Bagaimana dengan guyonan salah satu publik figur politik tentang tukang bakso? Ada yang terpicu, mencuit dikit, bahkan ada yang terkesan nylekit.Â
Ah, sudahlah. Kali ini saya tidak akan mengupas isu-isu tersebut. Hanya saja, sepertinya saya akan menyuguhkan sebuah rasa dari bilik korteks kita.Â
Seiring ritme informasi yang semakin cepat, jempol dan jemari kita pun terlatih melompati tuts keyboard HP sedemikian rupa. Seolah kita lupa bahwa ada satu waktu di mana kita butuh meliburkan  jemari kita. Jemari yang senang berjumpalitan dalam ruang komentar dimensi maya.Â
Ah, tapi kalo hanya berkomentar kita tidak pernah terhubung di dunia nyata? Ga pa pa donk. Ya atau tidak? Lagian kan selama pandemi kita berada di bawah kekuasaan dunia daring? Betul?Â
Kenikmatan belum tentu merupakan kebahagiaan. Karena kenikmatan belum tentu disertai dengan empati. Memang benar bahwa kenikmatan tanpa empati pun mampu mendatangkan kegembiraan. Hanya gembira. Bukan kebahagiaan.Â
Sorotan Sains Tentang Empati
Kemajuan duo kembar, bioteknologi dan teknologi informasi memantik sains yang dulu bersandar pada dimensi filsafat, kini mulai bergerak. Sains bergeser pada hasil riset yang dapat dibuktikan secara empiris. Dengan demikian boleh pula dikatakan bahwa sains bersifat dinamis.Â
Seperti halnya dengan perkembangan kognitif individu. Sains hadir memberikan jawaban bagaimana seseorang belajar memaknai keberadaannya. Kini semua mampu dipelajari dan dibuktikan secara saintifik.Â
Bagaimana cara kita bersosialisasi dengan sesama. Bagaimana kita memaknai apa yang kita sebut sebagai "manner". Bahwa ternyata cara kita makan, minum, bahkan bersikap dalam lingkup sosial semua dapat kita pelajari melalui anatomi tubuh.Â
Semua masih berhubungan dengan pengelolaan kecerdasan emosi kita.Â
Satu dari 5 unsur dalam kecerdasan emosi menurut Daniel Goleman dalam bukunya Emotional Intelligence adalah bagaimana kita mengenali emosi orang lain. Pengenalan ini menolong kita supaya mampu membangun kolaborasi dalam suatu sistem relasi sosial.Â
Kolaborasi atau kerja sama dipandang sebagai perilaku dengan keberhargaan lebih tinggi dibandingkan dengan kompetisi. Dalam hal kecerdasan berkelompok, empati memegang peranan penting.