Mohon tunggu...
Ayu Diahastuti
Ayu Diahastuti Mohon Tunggu... Lainnya - an ordinary people

ordinary people

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Mural, Sebuah Karya Seni atau Vandal?

19 Agustus 2021   16:43 Diperbarui: 21 Agustus 2021   02:31 2188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: salah satu bentuk vandalisme di bekas pertokoan | Dokumentasi pribadi

Kebebasan. Mungkin bukan lagi sebuah keniscayaan yang patut kita panggul selepas ikrar merdeka di Lapangan Ikada, Jakarta, 76 tahun yang lalu. 

Meski dalam rentang waktu 76 tahun Indonesia mengecap kata merdeka, namun realita mengatakan hal yang berbeda. 

Saya memang bukan generasi yang turut mengecap langsung masa keemasan pekik merdeka bergaung di lorong-lorong kereta hingga dinding-dinding bangunan lawas dalam rupa aksara. 

Namun, saya masih menyesap meski sedikit sebuah masa, di mana sikap apatis penguasa mengebiri hak bersuara kaum nestapa. 

Masih lewat di ingatan dalam lajur pre frontal cortex saya, bagaimana buku-buku yang dianggap memuat arus aliran kiri pada masa orde baru seakan dimusnahkan dari dimensi ruang baca generasi muda kalau itu. 

Juga saat masyarakat mulai melirik seni sebagai salah satu kendaraan untuk mengusung kritik maupun segelintir masukan, instrumen ini pun tersandung banyak pembatasan. Lagi-lagi, regulasi. 

Namun, kini orde telah berganti. Ada ekspektasi bahwa bukan saatnya lagi mempersempit gerak para seniman-seniwati kembali melenggang di panggung budaya sebagai representasi gejolak sosial publik. 

Kasus mural "Jokowi: 404 not found" yang merajai republik twiter, sempat mengguncang respon jemari warga berflower +62 untuk bercuit beberapa waktu lalu, menggugah pena saya turut mengguratkan sebuah cerita dari dinding tanpa suara. 

Sebagai orang awam, saya pribadi sangat menikmati seni mural. Sudut kota Solo yang pada awalnya terlihat kaku dengan cat tembok dan dinding lusuh, kini mesem ngguyu dengan beragam fantasi gambar di sepanjang area pertokoan Jalan Slamet Riyadi, atau juga dapat kita lihat di sepanjang Jalan Gatsu (Gatot Subroto). 

tampakan mural di salah satu sudut Jalan Slamet Riyadi Solo | Dokumentasi pribadi
tampakan mural di salah satu sudut Jalan Slamet Riyadi Solo | Dokumentasi pribadi

Tentu bukan raut muka yang asing buat kita, bukan? | Dokumentasi pribadi
Tentu bukan raut muka yang asing buat kita, bukan? | Dokumentasi pribadi

Seperti layaknya karya lukis lain, mural digambar secara legal pada dinding, jembatan, maupun kendaraan atas persetujuan pemilik fasilitas yang bersangkutan. 

Salah satu ciri khas mural ada pada sisi estetikanya. Nilai seni lebih terlihat karena dilukis menggunakan konsep yang tersusun rapi dan digambar dengan penuh penjiwaan. 

Umumnya mural digunakan sebagai media penyampaian pesan-pesan tertentu yang secara simbolik dapat kita baca dibalik lukisan. Para pembuat mural membuat konsep lukisan disesuaikan dengan tujuan pesan yang akan disampaikan. 

Salah satu mural penuh makna sosial di Jalan Gatsu,bagaimana menurut Anda? |Dokumentasi pribadi
Salah satu mural penuh makna sosial di Jalan Gatsu,bagaimana menurut Anda? |Dokumentasi pribadi

Meskipun bukan lagi mengangkat isu mistisme di era Mesir Kuno, maupun grafiti yang ditemukan oleh para arkeolog di area Pompeii, Romawi, hingga kini kesenian tersebut tetap menjadi instrumen komunikasi dari pembuat kepada penikmat hasil karyanya.

Guratan seni yang mulai muncul di era Renaissance kemudian berkembang pesat menjadi kebutuhan masyarakat untuk menumpahkan ide dan gagasan melalui konsep seni lukis. 

Mural Salles des Illustrés, pada dinding Le Capitole, Toulouse, Perancis merupakan salah satu gerakan baru dalam dunia grafiti. 

ilustrasi: salah satu grafiti di Jalan Gatsu | Dokumentasi pribadi
ilustrasi: salah satu grafiti di Jalan Gatsu | Dokumentasi pribadi

Berbeda dengan mural dan grafiti, vandalisme merupakan suatu bentuk penyimpangan sosial yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok tertentu dengan tujuan untuk merusak fasilitas umum. 

ilustrasi: salah satu bentuk vandalisme di bekas pertokoan | Dokumentasi pribadi
ilustrasi: salah satu bentuk vandalisme di bekas pertokoan | Dokumentasi pribadi
Beberapa ahli meyakini di balik tulisan vandalis adalah wujud ekspresi gejolak emosi dari mereka yang mempunyai bakat dan potensi kreatif di bidang grafiti. 

Karena kurang terarah maka kebutuhan untuk berekspresi bergerak ke arah distruktif, bahkan termasuk tindak perusakan pada fasilitas umum. 

Usai melewati era panjang, akhirnya mural dan grafiti dengan ukurannya yang cukup besar mampu mengisi ruang-ruang kosong di sudut tembok gedung perkotaan hingga kawasan hening bangkai kontur bangunan yang terbengkalai. 

Perbedaan antara mural dan grafiti bukan hanya terletak pada bentuk visualisasinya. Meski menggunakan media yang sama, grafiti dan mural membutuhkan izin dari pemilik media gambar. 

Seni street art @ the legendary bakery | Dokumentasi pribadi
Seni street art @ the legendary bakery | Dokumentasi pribadi

Keunikan dari street art berupa grafiti dan mural adalah pesan yang ada di dalam karya tersebut biasanya hanya dapat dipahami oleh si pembuat. Terlebih grafiti, tulisan dan makna dari kombinasi visual warna pun hanya dipahami oleh si pembuat, atau sesama seniman grafiti. 

Bila grafiti merupakan sarana komunikasi untuk mengekspresikan diri dengan menonjolkan eksistensi diri, make mural merupakan instrumen untuk memberikan kritik, masukan, dan sebagai sarana untuk mengungkapkan pendapat. 

Bagaimana kita masing-masing mempunyai persepsi terhadap sebuah karya, adalah hak prerogatif setiap orang. Berekspresi dengan media apa pun di luar seni itu sah-sah saja. 

Namun kita manusia yang hidup dalam sebuah sistem. Setiap norma yang berlaku adalah sarana bagi sebuah sistem untuk terus bergulir. 

Sebagaimana karya seni narasi, demikian pula mural dan grafiti. Sejauh mana kita mempunyai persepsi dan argumentasi, mari tanyakan dulu pada hati nurani. 

Salam penuh damai

Penulis

*sumber:

Mikke Susanto. Diksi Rupa. (Yogyakarta: Kanisius, 2002) 

Kompas (18/08/2021)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun