Tapi, bukan begitu juga, Saudara.Â
Beberapa waktu yang lalu selain film Doctor Strange in The Multiverse of Madness, saya lagi gandrung film animasi. Salah satunya adalah The Inside Out.Â
Berulang kali saya menonton film anak-anak ini. Berulang kali pula saya sadar, bahwa selama ini kita seakan terjebak pada narasi emosi negatif dan emosi positif.
Seakan kita menolak hadirnya emosi yang tidak membuat kita nyaman. Padahal, kita adalah manusia yang menyeluruh. Manusia utuh. Adalah hal yang manusiawi bila kita menyadari bahwa keberadaan kita bukan hanya terdiri dari sisi yang dianggap positif saja.Â
Dengan sadar diri secara utuh, self awareness, inilah kita menyadari diri kita secara utuh. Bahwa emosi takut, marah, jijik, senang, dan jenis emosi lainnya, masing-masing membawa pesan tersendiri.Â
Self awareness merupakan salah satu ciri dari kecerdasan emosi. Di mana kita mampu mengenali perasaan diri sendiri maupun  orang lain, memotivasi diri sendiri, dan kemampuan memengelola emosi dalam diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain (Goelman, 1999).
Seperti rasa sedih. Perasaan sedih yang ala kadarnya, membantu kita mampu menumbuhkan empati kepada sesama. Bagaimana dengan marah? Marah yang sekadarnya menunjukkan bahwa ada kita diperlakukan tidak adil, misalnya.Â
Coba saja bila kita menghilangkan perasaan takut. Pasti kita tanpa pikir panjang akan menyebrangi jalanan yang sedang riuh kendaraan bermotor. Lantas apa jadinya?Â
Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder (DSM) Fifth Edition, menyebutkan bahwa pada tingkat durasi, frekuensi, dan intensitas tertentu munculnya beberapa jenis emosi  yang membuat tidak nyaman tersebut dapat mengganggu kita.Â
Baik mengganggu kenyamanan maupun produktivitas kita sehari-hari. Maka penting bagi kita segera mengunjungi ahli kesehatan yang terkait.
Mengapa harus bertemu dengan ahlinya? Untuk fase tidak nyaman di atas --hingga mengganggu aktivitas keseharian-- bukan lagi diatasi dengan aktivitas apa pun yang kita klaim sebagai self healing.Â