malam merayapi tepian mimpi yang dingin, menepi.
mukanya murung, mengurung lautan biru tanpa riak ombak menggelak
sementara aku lupa menghitung bintang yang berserakan di angkasa kemarin malam, ombak tetap saja diam tanpa memberi tanda atau santun apa pun, meski angin meniupinya setiap waktu
mungkin angin lupa ke mana ia harus bertiup, mungkin wabah mengubah wajah arah hingga angin tiada ingin menuai angan dari bijaknya arah
lalu ingatanku membisu, yang tinggal hanya satu, sementara mulutku kelu, lidahku gagu, saat langit berwarna abu, kala itu...Â
disetubuhi rintihan hujan, sebuah musim datang mengejarmu,  yang tanpa malu  membawakanku dengan tersipu, segenggam sinar kemarau hangat, meski kadang lewat, menyengat, saat aku hanya mampu mengingat, wajahmu yang melekat, lalu melangit lagi dalam sesaat.Â
*Solo... saat langit mengajak bersawala
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H