pembayaran  kegiatan ini dan itu, memang anak kita bisa apa sih?", "saya dari keluarga tidak mampu, kalau kegiatan sekolah bayar-bayar terus; lebih baik tidak usah sekolah". Jujur kenyataan pahit banyak dialami oleh sekolah. Dilema ini mungkin terus berlanjut selama, proyek yang dibuat anak tidak bisa dirasakan oleh orang tua atau orang sekitar sekolah.

       Perencanaan proyek siswa memang perlu dipikirkan dengan matang. Pembiayaan proyek siswa sedapat mungkin yang memiliki nilai lebih di masyarakat sekolah tersebut maupun sekitar. Hal itu sangat sulit diwujudkan jika tidak ada kerjasama yang solid dari semua guru, stakeholder dan orang tua siswa. Tidak semua orang tua memiliki motivasi yang sama. Oleh karena itu, brain storming arah proyek siswa lebih pada teknis yang tidak menyulitkan orang tua.

       Sebagai contoh. siswa SMK setelah penyelesaian PKL (praktik kerja lapangan) menyelesaikan laporan akhir pkl dengan ketentuan tersurat. Dia harus menandatangani jurnal pembimbingan industri dan sekolah sebanyak minimal 8 kali. Dia harus melaporkan, menjelaskan, mempertahankan laporan kegiatan PKL dalam bentuk tulisan akhir yang diuji oleh dewan guru produktif. Sementara nilai yang dirasakan orang tuanya hanya membayar foto copy laporan. Jika seorang siswa RPL membuat laporan, dia mungkin membuatkan sebuah website sederhana untuk pedagang gorengan agar bisa menjual di go food dengan harga yang sama.

Lain lagi dengan siswa SMA, dia mengerjakan kegiatan proyek tertentu yang mengarah pada gabungan mata pelajaran jurusannya. Jika dia ada di jurusan IPA, dia diberikan tema terkait Fisika dan Matematika. Maka arah penyelesaian laporan terkait gedung, bangunan, kendaraan atau hal lain yang dapat dihubungkan penelitian sederhana dari sisi Fisika dan Matematika. Dewan guru mata pelajaran terkait termasuk guru bahasa Inggris dan Indonesia menguji penjelasan dalam sebuah presentasi. Dia dapat menghitung perbandingan semen, pasir dan batu kali dalam pembuatan fondasi bangunan rumahnya.

Melalui contoh di atas, setidaknya ada batasan agar pembelajaran untuk mengarahkan siswa menggunakan Critical Thinking nya dapat berkelanjutan. Kesepakatan itu tidak harus yang menyusahkan orang tua dengan bolak-balik revisi laporan. Biarkan siswa menuliskan kemampuannya dengan contoh yang benar dari guru bahasa Indonesia maupun bahasa asing.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun