Mohon tunggu...
Ayu Diahastuti
Ayu Diahastuti Mohon Tunggu... Lainnya - an ordinary people

ordinary people

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama FEATURED

Mei 1998: Solo, Mimpi yang Tak Pernah Dirindukan

13 Mei 2020   10:10 Diperbarui: 22 Mei 2021   08:23 8947
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Kerusuhan Mei 1998. (Foto: ARBAIN RAMBEY)

Bangkai mobil dan sepeda motor yang dirusak massa maupun yang hangus terbakar menghiasi ruas jalanan. Benar-benar rusuh, bak kota luluh lantak seusai diserang musuh.

Kejadian kelam yang saya pikir telah berakhir, ternyata masih berlanjut. Di daerah Balong, kampung pecinan sekitar Pasar Gede menjadi ajang pelampiasan nafsu laknat. 

Penjarahan, pelecehan seksual, terhadap  warga keturunan Tionghoa terjadi secara masif. Issue penjarahan dan pembakaran toko juga rumah-rumah warga keturunan Tionghoa masih terus dihembuskan.

Salah seorang teman gereja sempat bercerita, bagaimana massa mengepung rumahnya yang ada di daerah Balong, dan mencoba menjarah rumah kawan saya yang kebetulan adalah warga yang cukup mampu namun dikenal dermawan di kampungnya.

Santun kota budaya tak lagi kentara. Dilindas habis oleh kepentingan durjana sebagai bagian pelampiasan konflik rasial yang terakumulasi sejak masa kolonial Belanda berkuasa, antara warga pribumi dengan warga keturunan Tionghoa. 

Konflik rasial yang kemudian berkembang mengakibatkan gab atau jarak yang semakin melebar antara si kaya dan si miskin yang ditunggangi oleh kepentingan licik politik berlandaskan sifat adigang, adigung, lan adiguna menggerayangi dan menelanjangi kearifan lokal masyarakat Solo.

Ya, cukup Mei 1998 saja. Cukuplah goresan kelam hanya tersimpan dalam ingatan kami. Berharap anak cucu tak akan menjumpai kengerian itu kembali. Jadilah hanya sebagai mimpi kelam yang tersimpan di kedalaman sejarah kami. 

Kini kami membangun kembali senyum yang telah porak poranda dua puluh dua tahun yang lalu. Saat ini kami mulai bangkit dari keterpurukan ekonomi semenjak masa kerusuhan Mei 1998. Perlahan kami bangkit untuk aksi restrukturisasi serta renovasi fisik dan mental, menghimpun energi sebagai sebuah kesatuan yang bersinergi dalam bentukan budaya dan keanggunan luhur pekerti bangsa.

*Solo,....kala serat halus syaraf amygdala memberi percik listrik, mengurai kembali ingatan kelam, sebuah kisah yang tak pernah diinginkan mimpi. Terimakasih untuk segala dukungan dari @kompasianacom (IG) yang satu tahun lalu ikut ngomporin saya menulis artikel ini. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun