Sehingga, sebelum pawai dan pertunjukan atraksi barongsai dan liong berlangsung diadakan doa sembahyang sebagai penghormatan di depan altar dewa Bumi, 土地公 bersama tunggangannya Houw Ciang Kun (harimau putih).
Barongsai dan Liong yang akan dimainkan biasanya akan dibawa ke Klenteng Tien Kok Sie. Pada kening barongsai dan Liong biasanya akan diberi Hu, kertas kuning bertuliskan huruf Mandarin 王 (baca: Wáng, yang berarti Raja).
Seperti halnya nama barongsai. Mengenai tata cara ritual tersebut sebenarnya juga tidak dilaksanakan sama seperti di Sudiroprajan. Apa pun sebutannya, kesadaran ini merupakan salah satu cermin kesadaran kolektif masyarakat Tionghoa di Sudiroprajan.
#2 Pembagian Kue Keranjang
Tiada perayaan Imlek tanpa kehadiran kue apem China atau lebih dikenal dengan kue keranjang. Produk kuliner satu ini benar-benar merupakan salah satu ciri khas yang tidak dapat tersembunyi di antara gemerlap perayaan Sincia.
Akan tetapi, ada satu keunikan tersendiri pada grebeg Sudiroprajan. Mengangkat tradisi pembagian kue apem saat grebeg Maulud yang diadakan oleh Kraton Surakarta.
Pembagian kue apem China (begitulah masyarakat di sini acapkali menamai kue kranjang) sangat dinantikan baik oleh warga keturunan Tionghoa maupun masyarakat di luar etnis Tionghoa.
Dalam filosofinya, kue legit bercitarasa manis ini mempunyai cerita tersendiri. Kue yang disajikan mulai dari enam hari menjelang Imlek sebagai kue persembahan yang manis bertujuan untuk menyenangkan Dewa Dapur (灶君公 atau Chàu-kun Kong).
Sedangkan pembagian kue keranjang yang diperebutkan oleh warga merupakan proses adaptasi nilai budaya Jawa. Yaitu sama seperti pembagian kue apem pada saat diadakan grebeg sebagai peringatan peristiwa-peristiwa penting masyarakat Jawa. Simbol keberuntungan? Yap. Tepat sekali, Saudara.