Mohon tunggu...
DIAH PURWATI NINGSIH
DIAH PURWATI NINGSIH Mohon Tunggu... Lainnya - STAFF ADMIN

little bit about edu, daily life, pov and politic

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Politik Dinasti Disebut Hak Asasi Manusia dan Asian Value, Bagaimana Pendapat MK?

8 Juni 2024   12:08 Diperbarui: 8 Juni 2024   13:14 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

4. Penilaian terhadap baik atau tidaknya seorang kandidat kembali ke rakyat

"... Bahwa dalam suatu proses pencalonan gubernur, bupati dan walikota harus dapat dipahami dengan jernih bahwa pada hakikatnya proses tersebut merupakan cara pengisian jabatan melalui proses pemilihan secara langsung, dimana warga pemilih dianggap telah mengetahui seluruh visi dan misi serta rekam jejak (track record) dari kandidat calon. Sehingga, jika mayoritas masyarakat atau warga pemilih menentukan pilihannya dengan tidak mempersoalkan status keluarga petahana maka menimbulkan pertanyaan mendasar bahwa mengapa negara harus pula melarang dan membatasi hak warga negara tersebut ? Apalagi, kalau mau dilakukan secara fairness bahwa, menyandang status-keluarga petahana sebagai sesuatu yang bersifat alamiah dan tidaklah bertentangan/ melanggar kesusilaan, ketertiban umum, agama, maupun aturan yang ada sebagai ditegaskan dalam Pasal 28J ayat (2) UUD 1945 mengenai diperbolehkannya pembatasan menurut konstitusi, akan tetapi pembatasan tersebut dimaksudkan semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil, dengan mempertimbangkan 4 (empat) hal, yakni: (1) moral; (2) nilai-nilai agama; (3) keamanan; dan (4) ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis; ..."

5. Tidak berasal dari dinasti politik tidak menjamin akan berkualitas

"... Bahwa dengan adanya persyaratan yang membatasi pencalonan dari keluarga petahana sebagaimana yang tersebut dalam Pasal 7 huruf r berikut Penjelasannya dalam UU 8/2015, menurut pandangan ahli tidaklah pula dapat menjamin atau menghasilkan calon kepala daerah yang lebih berkualitas dan memiliki integritas yang lebih baik dibandingkan dengan orang yang bukan keluarga petahana, begitu pula sebaliknya. Selain itu, keterpilihan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah tidak serta merta diakibatkan karena adanya hubungan dengan petahana, melainkan disebabkan karena hasil keterpilihan oleh rakyat (pemilih) sebagai pemegang kedaulatan. Di samping itu, aturan main dalam Pemilu maupun Pemilukada yang terprogram dalam bentuk iahapan dengan memperlakukan semua calon secara sama, pelaksanaan yang dilakukan oleh penyelenggara yang independen serta diawasi oleh suatu badan pengawas, penegakan hukum pidana Pemilu serta perselisihan hasil dilakukan oleh peradilan telah mengukuhkan prinsip penyelenggaraan Pemilu (Pemilukada) yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil sudah sangat cukup mengatur tentang bagaimana pelaksanaan Pemilukada yang demokratis tanpa harus melakukan pembatasan terhadap hak warga negara untuk dapat dipilih dan memilih...."

6. Konflik kepentingan tidak hanya terjadi karena hubungan keluarga, tetapi juga bisa karena hubungan pertemanan atau posisi di organisasi dan faktor lainnya

".... Bahwa berdasarkan ketentuan dalam Pasal 1 butir 14, Pasal 42 dan Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tersebut, pengaturan tentang konflik kepentingan adalah dalam konteks pembatasan kewenangan kepada seseorang yang memegang jabatan atau kekuasaan agar dalam menggunakan wewenangnya dalam mengambil keputusan didasari oleh netralitas dan tidak menguntungkan dirinya pribadi, orangorang yang ada hubungan kerabat, yang mendapat gaji, dan pihak lain sebagaimana dijabarkan dalam ketentuan Pasal 43 ayat (1) UndangUndang Nomor 30 Tahun 2014 tersebut di atas. Selain itu, bahwa sumber penyebab konflik kepentingan bukan hanya karena faktor hubungan afiliasi penyelenggara negara dengan pihak tertentu, baik karena hubungan darah, hubungan perkawinan maupun hubungan pertemanan yang dapat mempengaruhi keputusannya, tetapi juga ada faktor lain, yaitu perangkapan jabatan, gratifikasi, kelemahan sistem organisasi, dan kepentingan pribadi (vested interest). Untuk itu, dengan mendasarkan pada argumentasi tersebut diatas, maka penggunaan norma "tidak memiliki konflik kepentingan dengan petahana" yang selanjutnya dijabarkan dalam Penjelasan Pasal 7 huruf r UU 8/2015 yang disebabkan karena adanya hubungan darah dan hubungan perkawinan sebagai persyaratan calon menjadi tidak tepat adanya, dan terkesan bersifat tendensius dalam mengatur pembatasan hak warga negara yang seharusnya tidak dapat dilakukan oleh karena akan bertentangan dengan prinsip jaminan perlindungan terhadap hak-hak konstitusional warga negara..."

Jadi menurut saya pribadi, argumen yang disampaikan Arie, Budi dan Pandji bisa diterima sebagai diskusi publik. Menolak atau tidak mempermasalahkan dinasti politik itu hak pribadi. Tapi secara konstitusi, hukum jelas tidak melarang dinasti politik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun