Mohon tunggu...
Ayu Diahastuti
Ayu Diahastuti Mohon Tunggu... Lainnya - an ordinary people

ordinary people

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Tentang Recalling Memory dan Pentingnya Mengelola Kecerdasan Emosi

16 Mei 2022   01:11 Diperbarui: 16 Mei 2022   11:18 1513
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Beberapa toko di kawasan Coyudan masih terlihat tutup semenjak terjadi tragedi Mei '98 | dokumentasi pribadi

Okay, let us see. Ingatan kita seringkali dipengaruhi oleh emosi yang kita rasakan saat itu. 

So, saat kita mengingat hewan peliharaan kita yang sudah mati, misalnya. Saat kita merasakan emosi sedih, maka ketika ingatan itu hadir, akan dimuati pula oleh rasa sedih kita. 

Bagaimana kita mengingat suatu peristiwa akan dipengaruhi oleh suasana pikiran kita saat itu. Bagaimana ini terjadi? 

Okay saya berikan contoh. Saat peristiwa Mei 1998, saya melihat drum melayang di di langit selatan, visual cortex saya merekamnya. Lalu ketika saya mendegar suara dentuman drum yang dibakar massa, audio cortex saya pun merekam kejadian tersebut. 

Ketika saya melihat mata merah dan ekspresi amarah oknum pembawa bom molotov, fusiform gyrus saya pun merekamnya. Bagaimana dengan emosi saya saat itu? Kegentaran, rasa takut, kepanikan, semua lengkap terekam pada amygdala saya. Dan masih banyak lagi syaraf sensorik dan kerja kimiawi yang terlibat di dalam tubuh kita. 

Nah, saat saya menuliskan kembali semua peristiwa dalam artikel Mei 1998 tersebut, semua bagian otak saya bekerja sama. Semua data yang tersimpan pada masing-masing bagian terangkai pada memori episodik. Dengan demikian lahirlah ingatan 14 Mei 1998 tersebut. 

Ya, sudah tentu saya tidak dapat secara detail menguraikan peristiwa tersebut secara presisi persis sama plek teplek dengan kejadian yang saya alami kala itu. But there you go. Ingatan terurai dalam narasi. 

Next. 

Ternyata emosi negatif berguna bagi kita! Oh yha? 

Nah, dengan demikian keberadaan emosi tidak kalah penting perannya dalam membangun sebuah memori, bukan? Terlebih pada memori episodik kita. 

Sebagaimana telah saya sebutkan di artikel saya terdahulu, Daniel J. Goelman dalam bukunya Emotional Intelegence telah menjelaskan bagaimana otak emosi seringkali membajak otak rasional kita. 

Akan tetapi dalam memenuhi kebutuhan untuk berinteraksi dengan sesama, sangat perlu bagi kita untuk berlatih meregulasi emosi. Bukan menghilangkan atau berupaya menjauhi emosi yang membuat kita tidak nyaman. Seakan emosi tersebut bagai sebuah kutub atau area yang tidak berguna. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun