Tugu kecil yang berdiri tepat di depan Balai Kota Surakarta ini biasa disebut sebagai Tugu Pamandengan. Belum ada literasi yang secara tepat mengurai kapan tugu tersebut di bangun.
Meski demikian, beberapa narasi menyebut bahwa tugu yang dianggap memiliki titik kosmologi pada zamannya ini dibangun antara masa pemerintahan SISKS Paku Buwono (PB) IV hingga PB X.
Dikatakan mempunyai daya kosmologi kuat, karena tugu inilah yang menjadi simbol pemusatan ide atau upaya para Raja Kraton Surakarta untuk memecahkan setiap permasalahan yang dihadapi rakyat.
Dari titik nol Surakarta, mari saya akan mengajak Anda menikmati beberapa sajian cagar budaya lainnya di sepanjang jantung kota Bengawan.
#2 Pasar Gede Hardjonegoro
Hmm, bagi kami masyarakat Solo, Pasar Gede merupakan warisan ikonik yang menyimpan berjuta cerita sejarah.Â
Pasar para Ratu. Begitulah kami biasa menyebutnya. Saya sarankan bila ada yang ingin menikmati kuliner Solo baik yang otentik maupun kuliner warisan peranakan, datanglah agak siang. Ya, antara jam 08:00-09:00 WIB.Â
Wokay, mari kita kombek lagi, Kawan.
Sebagaimana diketahui, ada tiga dominasi suku yang berasimilasi di kota Solo. Arab-Pakistan, Tionghoa, dan Jawa.Â
Pasar Gede mulanya merupakan tanah lapang yang ada di sekitar rumah warga keturunan Tionghoa. Karena dinamika ekonomi masyarakat Tionghoa begitu tinggi sehingga perniagaan di tanah lapang tersebut semakin ramai dikunjungi pula oleh para pedagang lain dari berbagai daerah.Â