bahasa Indonesia. Bukan sebagai orang pandai, bukan pula sebagai manusia yang arif bijaksana, apalagi sebagai pengamat bola, begitu mahir bermain kata-kata ketika menggambarkan situasi.
Pagi ini mencoba untuk memaknai sesuatu yang belum basi. Sesuatu yang sering saya temui, Â hilir mudik yang menyentuh nurani. Ya...yang tersentuh adalah nurani, nurani saya sebagai guruAkhir-akhir ini, ketika membuka status warganet, Â orang-orang dengan ringgannya menulis kata-kata "nyinyir" yang kadang atau bahkan sering tidak pantas untuk dibaca.
Itulah hebatnya dunia maya. Berkata dalam diam. Diam yang tak lagi menghanyutkan, tetapi diam yang mampu menghancurkan! meluluhlantakkan! persaudaraan, pertemanan, bahkan iman seseorang.
Bagaimana tidak menghacurkan persaudaraan jika masalah keluarga menjadi bahan publik, bagaimana tidak menghacurkan pertemanan jika menganggap semua pendapatnya paling benar, dan bagaimana tidak menghancurkan iman seseorang, jika para panutan tidak lagi berpegang pada Alquran?
Ah...biarlah..
Itulah sebuah fenomena
Asal kita bukan seperti sampah, yang terbuang di mana-mana.
Asal kita bukan bola yang sekali ditendang menggelinding tak terarah.
Kita masih punya sudut ruang yang mampu terisi dengan nurani yang tak bertolak belakang dengan empati, peduli, hati.
Kembali pada  dunia yang penuh "kenyiyiran"
Menurut KBBI,"nyinyir" memiliki makna bersifat nyenyeh, cerewet, atau mengulangi permintaan. Seperti seorang nenek -karena kepikunannya- mengulang kembali bahkan sampai berkali-kali apa yang menjadi permintaannya.
Adakala seorang ibu harus "nyinyir" kepada anaknya, yang tidak segera melaksanakan permintaannya, "Ayo belajar, jangan ngegame saja!" teriak sang ibu, berkali-kali, bahkan mungkin setiap hari (kalau ini pengalaman penulis ya)
Jadi, ketika nenek kita nyinyir, itulah saat dan sekaligus bukti bahwa beliau dalam keadaan sehat.
Jika hari ini kita masih mendengar nyinyiran ibu, itulah bukti sekaligus tanda bahwa wanita yang kita cintai itu dalam keadaan sehat dan sangat peduli dengan kita. Karena orang yang sakit tak akan pernah cerewet atau nyinyir kan?
Lalu
Bagaimana kita menyebut sebuah postingan atau kalimat yang bernada mengejek, menghina, atau selalu merasa pendapatnya paling benar -nyinyir- versi warganet saat ini?
Kita buka kembali KBBI ya (karena bagi guru BIN, KBBI ibarat garam dalam masakan)
Istilah "sinis" berarti
a. bersifat mengejek atau. Â Â Â Â Â memandang rendah sesuatu
b. tidak melihat suatu kebaikan apa pun dan meragukan sifat baik yang ada pada sesuatu
Jadi, jika kita membaca postingan yang seperti definisi di atas, berarti bukan postingan yang nyinyir tetapi postingan yang sinis.
Memang tidak mudah mengubah sesuatu yang sudah mengakar. Lebih baik, jangan disiram, apalagi dipupuk nanti akan tumbuh dengan subur.
Bagusnya, biarkan saja yang mengakar itu tumbuh tanpa ada yang merawatnya, toh nanti juga akan layu dan akhirnya mati dengan sendirinya.
Lalu, tanamlah kembali sesuatu yang baik, benar, bermanfaat, dan pastinya indah agar nantinya mendapatkan berkahnya.
Tentunya, akan saya mulai dari diri sendiri karena saya yakin, yang tidak setuju dengan tulisan ini akan mudah memiliki celah hitam sebagai bahan untuk di 'sinis' i
Kan ada pepatah "anjing menggonggong, kafilah tetap berlalu"
dan "tong kosong nyaring bunyinya?"
Nah, sobat literad, pilih mana: dinyinyirin atau disinisin?
Kalau penulis sih....lebih baik dinyinyirin karena nyinyir itu bermanfaat dan menyehatkan, apalagi sama ibuk, setuju?,
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H