Mohon tunggu...
Ayu Diahastuti
Ayu Diahastuti Mohon Tunggu... Lainnya - an ordinary people

ordinary people

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Triwindu, Keluhuran Monarki Tawarkan Sudut Anggun nan Eksotis

12 Februari 2021   23:23 Diperbarui: 18 Februari 2021   07:26 673
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Nah, bila Sobat ingin menukil sedjarah dari jajaran arsitektur eksotis kala itu, maka monggo masuklah ke dalam. Bersama seorang guide, kita akan dihantar hingga ke ruang-ruang pribadi pemilik Istana Mangkunegaran.

Sebelum memasuki area istana ada satu sudut di sebelah timur pamedan yang menyita perhatian saya. Sebuah bangunan lusuh bergaya arsitektur Eropa yang berkembang pada abad 19. 

Bangunan yang terlihat kusam, pertanda kurangnya perawatan yang memadai. Namun, dibalik kontur bangunan bergaya arsitektur Indische Empire ini, pastilah tersimpan begitu banyak epos cerita tentang keperkasaan Legiun Mangkunegaran, pasukan terbaik se-Asia pada tahun 1874 silam. 

sayang sungguh sayang, bangunan tua hanya tinggal puing belaka | dokpri
sayang sungguh sayang, bangunan tua hanya tinggal puing belaka | dokpri

Sesuai angka tahun yang tertera pada bagian atas bangunan tersebut, pada tahun 1874 KGPAA Mangkunegoro IV membangunnya sebagai tangsi Legiun Mangkunegaran. 

Legiun Mangkunegaran | via mobgenic.com
Legiun Mangkunegaran | via mobgenic.com

Memasuki area dalam istana, kami ditemani seorang guide, sejenak mengagumi istana yang pernah saya gunakan sebagai setting tempat cerpen saya, "Sebutir Asmara di Linggarjati". 

pebdhopo ageng Puro Mangkunegaran | dokpri
pebdhopo ageng Puro Mangkunegaran | dokpri
Berkunjung ke dalam Kraton Mangkunegaran layaknya kembali menyusuri kearifan masa silam. Kayu jati sebagai soko guru pendopo ageng merupakan saksi atas pelbagai peristiwa agung yang terjadi masa dulu. Keluhuran sekaligus keperkasaan perjuangan para priyayi Mangkunegaran begitu terasa, saat kami memasuki taman keluarga...mmm so peaceful. 

Usai mengagumi kedigdayaan monarki masa silam, akhirnya kami mengangkat kaki, berjalan menyusuri pedestrian Triwindu lebih tepatnya ke arah selatan istana. Ada apakah di sana?

Berjarak sepelempar bola salju, ada salah satu spot photo yang biasanya banyak dikunjungi kolektor asing maupun lokal yang menggandrungi barang-barang antik.

Pasar yang pada awal berdirinya hanya berupa meja dan beberapa jajanan pasar merupakan hadiah dari Gusti Nurul Kamaril Ngasarati di tahun 1939 tepat pada saat peringatan tiga windu Jumenengan Dalem, kenaikan tahta Sang Ayahanda KGPAA Mangkunegoro VII. 

Itu mengapa pasar ini kemudian diberi julukan Triwindu, yang berarti tiga windu.

tampakan pasar yang hanya seperti tipikal pasar tradisional lain, meski biasanya ramai pengunjung |dokpri
tampakan pasar yang hanya seperti tipikal pasar tradisional lain, meski biasanya ramai pengunjung |dokpri
Pasar Triwindu mengalami perombakan di era Pak Owi (baca: Presiden Jokowi) masih menjadi pemangku jabatan Walkot Solo. Kini pasar rakyat tersebut tampil lebih rapi dan miyayeni, lebih tampak seperti priyayi, jauh dari kesan kumuh dan tidak tertata. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun