Le, baru saja kau menulis puisimu. Baru saja kau menangis di pangkuanku. "Tante, nulis terus, yha. Jangan lupain aku," ingatanku masih basah oleh ucapanmu ini, Le.
Le, kita pernah bercanda. Tidak sering, tapi jemarimu selalu menyebut namaku.
Tantemu ora lali, aku ora bakal lali, Le.Â
Le, di atas rumput yang hijau kini kau terbaring tenang. Dari balik jiwa terdalam, dari ruang maya kulantunkan  doa untukmu, ponakan terkasihku, semoga kau temukan kedamaian itu sekarang.Â
Ya, hidup ini kadang sulit ditebak. Seperti permen yang ada dalam boneka pinata. Kita tidak pernah tahu rasa apa yang akan Kita dapatkan. Manis, asam, asin, atau bahkan pahit. Tapi, apa pun rasa itu tetaplah harus kita telan.Â
Khey, terima kasih telah menjadi jembatan bagiku mengenal dua pribadi indah, meski bukan sedarah, namun kini melintas dalam pena sejarah...
=====
Selamat jalan, Kawan dan Ponakan terkasih, Abdul Aziz. Miss you already.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H