Mohon tunggu...
Ayu Diahastuti
Ayu Diahastuti Mohon Tunggu... Lainnya - an ordinary people

ordinary people

Selanjutnya

Tutup

Joglosemar Artikel Utama

Imlek 2576: Sudiroprajan, Harmoni Budaya dari Balik Bilik Neurosains

29 Januari 2025   08:47 Diperbarui: 29 Januari 2025   14:10 422
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Siapa tak kenal penulis legendaris Kho Ping Hoo, karyanya sungguh membahana badai! Anda penggemar karya beliau? | dokumentasi pribadi 

Solo memang begitu unik. Kreativitas tanpa batas tersaji di kota berjuluk The Spirit of Java ini. Sehingga oleh budayawan Arswendo Atmowiloto menyebut keunikan Solo dalam narasinya bahwa setiap debu kota Solo pun punya cerita. Kisah sejarah yang tak akan terhapus dengan mudah.

Bila Imlek 2576 tahun Kongzili jatuh pada Shio Ular Kayu, maka inilah momentum ketika neuron-neuron memercikkan daya neuroplastisitasnya.

Dalam perhitungan Tionghoa, tahun Ular jelas berbeda dengan tahun Naga. Tahun ular dalam budaya Tiongkok melambangkan kecerdikan, keuletan, dan kehati-hatian saat menghadapi tantangan. Dikombinasikan dengan elemen kayu, yang merupakan simbolisasi dari pertumbuhan yang berkelanjutan, maka tahun Ular Kayu menghadirkan pola pikir dan semangat tersendiri. Selalu bersikap terbuka dan kritis.

Bagaimana Kreativitas dalam Sudut Pandang Neurosains?

Beberapa waktu yang lalu kita sempat dihebohkan oleh hadirnya teknologi AI sebagai alat bantu pekerjaan kita. Beragam ide kontroversi bermunculan dalam menanggapi kemajuan teknologi di era revolusi digital masa kini.

Pertanyaan paling mendasar mulai bermunculan. Seperti, apakah AI akan menggantikan kreativitas manusia?

Pada tanggal 20 Desember 2024 yang lalu, saya sempat mengikuti #JurnalismTalk yang diprakarsai oleh Aliansi Jurnalis Independen. Dalam talkshow via X tersebut, ada mas Amir Sodikin sebagai Editor in Chief Kompas.com sebagai salah satu pemateri yang menjelaskan secara gamblang bagaimana Kompas memanfaatkan teknologi Artificial Intelligence (AI) dalam ruang redaksi dan karya jurnalistik.

Bahwasanya AI hadir sebagai helper, planner—asisten yang membantu kita supaya pekerjaan terselesaikan secara lebih efektif dan efisien. Konsep tersebut sangat jauh dari pemahaman beberapa oknum penulis di luar sana yang menganggap bahwa seorang penulis mampu menghasilkan karya-karyanya dari hasil copy paste artikel bikinan AI. Oh, bukan begitu cara maennya, Kisanak.

Apa yang disampaikan mas Amir Sodikin pada kesempatan tersebut mengingatkan saya pada aplikasi neurosains dalam hal mekanisme otak manusia ketika berpikir secara kreatif.

Bahwasanya sampai detik ini AI hanya mampu memetakan pola emosi kita melalui hasil sistem limbik yang tersirat sekaligus tersurat lewat selera-selera dari bahasa yang kita gunakan —lebih dikenal sebagai Natural Language Processing. AI hingga saat ini hanya mampu menjadi perpanjangan tangan kita untuk menyediakan opsi-opsi terbaik bagi pekerjaan kita. Tapi AI BUKAN PENGAMBIL KEPUTUSAN.

AI sampai sejauh ini belum memiliki kapabilitas memetakan kesadaran diri yang dimiliki manusia. Hal ini dikarenakan AI tidak memiliki pengalaman-pengalaman yang bersifat subyektif. Sedangkan kita, manusia memiliki pengalaman-pengalaman tersebut.

Pengalaman-pengalaman tersebut merupakan salah satu komponen vital bagi neokorteks dalam membuat sebuah keputusan. Tentu saja, ada bagian otak yang lain yang terlibat dalam mekanisme tersebut seperti, amygdala dan hipokampus yang juga turut berkolaborasi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Joglosemar Selengkapnya
Lihat Joglosemar Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun