And then You came. You, in a bloody curves, dalam balutan luka penuh sayat. Sebagian dagingMu terkelupas, Kau buruk rupa, hampir tak kukenali Kau yang berhiaskan mahkota duri.
Kau katakan pada penguasa kegelapan, "Bebaskan dia," Kau menunjuk ke arahku, memandangku dengan welas asihMu. "Aku membayarnya, inilah darahKu. Aku menginginkannya kembali padaKu, menjadi milikKu,"seketika itu aku mengenalMu. Aku mengenal tatapan mataMu yang teduh itu.
Aku tertunduk, pandangMu melebihi pedang tajam yang meluluh lantahkan kesombonganku. Mendobrak dinding dan jeruji besi buatan sang Laknat.Â
Setetes darah suciMu mematahkan belenggu yang telah lama kucoba untuk melepaskannya. Setetes darahMu pun sesungguhnya terlalu suci dan berharga bagiku, namun Kau tumpahkan segala yang Kau punya untukku.
Who am I?... Siapa aku hingga Kau datangi penjaraku, melepaskan belengguku, menggantikan hukuman cambukku, memasang badan untuk dihina dan dicaci bagiku,...
Meniti via dolorosa yang harusnya kutempuh, memikul kayu kasarku ke bukit Tengkorak, dihina, diludahi, menanggung malu yang semestinya aku yang menjalaninya,Â
Kau memilih kayu kasar itu, Kau memilih paku yang tajam itu, Kau memilih mahkota duri itu, Kau memilih salib itu, memilih cawan itu....
"Lunas, my beloved,"bisikMu lembut kala Kau memelukku erat. "Kau bebas...."
Then I asked You, "Why ... Why You did that to me?"
Dan Kau bisikkan dengan lembut, "Because I love you, karena Aku mengasihimu, karena Aku menyayangimu," setetes air hangat dari mata butaku yang baru saja terbuka, melepas seluruh haru dalam debar nakuriku.
Bergetar dan nanar, kupandang ke salib, Engkau tergantung di sana. Bukit itu, tetesan itu, hinaan, fitnah, makian, benci, sombong, dusta, sakit hati, Kau tanggung semua. And You did it for me, for us, buat semua kami pendosa.