Tepat tanggal 25 November 2008 yang lalu  UNESCO telah menetapkan keris sebagai Warisan Budaya Tak Benda. Guna memperingatinya, maka Kota Surakarta menggelar event Indonesian Keris For The World.
Undangan tersebut menguatkan kaki saya menjejaki jalanan basah kota Solo usai rutinitas pelik di kantor.Â
Purna sudah rasa kepo saya, setelah saya bertemu Ni Intan Anggun Pangestu dan Ni Puput Saputri. Duo empu cantik inilah yang kemudian membuat kaki saya tertambat di Tempa Kehormatan, workshop pembuatan keris.Â
Bagi masyarakat Jawa, kehadiran keris bukan hanya sebagai salah satu senjata. Lebih dari itu, filosofi keris dipercaya sebagai wujud manunggaling manungsa dengan Gusti. Bersatunya manusia dengan Sang Pencipta.Â
Mengapa sebuah keris diyakini mempunyai kekuatan mistis dari daya ilahi? Hal ini berkaitan dengan pemilihan bahan dasar pembuatan keris. Bahan tersebut biasanya disesuaikan dengan karakter pemilik.Â
Memang harus disadari, belum banyak masyarakat yang memahami kebudayaan luhur Nusantara kita yang satu ini. Ya, termasuk saya. Inilah salah satu obrolan saya dan Ni Intan Anggun Pangestu.Â
Mbak Intan, boleh ga kita tahu tahapan atau proses pembuatan pamor keris?Â
"Proses awal pembuatan pamor (baca: badan keris) besi sama nikel dilipat sebanyak 32 kali uletan. Kalo sudah selesai dibentuk pamor yang diinginkan, nanti baru dislorok sama baja,"begitu penuturan dari Ni Indah.Â
Berapa panas api yang biasanya diperlukan dalam proses pembuatan keris, mbak?Â
" Pada saat proses, selain pijar, untuk melebarkan bahan diperlukan panas sekitar 500-800 derajat celcius. Sedangkan untuk pijar, ketika kembang api mekar, diperlukan panas hingga 1300 derajat celcius," begitu penjelasan Ni Intan cantik.Â