Aku membiarkanmu menikmati sofa panjang itu. Sementara aku lebih memilih tuts piano tua yang rela menjadi pajangan dalam ruang penuh basa basi. Ruang formalitas dengan pemujaan penuh pada tingkap-tingkap kesopanan. Ruang tamuku.Â
Kesopanan yang kadang tertutup oleh tabir kedustaan. Tanpa dalih apa pun. Hanya demi sebuah kepentingan: BERTAHAN HIDUP.Â
Hingga kemunafikan muncul sebagai pilihan cepat. Lebih cepat dari The Flight of Bumblebee, harmonisasi permanen Nikolai Rimsky-Korsakov yang rajin menuntunku ke tepian lajur neokorteksku. Ke bawah naungan kejujuran yang terdalam. Di mana raungan kesopanan tak lagi terdengar merdu menggelegar.Â
Aku masih membiarkanmu rebah di atas sofa panjang itu. Usai kau dengarkan aku menangis di sudut beranda. Saat sore hujan yang lalu. Tak ada satu pun dari mereka harus tahu. Cukup kau dan bahumu.Â
Hari telah meretas waktu. Lalu seaka-akan ia mematung. Seperti ragumu yang menggunung. Kubiarkan saja begitu.Â
Bukankah waktu hanya ilusi? Dan imaji perlahan menebal kala kau menikmati akhir narasi ini? Tak usah berbasa-basi. Aku hanya sebatas sabda nurani.Â
*Solo, kadang pilihan hanya membutuhkan kejujuran dan keikhlasan.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H