Pendahuluan
Urbanisasi adalah fenomena global yang tidak dapat dihindari, termasuk di Indonesia. Proses perpindahan penduduk dari wilayah pedesaan ke perkotaan terus meningkat seiring dengan perkembangan ekonomi, industrialisasi, dan modernisasi. Urbanisasi sering kali dianggap sebagai jalan menuju kehidupan yang lebih baik, dengan janji kesempatan kerja yang lebih luas, akses terhadap layanan pendidikan dan kesehatan, serta infrastruktur yang lebih baik.Â
Namun, di balik berbagai potensi tersebut, urbanisasi juga menghadirkan tantangan sosial yang signifikan, terutama dalam bentuk meningkatnya kemiskinan dan ketimpangan sosial di kawasan perkotaan. Fenomena ini menjadi salah satu isu sosial utama yang memengaruhi kualitas hidup masyarakat urban dan memerlukan perhatian serius dari berbagai pihak (Kuciswara, et al., 2021).
Salah satu dampak utama dari urbanisasi adalah kemiskinan perkotaan. Banyak pendatang yang datang ke kota dengan harapan hidup lebih baik, tetapi tidak memiliki keterampilan atau pendidikan yang memadai untuk bersaing di pasar kerja formal. Akibatnya, mereka terjebak dalam pekerjaan sektor informal yang tidak memberikan keamanan kerja maupun pendapatan yang cukup.Â
Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2023 menunjukkan bahwa 22% penduduk perkotaan di Indonesia hidup di bawah garis kemiskinan, angka yang terus meningkat dalam beberapa tahun terakhir akibat urbanisasi yang tidak terkelola dengan baik. Kemiskinan ini sering kali terwujud dalam bentuk permukiman kumuh yang kurang layak huni, di mana akses terhadap air bersih, sanitasi, dan layanan kesehatan sangat terbatas (Hadijah & Sadali, 2020).
Urbanisasi juga memicu ketimpangan sosial yang semakin melebar. Perkotaan menjadi ruang yang mempertemukan berbagai kelompok masyarakat dengan latar belakang ekonomi, pendidikan, dan budaya yang berbeda. Sayangnya, distribusi sumber daya sering kali tidak merata.Â
Penduduk asli yang telah lama tinggal di perkotaan cenderung memiliki akses yang lebih baik ke pekerjaan, pendidikan, dan layanan kesehatan dibandingkan pendatang baru. Ketimpangan ini menciptakan kesenjangan sosial yang memengaruhi hubungan antar kelompok masyarakat, memperkuat stigma, dan dalam beberapa kasus memicu konflik sosial (Aini, 2022).
Faktor lain yang memperburuk dampak urbanisasi adalah kurangnya perencanaan kota yang berkelanjutan. Banyak kota di Indonesia tidak memiliki kapasitas infrastruktur yang cukup untuk menampung lonjakan populasi akibat urbanisasi. Keterbatasan ini terlihat dalam kemacetan lalu lintas, peningkatan polusi udara, hingga sulitnya akses ke perumahan terjangkau.Â
Permukiman kumuh, yang sering kali berada di daerah rawan bencana seperti bantaran sungai atau lahan kosong di pinggiran kota, menjadi bukti nyata kegagalan dalam merancang tata ruang yang inklusif dan adaptif terhadap perubahan demografi.
Pembahasan
Urbanisasi merupakan fenomena yang terus berkembang di Indonesia, proses ini membawa perpindahan penduduk dari pedesaan ke perkotaan dalam jumlah besar. Meskipun urbanisasi menawarkan peluang ekonomi yang lebih baik, seperti akses ke pekerjaan dan layanan publik, fenomena ini juga memicu berbagai masalah sosial yang kompleks. Salah satu masalah utama adalah meningkatnya kemiskinan perkotaan dan ketimpangan sosial.
1. Ketimpangan Ekonomi antara Perkotaan dan Pedesaan
Ketimpangan ekonomi antara wilayah perkotaan dan pedesaan merupakan salah satu pendorong utama urbanisasi. Perkotaan sering dianggap sebagai pusat ekonomi dengan peluang kerja yang lebih baik dibandingkan pedesaan, sehingga banyak penduduk memilih bermigrasi.Â
Namun, kenyataannya tidak semua pendatang mampu mendapatkan pekerjaan yang layak di kota. Hal ini menyebabkan mereka terjebak dalam pekerjaan sektor informal dengan pendapatan rendah, memperburuk angka kemiskinan di perkotaan (Todaro & Smith, 2020).
2. Keterbatasan Infrastruktur Perkotaan
Perkotaan di Indonesia sering kali tidak mampu menampung lonjakan jumlah penduduk. Keterbatasan infrastruktur seperti perumahan, transportasi, dan layanan kesehatan menyebabkan banyak pendatang tinggal di permukiman kumuh. Data Badan Pusat Statistik (2023) menunjukkan bahwa sekitar 22% penduduk perkotaan di Indonesia hidup di kawasan kumuh yang rentan terhadap masalah kesehatan dan bencana lingkungan.
3. Kesenjangan Sosial
Ketimpangan antara kelompok ekonomi atas dan bawah semakin melebar di perkotaan. Penduduk asli yang sudah mapan sering kali memiliki akses lebih baik ke sumber daya dan peluang dibandingkan dengan pendatang baru. Kondisi ini memicu konflik sosial, diskriminasi, dan perasaan terpinggirkan di antara penduduk pendatang (Suryana, 2022).
Adapun Solusi dari Berbagai Perspektif Ilmu Sosial sebagai berikut:
1. Perspektif Ekonomi: Peningkatan Peluang Ekonomi di Pedesaan
Salah satu solusi adalah meningkatkan peluang ekonomi di pedesaan untuk mengurangi arus migrasi ke kota. Pemerintah dapat mengembangkan program berbasis lokal seperti pemberdayaan usaha mikro dan pengembangan sektor pertanian modern. Studi oleh Nugroho (2021) menunjukkan bahwa investasi di sektor agribisnis dapat meningkatkan pendapatan petani hingga 30%, mengurangi kebutuhan mereka untuk bermigrasi.
2. Perspektif Sosiologi: Penguatan Komunitas dan Partisipasi Sosial
Dalam menghadapi masalah ketimpangan sosial, penguatan komunitas lokal di perkotaan sangat penting. Pendekatan ini dapat dilakukan melalui program pemberdayaan masyarakat seperti pelatihan keterampilan kerja dan pendampingan usaha kecil. Partisipasi aktif warga dalam perencanaan kota juga dapat mendorong terciptanya solusi yang inklusif (Haryanto, 2020).
3. Perspektif Lingkungan: Pembangunan Berbasis Ramah Lingkungan
Permasalahan permukiman kumuh dapat diatasi dengan pengembangan perumahan berbasis ramah lingkungan yang terjangkau. Contohnya, program "Kota Tanpa Kumuh" yang dijalankan pemerintah telah berhasil mengurangi kawasan kumuh di beberapa kota besar seperti Surabaya dan Bandung (Kementerian PUPR, 2023). Namun, program ini perlu diintegrasikan dengan upaya pelibatan masyarakat agar keberlanjutannya terjamin.
4. Perspektif Pendidikan: Meningkatkan Kesadaran Sosial dan Pendidikan Vokasi
Pendidikan memainkan peran kunci dalam mengurangi dampak negatif urbanisasi. Pendidikan vokasi yang relevan dengan kebutuhan pasar kerja perkotaan dapat meningkatkan keterampilan tenaga kerja pendatang, sehingga mereka memiliki peluang lebih besar untuk mendapatkan pekerjaan formal. Selain itu, pendidikan tentang pentingnya solidaritas sosial dapat mengurangi konflik antar kelompok (Setiawan, 2022).
5. Perspektif Kebijakan Publik: Penataan Ruang Kota
Penataan ruang kota yang lebih baik dapat mengatasi masalah kepadatan penduduk dan ketimpangan akses infrastruktur. Pemerintah perlu menyusun kebijakan zonasi yang mendukung pembangunan perumahan terjangkau dan akses ke fasilitas publik. Selain itu, insentif pajak untuk sektor usaha yang mendukung lapangan kerja formal dapat membantu mengurangi ketergantungan pada sektor informal (Susanto, 2023).
Kesimpulan
Urbanisasi merupakan fenomena yang membawa dampak signifikan terhadap berbagai aspek kehidupan di perkotaan, terutama kemiskinan dan ketimpangan sosial. Perpindahan penduduk dari pedesaan ke perkotaan, yang didorong oleh harapan akan peluang ekonomi dan akses layanan yang lebih baik, sering kali tidak diimbangi dengan kesiapan infrastruktur dan perencanaan tata kota yang memadai.Â
Akibatnya, banyak pendatang yang terjebak dalam kemiskinan di sektor informal, tinggal di permukiman kumuh, dan menghadapi keterbatasan akses terhadap layanan dasar seperti pendidikan, kesehatan, dan air bersih.Â
Selain itu, ketimpangan sosial semakin melebar karena distribusi sumber daya yang tidak merata, menciptakan konflik dan stigma antar kelompok masyarakat. Untuk mengatasi permasalahan ini, diperlukan pendekatan lintas disiplin yang melibatkan penguatan ekonomi pedesaan, pengembangan pendidikan vokasi, perencanaan kota yang berkelanjutan, serta kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta.
DAFTAR PUSTAKA
Aini, A. F. (2022). Analisis Analisis Dampak Urbanisasi Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kota Surabaya. Journal Economics and Strategy, 3(2), 60-67.
Badan Pusat Statistik. (2023). Laporan Statistik Perkotaan Indonesia. Jakarta: BPS.
Hadijah, Z., & Sadali, M. I. (2020). Pengaruh urbanisasi terhadap penurunan kemiskinan di Indonesia. Jurnal Wilayah dan Lingkungan, 8(3), 290-306.
Kementerian PUPR. (2023). Program Kota Tanpa Kumuh: Laporan Kemajuan 2023. Jakarta: Kementerian PUPR.
Kuciswara, D., Muslihatinningsih, F., & Santoso, E. (2021). Pengaruh urbanisasi, tingkat kemiskinan, dan ketimpangan pendapatan terhadap kriminalitas di Provinsi Jawa Timur. Jae (Jurnal Akuntansi Dan Ekonomi), 6(3), 1-9.
Nugroho, A. (2021). Pemberdayaan Ekonomi Pedesaan untuk Mengurangi Urbanisasi. Jurnal Ekonomi Pembangunan, 8(2), 45-59.
Suryana, D. (2022). Ketimpangan Sosial di Perkotaan: Sebuah Kajian Sosiologis. Jurnal Sosiologi Indonesia, 15(3), 123-135.
Todaro, M. P., & Smith, S. C. (2020). Economic Development. Pearson Education.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H