Meskipun persepsi dan respon pemahaman setiap penikmat tari berbeda antara satu dengan yang lain, karena unsur pengalaman dan emosi yang berbeda terhadap tarian tersebut, namun nyali para penari di SBC 2023 tak surut melumpuh.Â
Semangat berkelindan menjadi api yang memadam karena masa #jagajarak pada saat pandemi Covid-19 yang lalu mulai disulut kembali. Batik bersama fiksi-fiksi lawas sebagai panorama kecerdasan sosial masyarakat di era lampau kembali menjadi pionir pereda kejenuhan penikmat seni.
Mengangkat kesejahteraan UMKM. Demikian tujuan awal yang pun tak mampu bersembunyi dari hajatan besar masyarakat Solo ini telah dinantikan sejak lama. Para penjahit, perajin sepatu karnaval, para desainer muda belia, dan ide-ide lentik para penari dianugerahi karunia Sang Penguasa melebur dalam aksi perdana seusai badai pandemi.
Sejurus lurus dengan lini alunan tetabuhan anak-anak muda, saya merasakan hadirnya keindahan serta kemewahan senyum anak-anak kecil.Â
Anak-anak dari rahim masa depan bangsa turut bergaya dalam irama dan titian nada. Seakan rinai timbal balik, semesta memberikan kekuatan fisik bagi anak-anak yang berusia 5-15 tahun berjalan sejauh kurang lebih 4 km.
Pukul 16.15 langit Surakarta mulai menjulurkan tetes air yang merintik menawarkan romansa tersendiri pada pawai budaya SBC 2023. Rinai tipis mulai terhenti seakan memberi restu kepada duta budaya menyuguhkan kembali entitas kolaborasi.
Barisan Paskibra SMA Negeri 7 Surakarta mulai membelah ruas Jalan Slamet Riyadi. Tanpa dikomando para penonton rajin berjajar meniti kekaguman atas 90 personil baru sebagai peserta SBC. Sedang total seluruh peserta SBC kali ini ada 379 orang termasuk utusan dari luar kota.
Peserta SBC 2023 menggunakan atribut batik sebagai alat untuk mengekspresikan kembali nuansa literasi kuno layaknya Lembu Sura maupun Menak Widaninggar dan Rengganis. Kemunculan dua narasi fiksi ini diperkaya oleh dua utusan dari luar kota yang tak mau tinggal diam turut mengisi lajur arteri kota Solo.Â