Mohon tunggu...
Ayu Diahastuti
Ayu Diahastuti Mohon Tunggu... Lainnya - an ordinary people

ordinary people

Selanjutnya

Tutup

Love Pilihan

Layangan Putus? It's Not My Dream, Mas

9 Januari 2022   05:26 Diperbarui: 10 Januari 2022   00:18 1359
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi : selingkuh, relasi menebas batas komitmen | via time.com

Hmmm, ini tentang pagi saya beberapa waktu kemarin yang dihiasi oleh cuitan seorang kawan di sebuah grup aplikasi perpesanan singkat. 

"Pagi-pagi udah denger orang rame brantem," begitu cuitnya membuka hari kami. 

"Sape yang rame, Nyet?" jawab anggota grup yang lain. Jangan kaget dengan sapa Nyet. Begitulah erat keakraban kami dalam sapa dan kerabat. 

"Ntu mas Aris ama Mba Kinan. Bikin bukibuk sekampung pada merapat di gang samping rumah, trus jadi kek macam petasan," si Nyet ternyata masih melanjutkan ceritanya. 

Tak lama, santun chatting (Ok, tanpa ada kepentingan iklanisasi saya sebut WAG.), grup blah bloh kami menjadi begitu ramai dengan tema SISA: "Selingkuh Itu Seindah Apa?". 

Entah apa saja yang diributkan sedini hari kala itu. Sedangkan saya masih saja merebahkan selimut. Karena kabut belum jua tercerabut dari janari yang masih cemberut. 

Sementara itu, jemari saya melenggang ke arah si ajib medsos berlogo burung biru. Ada judul web series Layangan Putus, Mas Aris, Kinan, Cappadocia (lah fenomena semesta apa lagi nih?). 

Pada akhirnya seusai tayang Layangan Putus episode 8 kemarin, Lydia masih sempat nangkring di deretan atas trending topic of the day. 

Tentu saja beserta mantra ajaib Lydia si pelakor, "jahat banget sih istrimu, Mas. Pake lapor polisi segala." Maka mendidihlah darah pada netijen negri kolam susu. 

Ada beberapa tokoh yang beranjak viral. Mas Aris (Reza Rahardian), Kinan (Putri Marino), dan Lydia (Anya Geraldine). 

Saya malah jadi teringat pada salah satu tulisan Acek Rudy Sang Numerolog kondang seantero jagat Raya (biarkan saya menulis nama anak  Papip Aris - Mamim Kinan). 

Bacalah kiranya artikel Acek Rudy yang judulnya membiru ini "Saya Korban Puber Kedua. Bagaimana dengan Kamu?"

Nah, kontan saja saya membalas artikel nyentrik Acek Rudy dengan tulisan lawas saya yang alangkah baiknya Anda baca terlebih dahulu, " Melihat Sisi Menguntungkan di Balik "Puber Kedua: Midlife Crisis".

Pada tulisan  saya tentang midlife crisis tersebut, saya teringat ada salah satu pertanyaan yang menggelitik saya. Menanyakan apakah berarti selingkuh, jatuh cinta lagi itu karena midlife crisis? 

Kali ini ijinkan saya membayar hutang jawaban saya. 

Mari kita bahas topik yang saya bikinkeun sendiri : Perselingkuhan. 

Ilustrasi : selingkuh, relasi menebas batas komitmen | via time.com
Ilustrasi : selingkuh, relasi menebas batas komitmen | via time.com

Dari faset manapun, fenomena sosial yang terjadi sejak purbakala ini sepertinya benar-benar tokcer menyatukan nusa dan bangsa. 

Tapi, tunggu dulu, Sobatku. Sedikit pembuka... 

Manusia pada dasarnya ingin selalu mendapatkan kejelasan mengenai segala peristiwa dalam kehidupan. Apabila datang peristiwa yang dirasa tidak pasti, akan membuahkan pertanyaan. 

Pertanyaan yang ditujukan untuk mencari kejelasan tentang apapun yang sedang terjadi. Sedang jawaban yang muncul terkadang malah tidak ada hubungannya dengan permasalahan yang ada. 

Begitulah kita yang ingin mendapatkan kepastian. Manusia pada umumnya ingin merasa nyaman dan aman. Berada dalam kondisi yang pasti. 

Ketika kita berjumpa apa yang tidak pasti, kita lebih sering untuk menghindari. Namun, jika pun tak mampu hindari, maka akan timbul pertanyaan tentang ketidakpastian tersebut. 

Ada yang berselingkuh dengan dalih sedang dalam puber kedua. Atau karena si istri yang terlalu mengekang suami. Atau si istri sibuk kerja, lupa ngurus suami dan anak-anak. Wah, wah, wah... apa hubungannya? Nape bapak kaga ikut bantuin istri ngurus anak? 

Sama seperti mas Aris yang selalu pintar; cerdas berbohong dan cepat tanggap untuk mengelak dari pertanyaan mbak Kinan, sang istri. Mas Aris kreatif siii; cerdas? Emmh, cerdas berbohong, kalee. 

Beragam gagasan atau idealisme pun seringkali muncul dalam diri sendiri tentang cinta yang sekiranya menjadi bagian hidup kita. 

