Di mana pada usia tersebut anak-anak mulai belajar dari pengalaman mengenal dunia melalui proses adaptasi, menuju tahapan berikutnya, tahap konkret.Â
Apabila anak-anak di usia tersebut mulai menyerap informasi dari pengalaman menghilangkan emosi dengan mengabaikannya, maka ketika dewasa, ia pun mengabaikan semua rasa yang ada.Â
Terbiasa abai dengan emosi membuat anak akan bertumbuh sebagai pribadi yang kurang berempati terhadap semua orang di sekitarnya.Â
Mantra-mantra berupa afirmasi positif tersebut mungkin berguna bagi kita sendiri, namun kurang bermanfaat untuk orang lain, yang nantinya justru akan membuat relasi semakin merenggang. Demikian saya kutip dari PositivePsychology.com.
Emosi yang terbiasa dianggap invalid membuat seseorang kurang mampu mengenali emosi yang sedang ia alami.Â
Seseorang tidak akan mampu mengenali apakah ia sedang marah, atau dalam kondisi takut, ataukah ia sedang dalam kondisi sedih, atau emosi lain yang membuat ia menjadi tidak nyaman.Â
Lalu, Bagaimana Bila Anak Kita Tetiba Menangis?Â
Satu, pahami kebutuhan anak tatkala ia menunjukkan emosi selain gembira
Ayah bunda, anak-anak yang menangis, berteriak, bukan berarti bermakna protes, atau ia kurang disiplin.Â
Adakalanya anak-anak menangis atau sedang tantrum, bukan karena nakal, melainkan ingin diperhatikan, mungkin karena anak sedang dalam kelelahan, mengantuk, atau lapar.Â
Dua, lakukan validasi yang tepat ketika anak sedang dalam kondisi yang tidak nyaman
Ketika anak marah yang biasanya dilanjutkan dengan histeria kadang membuat emosi kita pun semakin meluap.Â
Dalam kondisi ini, ada baiknya kita memberikan pelukan hangat yang menenangkan, daripada membentak, atau mengancam, atau bahkan memberi mantra-mantra distraksi dengan afirmasi positif.Â
Ketika bayi sedang menangis, seorang ibu tidak akan membungkam mulut bayi atau membentak nya. Ibu akan memilih memeluk si bayi dalam pelukan yang penuh kehangatan, dan memeberikan rasa tenang kepada si bayi.Â