Bagaimana merawat batik, bagaimana melipat kain batik (sinjang: bahasa Jawa), bagaimana menggunakan lerak untuk mencuci batik, kemudian menjemurnya dengan hati-hati, hingga melipat dan menyimpannya dalam almari.
Selain karya-karya indah tersebut lahir dari imajinasi luhur para pengrajin sebagai buah intelektual mereka, batik telah menjelma menjadi kekuatan realita intersubjektif yang menyatukan komunitas sosial.
Keberadaan batik mulai dari masa kerajaan Majapahit hingga kerajaan Mataram Islam menempa batik konvensional menjadi busana adiluhung yasandalem. Â
Meskipun banyak literasi yang mengetengahkan konsep perbedaan antara gagrak Surakartan dan Jogjakarta, namun pada akhirnya masing-masing pemrosesan kain batik pulalah yang membentuk batik dengan segala ciri khas setiap motifnya.Â
Sudah barang tentu, batik dengan berjuta pesonanya telah memberikan sumbangsih tersendiri dalam perkembangan kecerdasan kolektif hingga memenuhi kebutuhan publik sampai hari ini.Â
Meskipun pada masa monarki terdahulu batik sempat memiliki kedudukan istimewanya sebagai busana milik "bangsawan only".Â
Memilah hirarki sosial? Tentu saja. Pada masa lalu, batik hanya digunakan oleh para bangsawan. Sedangkan rakyat biasa pada umumnya hanya menggunakan kain-kain lurik.Â
Batik kontemporer yang seringkali kita jumpai di berbagai marketplace maupun gerai-gerai batik kekinian merupakan bukti bahwa batik menjadi simbol kecerdasan intelektual kolektif.Â
Apa Kata Neurosains Soal Kreativitas?
Kepekaan para kreator batik konvensional telah menggabungkan warisan leluhur yang sebelumnya tersimpan di dalam ingatan mereka terwujud pada batik.
Sehingga dengan menggunakan bahan maupun perlengkapan membatik tersebut seperti mori, malam, canting, maupun alat lain yang telah ada di masa terdahulu mereka menggulawentah batik hingga menghadirkan karya seni mempesona.
Belum lagi dalam proses pembuatan batik. Mulai dari ngemplong (mempersiapkan kain mori yang akan dibatik), memola, mbathik, nembok, medel (mencelupkan kain yang sudah dibathik ke dalam cairan warna secara berulang hingga mendapatkan warna yang diinginkan.), mbironi, nyoga, sampai penjemuran kain batik.