Sudah barang tentu kita masing-masing mempunyai standar suksesi sebuah relasi, bukan? 

Dari standar tersebut, kemudian muncul harapan bahwa kita adalah satu-satunya pihak yang dipercaya oleh pasangan kita. 

Sehingga tak ayal sebagai pihak yang diselingkuhi akan merasa rendah diri. Bahkan tidak jarang timbul rasa gagal dan tidak berguna. 

Perasaan tidak berharga ini muncul karena merasa kehilangan keyakinan bahwa ternyata dirinya bukan satu-satunya pribadi yang menjadi kepercayaan pasangan. 

Lalu, apakah perselingkuhan adalah sebuah relasi yang hanya didasarkan atas alasan kausalitas pada hubungan utama? 

Tidak jarang kita mendengar beragam alasan yang muncul baik dari pihak yang melakukan perselingkuhan maupun pihak lain di luar kasus perselingkuhan ini. Coba lihat contoh ujaran berikut. 

"Ya panteslah dia selingkuh. Istrinya aja ga bisa urus diri gitu abis melahirkan"

"Abis istri saya malah lebih banyak urus anak hampir ga ada waktu buat suaminya" (adu du du du...serasa pengen ngelemparin godam, Sobat). 

"Ya, cowok gue ga pernah beliin gue martabak manis" (lha ilah Neng. Cari gebetan Agan martabak aja). 

Kita tidak dapat menimpakan satu pihak menjadi penyebab terjadinya perselingkuhan, Saudara. Terlebih hanya sebagai pembenaran perilaku melanggar komitmen yang telah dibangun bersama. 

Toh perselingkuhan juga dapat terjadi tatkala pernikahan sedang dalam kondisi baik-baik saja. 

Namun, tak jarang juga ketika ada permasalahan keluarga seseorang akan memilih pergi berkonsultasi kepada psikolog atau alim ulama atau konselor. 

Untuk mencari penyebab perselingkuhan tidak dapat dilihat dari satu sisi penyebab saja. Akan tetapi, satu hal yang pasti: 

Bahwa tanggung jawab perselingkuhan ada pada si pelaku perselingkuhan, bukan pada orang atau kondisi di luar si pelaku. 

Mungkin perselingkuhan bukan hanya permasalahan dalam pernikahan. Perselingkuhan juga sering terjadi dalam relasi pertunangan atau pacaran. 

Disclaimer: Artikel ini saya unggah bukan untuk memojokkan satu pihak tertentu. Karena kita semua berpotensi untuk menjadi pelaku perselingkuhan. 

Bila ditilik dari faktor penyebab, memang terdapat begitu banyak faktor. Tapi, saya hanya ingin membagikan 3 diantaranya. Singkat saja, Saudara. 

1. Dari diri si pelaku perselingkuhan itu sendiri. 

Maksud saya, perselingkuhan seringkali berkaitan dengan sifat, karakter, mungkin juga permasalahan dalam diri si pelaku yang menyebabkan ia melakukan perselingkuhan. Juga bagaimana cara seseorang dalam berelasi. 

Misalnya saja, merasa bosan dengan pasangan utama, permasalahan dengan masa lalu, sulit menolak godaan, dan lain sebagainya. 

2. Faktor kondisi lingkungan

Ada beberapa perselingkuhan yang terjadi karena tingginya frekuensi pertemuan, atau intensitas kedalaman komunikasi antar pelaku perselingkuhan. 

Contohnya, seringnya hidup berpisah lokasi dengan pasangan, intensitas interaksi yang tinggi dengan seseorang yang bukan pasangan di komunitas yang sama, dan lain sebagainya. 

Pertama, ya teman biasa. Bertemu, saling sapa, lalu pertemuan formal di kantor atau dalam komunitas bersama semakin sering. Interaksi lewat media sosial, chit chat, berbagi angka nomor telepon kemudian berlanjut berbagi nomor rekening, hehehe. 

3. Kualitas hubungan utama yang sedang berjalan.

Kurangnya komunikasi, juga renggangnya intensitas pertemuan skin to skin dengan pasangan utama biasanya menjadikan kekosongan pada individu. 

Demikian juga pelaku perselingkuhan akan merasa perlu memilih berselingkuh dari pasangan utama, karena ia merasa tidak mendapat apa yang ia harapkan dari pasangan utamanya. 

Hmm, so, pada dasarnya selingkuh atau tidak selingkuh bukan hanya berdasarkan hubungan sebab akibat. Artinya, hubungan yang sedang tidak sehat bukanlah alasan utama dan satu-satunya untuk berselingkuh, bukan? 

Selingkuh atau tidak, semua tergantung pilihan si pelaku. 

Batasan pribadi sangat berperan penting dalam sebuah relasi yang dibangun dengan orang lain di luar relasi awal yang telah kita bangun sebelumnya. Menghargai pasangan kita sama saja menghargai diri kita sendiri. Bukankah pasangan kita adalah pilihan kita? 

Maka itu, penting pula untuk mengetahui apakah kita siap atau tidak sebelum membangun sebuah komitmen. 

Maaf tulisan panjang.. 

Salam sehat, salam sadar

Penulis. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun