Bulan Suci Ramadhan telah menyapa umat Islam dengan penuh hikmat, memberikan kesempatan dan harapan besar bagi umat Islam untuk bertobat dan berjuang membersihkan segala perbuatan dosa yang telah menjulang tinggi dari hasil penumpukan kotoran dosa yang dilakukan selama satu tahun demi mendekatkan diri kepada Sang Pencipta dan mengharapkan ridhoNya semata. Lantas, Apa yang bisa ku lakukan untuk membenahi hati yang selalu meronta-ronta penuh kegelisahan ini? Hati ini sudah lama merindukan cintaNya menyatu dengannya. Hanya saja, kotoran dosa menghalangi kebutuhan hati yang tidak kuasa menampung kesedihan, kehampaan dan kegelisaan yang dirasakannya. Allah dengan limpahan cinta dan kasih sayangNya selalu punya banyak cara dalam memberikan thoriq (jalan) kepada setiap hambaNya untuk kembali dekat dan menyatu denganNya. Salah satu cara terbaik yang diberikanNya kepadaku melalui sebuah kegiatan rohani yang selalu diadakan sekali dalam setahun pada bulan Suci Ramadhan. Kegiatan rohani ini namanya "Suluk", Suluk adalah kegiatan spiritual dalam upaya membersihkan rohani dari kotoran dosa yang dikerjakan oleh manusia selama hidup di bumi. Hanya saja, mayoritas umat Islam di bumi belum mengetahui tentang kegiatan suluk ini dan hanya manusia-manusia pilihan Allah yang diridhoiNya melalui sebuah pengajian ilmu tasawuf yang biasa disebut thoriqoh/tarekat yang telah melakukan bai'at. Bai'at menurut sejarah ringkas Nabi Muhammad di dalam Al-Qur'an adalah perjanjian atas dasar Islam dengan Nabi; bahwa tidak akan mempersekutukan Allah, mengikuti perintahNya dan menjauhi LaranganNya.
      Alhamdulillah, hasil pemeriksaan dahak sudah menunjukkan kata "negatif" setelah Imun tubuhku harus berjuang keras melawan ganasnya virus-virus TBC di dalam organ pernapasanku selama enam bulan lamanya. Hati ini tidak henti melantunkan kalimat zikir sebagai ungkapan rasa syukur yang sangat besar atas kasih sayangNya dan nikmat hidup yang diberikanNya padaku. Aku tidak akan melewatkan kesempatan hidup yang Allah berikan, aku mencoba merayu dan meyakinkanNya dengan memasang niat, kesungguhan dan tekat yang kuat untuk ikut mengabdikan diri di jalanNya dalam menyambut bulan Suci Ramadhan tahun lalu sebagai seorang kadam di gedung suluk Gajah Mati, Muko-Muko. Setelah penutupan kegiatan suluk gelombang pertama, koper hitam yang dipenuhi keperluanku selama sepuluh hari itu sudah siap menemani perjalananku berjuang di jalanNya. Saat membuka mata yang terlelap sepanjang perjalanan, aku menemukan pesona senja nan syahdu di sore itu dengan sekumpulan manusia memakai syal putih di kepalanya memenuhi setiap sisi gedung suluk dari balik kaca jendela mobil milik guru Ridwan. Guru Ridwan adalah guru pembimbingku di pengajian thoriqoh ini, bersama Istrinya yang ku panggil Mama Sri dengan dua saudara fillah yang ikut menumpang bersamaku.
      Sungguh takjub mata ini melihat pemandangan yang menenangkan, kokohnya gedung berwarna putih yang berdiri tepat lima puluh meter dari tempat kaki ini berpijak dan sekeliling gedung putih itu dihiasi nuansa hijau dari kebun sawit dan pohon karet. Jam di tanganku mengingatkan bahwa tiga puluh menit lagi waktu berbuka puasa akan tiba. Kaki ini mulai bergegas melangkah mengikuti Mama Sri yang sedang menuju kamar kadam untuk meletakkan tas bawaannya ke dalam kamar khusus kadam perempuan. Saat kaki ini memasuki arena gedung, hati ini bergetar merasakan sambutan hangat dari Allah. Tampak tempat beramal para peserta suluk sudah dipasangi kelambu putih, tasbih dan peralatan shalat berada di dalam kelambu. Setelah meletakkan barang bawaan, membentang ambal sebagai alas tidur dan mempersiapkan alat sholat. Mama Sri mengajak ku bergegas menuju ruang utama untuk berbuka puasa. Ruang utama yang memungkinkan dapat menampung ratusan manusia untuk berkumpul menikmati suasana kekeluargaan dalam berbuka puasa, makan malam, sahur, melaksanakan shalat dan zikir berjamaah. Aku melihat ratusan manusia pilihan Allah dalam ruangan itu sedang duduk bersimpuh berderet memanjang dan saling berhadapan ditemani semangkuk bubur sumsum, tiga biji buah kurma, sepotong buah semangka, segelas air hangat dan disediakan juga bagi yang ingin minum teh hangat atau kopi. Hidangan berbuka yang sederhana namun rasanya sangat nikmat dengan keberkahan dan kebaikan Allah ada di dalamnya.
      Dalam kegiatan suluk ini, seluruh manusia pilihan Allah yang berjuang dijalanNya akan dilatih untuk belajar menahan dan mengendalikan diri dari ketamakan hawa nafsu, melatih kesabaran, keikhlasan dan berserah diri hanya kepadaNya. Pelatihan spiritual akan dimulai malam ini setelah usai melaksanakan ibadah shalat isya dan zikir berjama'ah. Selang lima belas menit kemudian, bejana-bejana yang dipenuhi oleh berbagai makanan pembuka telah habis. Salah satu guru menyeru para peserta suluk bergegas mengambil air wudhu untuk melaksanakan shalat magrib berjama'ah. Di sisi lain, ku melihat para kadam laki-laki bagian dapur juga bergegas mengumpulkan semua piring dan gelas kotor ke dalam baskom besar untuk dibawa ke tempat pencucian piring. Tidak membutuhkan waktu lama, semua manusia di ruang utama tampak berdiri merapikan shaf untuk segera melaksanakan shalat magrib berjama'ah dan setelahnya dilanjutkan dengan senandung syahdu kalimat Lailahaillallah yang menggetarkan hati penuh hikmat. Setelah usai melaksanakan zikir, salah satu guru menyeru para peserta suluk kembali ke kelambu untuk beramal (berzikir sambil memutar tasbih) sembari menunggu para kadam dapur menyiapkan makan malam. Sepuluh menit kemudian, bejana-bejana yang berisikan nasi putih, gulai ayam kampung, lalapan dan segelas air putih telah meramaikan ruangan utama yang siap untuk disantap. Menu makan malam yang sangat nikmat bukan? Hanya saja, para peserta suluk dapat menikmati gulai ayam kampung ini pada malam pembukaan dan penutupan kegiatan suluk. Selain daripada itu, para peserta suluk akan disuguhkan dengan nasi putih, sayur mayur tanpa penyedap (bervariasi setiap malamnya) dan sambal yang direbus sampai malam ke sembilan dan hidangan ini mulai diterapkan saat makan sahur tiba bagi para peserta suluk.
      Usai melaksanakan shalat isya, para peserta suluk sudah berada di kelambunya masing-masing sambil berzikir. Giliran para kadam perempuan menghadap guru untuk membahas pembagian kelompok yaitu kadam kelambu dan kadam dapur. Mama Sri sebagai koordinator kadam kelambu menunjukku sebagai kadam kelambu bersama dengan Bu Yuli dan lima lainnya sebagai kadam dapur. Malam ini, kami mulai mengumpulkan dan mendata barang-barang milik para peserta suluk seperti uang, perhiasan yang disimpan di tas, HP, alat Make Up, benda-benda tajam seperti jarum pentol, gunting kuku, minyak wangi, minyak angin, balsem dan lainnya untuk disimpan sementara di ruangan khusus penyimpanan barang sampai malam penutupan tiba. Setelah menyimpan barang-barang tersebut, kami bertiga mulai melaksanakan patroli malam untuk memantau para peserta suluk agar tetap terjaga dan mengamalkan amalan zikir yang telah diajarkan oleh guru. Patroli malam berlangsung setelah shalat isya sampai waktu sahur tiba sekitar jam tiga subuh dan dilanjutkan kembali sampai ba'da subuh. Apabila ada yang tertidur, merubah posisi duduk, meluruskan salah satu atau dua kaki, posisi badan yang menyender di kayu dan posisi syal yang terlalu panjang atau pendek, itu sudah menjadi tugas kadam kelambu untuk mengingatkan dan mengarahkan kembali adab yang sudah diajarkan saat beramal. Apabila para peserta suluk tidak mengindahkan arahan, nasihat atau teguran para kadam atau melakukan hal yang tidak pantas dengan mengikuti hawa nafsunya maka para peserta suluk akan dikenakan proses dari Allah secara langsung misalnya seperti merasakan panas seperti terbakar oleh api, batuk, pilek, sakit kepala, gatal-gatal, demam, muntah-muntah bahkan kesurupan yang sesuai dengan perbuatan dosa yang dilakukan selama hidup atau ganjaran yang didapatkan oleh para peserta suluk yang melawan atau membantah arahan, nasihat dan teguran para kadam kelambu dan para guru. Proses ini tidak hanya berlaku untuk para peserta suluk saja, tapi juga berlaku untuk seluruh kadam dan guru yang mengikuti kegiatan suluk sehingga kita semua dituntut untuk menjaga hati, lisan dan perbuatan dalam berperang melawan hawa nafsu dan belajar arti ikhlas yang sebenarnya dalam beramal dan berjuang semata-mata karena Allah Subhanahu Wata'ala.
      Setelah melaksanakan shalat subuh dan zikir berjama'ah, sekitar pukul tujuh terdengar suruan guru untuk mempersilahkan para peserta suluk untuk bergegas mandi dan mencuci pakaian. Mendengar seruan guru, para peserta suluk bergegas menyiapkan dan membawa basahan, pakaian pengganti, pakaian kotor, keperluan mandi dan mencuci menuju kamar mandi. Aku mengikuti Bu Yuli yang sedang menuju kamar mandi untuk memantau dan memastikan para peserta suluk yang sedang mandi menggunakan air seperlunya, tidak banyak berbicara dan tetap menjaga adap yang baik. Setelah aktivitas mandi dan mencuci pakaian selesai, para peserta suluk diarahkan untuk tidur sampai waktu shalat zuhur tiba, pada saat semua peserta suluk sudah tertidur di dalam kelambunya. Para kadam kelambu menyegerakan untuk mandi, mencuci pakaian dan dilanjutkan untuk tidur. Di sisi lain, para kadam dapur wanita yang pada malam hari beristirahat, ketika pagi menyambut mereka bergegas menuju dapur untuk menyiapkan bahan-bahan dapur dan sayuran untuk dimasak, sementara kadam laki-laki ikut membantu memasak air, mengupas bawang, memotong sayur, menyediakan piring dan gelas, dan sebagian lainnya membersihkan halaman gedung, menyapu dan mengepel lantai dan lainnya.
       Sejak pagi, di hari ke enam aku merasa melakukan kesalahan yang membuat hidung mulai bersin-bersin, hidung yang memerah, ingus yang selalu mengalir dan tak kunjung henti, sedikit sulit bernapas karena hidung tersumbat dan suhu badan yang panas dingin. Dalam hatiku berkata, "Sepertinya aku kena proses nih" sambil berkeliling memantau peserta suluk yang sedang beramal di malam itu dengan ditemani beberapa tisu digenggamanku dan diiringi zikir batin sembari memohon kepadaNya supaya badan ini tetap kuat sampai ba'da subuh berkumandang. Seperti hari-hari yang telah berlalu, mata ini selalu menemukan beberapa peserta suluk yang tertidur dalam keadaan duduk bersimpuh, ada yang meluruskan salah satu atau dua kakinya sambil menyender pada kayu, ada yang tertidur dengan syalnya terlalu panjang dan nyaris menyampai alas, ada yang berbicara, ada yang bercanda gurau dan masih banyak lagi perbuatan tidak patuh pada aturan suluk yang dilakukan. Namun ada salah satu peserta suluk yang mencuri perhatianku, dia berusaha patuh pada aturan suluk, tidak banyak mengeluh dan tetap istiqomah dalam beramal walaupun dia merasakan pegal di kakinya dan hawa panas yang memicu keringat bercucuran membasahi wajah dan pakaian yang dikenakan. Pernah ketika di malam hari, aku sedang berjalan memantau setiap kelambu. Ada suara yang memanggilku dengan pelan, spontan aku berhenti dan berbalik arah mendekati sumber suara.
"Ada apa Nek?" Tanyaku singkat sambil tersenyum. Nenek pun lalu membuka syalnya, tampak wajah Nenek Sopiah dipenuhi keringat dan sebagian pakaiannya tampak basah.
"Apa boleh Nenek ganti baju dan syal, Nak?" Tanya Nenek Sopiah sambil menghapus keringat pada wajahnya dengan sapu tangannya. Aku sangat takjub melihat kegigihan dan kesabaran Nenek Sopiah saat itu.
"Boleh Nek, Silahkan! Setelah itu, Nenek lanjut ngamal lagi ya!" Ujarku, sambil memastikan Nenek Sopiah mengganti pakaian dan memakai syal yang baru.