Mohon tunggu...
Ayu Diahastuti
Ayu Diahastuti Mohon Tunggu... Lainnya - an ordinary people

ordinary people

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Elegi Untuk Sahabat

6 Februari 2021   14:31 Diperbarui: 6 Februari 2021   15:12 556
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Le, selamat jalan, Kawan | via @katakitacrew


My dear Khey,... it's me

Ini surat keduaku untukmu, sahabat terkasihku. 

Tumpukan karya telah kubaca dari goresan tinta rekan dan kawan. Sekarang, izinkan penaku bertutur kata.

Khey, sepekan ini kabar perih kudengar. Samar namun pasti sesak ini menghiasi ruang relu g dadaku. Dari bilik jantungku, aku kembali mengingat segala tutur yang pernah tertuang dalam bincang singkatku dengan mereka.

Ya, dua sahabat, juga saudara. Kaulah yang mengenalkanku dengan mereka.

Arman Syarif, begitu namanya. Dalam chatting pribadi, kami sering menyebut namamu, Khey, memilah dan membincangkan karya indah rekan-rekan semua. 

Janeponto, kami berjanji bertemu di sana. Kau tahu, Khey, begitu bangganya Bang Arman bercerita tentang perempuan tercintanya yang kini harus tinggal bersama putri tercinta mereka. Berdua. 

Aku juga ingat betapa banyak hal yang kupelajari darinya. Bagaimana membuat puisi penuh gurat filosofi, bagaimana menghidupi sastra meski hanya dalam karya sepatah kata.

Semua hanya tinggal gores kenang di balik bilik jantungku. Berharap keluarga kecilnya terus berada dalam naungan Sang Kuasa. Ya, meski aku tak mampu menemuinya, tak mampu menepati janji kami bertemu di sana.

Setetes air hangat mengalir dari ujung pelupuk mata. Ku seka baru saja. Mencoba menata hati, mengajari kalbu supaya paham arti ikhlas melepas.

Namun, baru saja kering kuusap air hangat ini, kembali satu warta berjejal di telinga,"Iya, Mbak, Mas Aziz meninggal" 

Le, baru saja kau menulis puisimu. Baru saja kau menangis di pangkuanku. "Tante, nulis terus, yha. Jangan lupain aku," ingatanku masih basah oleh ucapanmu ini, Le.

Le, kita pernah bercanda. Tidak sering, tapi jemarimu selalu menyebut namaku.

Tantemu ora lali, aku ora bakal lali, Le. 

Le, di atas rumput yang hijau kini kau terbaring tenang. Dari balik jiwa terdalam, dari ruang maya kulantunkan  doa untukmu, ponakan terkasihku, semoga kau temukan kedamaian itu sekarang. 

Ya, hidup ini kadang sulit ditebak. Seperti permen yang ada dalam boneka pinata. Kita tidak pernah tahu rasa apa yang akan Kita dapatkan. Manis, asam, asin, atau bahkan pahit. Tapi, apa pun rasa itu tetaplah harus kita telan. 

Khey, terima kasih telah menjadi jembatan bagiku mengenal dua pribadi indah, meski bukan sedarah, namun kini melintas dalam pena sejarah...

=====

Selamat jalan, Kawan dan Ponakan terkasih, Abdul Aziz. Miss you already.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun