Mohon tunggu...
diah retno wsr
diah retno wsr Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Money

Pastikan Beretika dalam Mencari Harta (Nafkah) di Jalan Allah

14 September 2016   06:27 Diperbarui: 14 September 2016   13:57 18
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Sering kita dengar dari kalangan orang awam didalam prinsip mencari harta, MENCARI YANG HARAM, APALAGI YANG HALAL. Sehingga dalam mencari harta sering bahkan kebanyakan orang menghalalkan segala cara untuk mendapatkannya. Hidup bukan untuk makan tapi makan untuk hidup, sebenarnya ada cara dimana kita mendapatkan rezeki yang halal, kuncinya berusaha, selalu bertawaqal, jangan pantang menyerah, dan selalu bersyukur atas apa yang didapatkannya, karena pendapatan tersebut setara dengan apa yang kita kerjakan.

BAGAIMANA DENGAN PARA PEJABAT DILUAR SANA? YANG TANPA BEKERJA KERAS MENDAPATKAN HASIL YANG MAKSIMAL?

Simple saja, mereka bekerja keras dahulu baru mendapatkan hasil jerih payah yang mereka hasilkan dari kerja keras tersebut.

Artinya dari jabir bin Abdullah r.a, rasulullah saw bersabda, “wahai manusia, bertaqwalah kepada Allah dan berbuatlah baik dalam mencari harta karena sesungguhnya jiwa manusia tidak akan puas atau mati hingga terpenuhi rezekinya walaupun ia telah mampu mengendalikannya (mengekangnya), maka bertaqwalah kepada Allah swt dan berbuat baiklah dalam mencari harta, ambillah yang halal dan tinggalkanlah yang haram.”(HR. Ibnu majah)

Hadist diatas sudah menjelaskan bahwa kita sebagai kaum muslimin harus bertaqwa kepada Allah dalam mencari rezeki, serta bebuat baiklah didalam mencari harta dan menyuruh kita meninggalkan yang haram. Setiap orang akan berusaha memenuhi kebutuhannya, baik dengan menjadi pedagang, bekerja upahan, pegawai maupun profesi lainnya. Namun dalam mencari rezeki, hendaknya memperhatikan 2 perkara berikut:

  • Berilmu sebelum berkata dan berbuat. Seseorang hendaknya memahami apa saja yang wajib ia ketahui berkaitan dengan amalan yang akan dia kerjakan. semisal: sebagai pedagang harus mengetahui waktu-waktu terlarang untuk berdagang atau jual beli. Misalkan pada waktu akan menunaikan sholat jum’at. Allah swt telah berfirman:
  • hai orang-orang yang beriman apabila diseru untuk menunaikan sholat jum’at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui”(QS. Al-jumu’ah:9)
  • Serta seorang pedagang juga harus mengetahui tempat-tempat yang dilarang untuk berjuaiddiq, dan para shuhada’lann (masjid). Dan mengetahui barang-barang apa saja yang tidak boleh diperjualbelikan misalnya babi, anjing, miras danlain-lain yang diharamkan.
  • Taqwa. Pengertian taqwa sendiri adalah sebaik-baik bekal. Pedagang, karyawan serta profesi lainnya harus memiliki bekal taqwa. Rasulullah saw bersabda:
  • “pedagang yang jujur lagi terpercaya akan bersama para nabi, kaum shuhada’.”
  • (HR. Tirmidzi, Al-hakim dan Ad-dharimi)
  • Jadi kejujuran dan amanah buah dari taqwa.

Islam mencela orang yang malas dan meminta-minta.

Imam ibnu jauzi berkata “tidakalah ada seseorang yang malas bekerja, melainkan dalam 2 keadaan:

  • Menelantarkan keluarga dan meninggalkan kewajiban dengan berkedok tawaqal, sehingga hidupnya menjadi batu sandungan buat orang lain dan keluarga dalam kesusahan.
  • Demikian itu suatu kehinaan yang tidak menimpa kecuali orang yang hina dan gelandangan. Sebab orang yang bermartabat tidak akan rela kehilanan harga diri hanya karena kemasalahatan dengan dalail tawaqal yang setara dengan hisan kebodohan. Boleh jadi orang yang tidak memiliki harta, tetapi masih tetap punya peluang dan kesempatan untuk berusaha.”

Rasulullah member jaminan surga bagi orang yang mampu memelihara diri dari meminta-minta. Dari tsauban r,a berkata Rasulullah saw bersabda : “barang siapa yang bias menjaminku untuk tidak meminta-minta suatu kebutuhan apapun kepada seseorang, maka aku akan menjamin buatnya surga.”aku berkata “saya” maka ia selama hidupnya tidak pernah meminta-minta kepada seseorang suatu kebutuhan apapun.” (HR. Ahmad dan selainnya).

jadi, dalam mencari harta (nafkah) etika didalamnya tetap dijalankan sesuai perintah yang sudah diajarkan, karena selain mendaat manfaat juga mendapat karunia serta kenikmatan terhadap harta (nafkah) yang diperoleh hasil keringat sendiri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun