arak-arakan air berlomba menuruni awan
tiap tetesnya menampi selaput ingatan
ia, sang penguasa bertaruh hari ini hujan
akan berlabuh
apa yang membuatnya jatuh
tak ada yang memaksa bulir-bulir air meruntuh
tak ada yang membuatnya tergesa
turun dari atap Swargaloka
riaknya membungkam jemari-jemari bermulut
mengganti ambisi yang menyalak seperti
serigala bertutur domba
sementara ia lapar mangsa
melolong dalam ringkih nafsu dan syahwat kuasa
arak-arakan air dari mata-mata proletar
berlapang dada
menjereng nadi-nadi altruis
demi berkibarnya panji-panji ekspektasi
demi berdirinya realita abstraksi
demi piring berisi nasi
air hujan telah berhenti
mungkinkah semua titik-titik akan berhenti menitik?
===
*Solo, saat hujan menetes; menderas ingatan dan kenikmatan.Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H