Mohon tunggu...
Ayu Diahastuti
Ayu Diahastuti Mohon Tunggu... Lainnya - an ordinary people

ordinary people

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Hangatkan Natal dengan Kasih Sahabat

24 Desember 2019   19:23 Diperbarui: 24 Desember 2019   19:56 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Masih tak dapat saya lupakan beberapa tulisan saya di waktu yang lalu. Hiatus selama kurang lebih 1-2 bulan ini membuat saya kembali seperti anak kecil, yang baru selesai mempelajari cara menulis yang baik.

Ya, hobi saya ini sempat terhenti. Bukan karena apa, hanya kesibukan real life yang memaksa saya meletakkan pena untuk sementara waktu.

Seorang teman Kompasianer sempat mengajak saya untuk mengunjungi kembali Yogyakarta. Sebuah kota yang melumat habis sebagian kenangan saya kala masih ada ibunda di samping saya.

Sepanjang jalan Malioboro dan sekitarnya, ada satu hal menarik yang disuguhkan kawan Kompasianer yang namanya enggan saya sebutkan...hehehe...(next time, may be). 

Keramahan yang entah ia dapat dari mana, saya juga tak pernah mengerti. Hingga salah seorang bapak yang baru saja bertemu dengan kami di daerah Bantul, mau memberikan seikat rambutan hasil panenan beliau untuk kami nikmati dan kami bawa dalam perjalanan. 

Sapaan teman saya tak jua kunjung mereda, meski terik matahari menyengat kami saat itu. Seikat rambutan yang kami bawa pun tak lelah ia tawarkan kepada seorang pengguna jalan, hingga kepada penjual es Oyen di sepanjang Jakal (Jalan Kaliurang).

Suatu hal yang menurut saya aneh. Hingga saya bertanya, "Kok mas mau sih menawarkan sesuatu yang hanya sedikit dan bisa saja kita nikmati dan habiskan sendiri?"

Setelah ada yang menerima rambutan tersebut baru ia menjawab," Nah, kan...kalau ada yang bisa dibagikan, kan bisa jadi berkat buat orang lain?"

Budaya saling berbagi ini sungguh saat ini mungkin menjadi barang langka bagi kita yang terbiasa hidup di daerah perkotaan. Sama seperti halnya saya yang sempat terkejut, bahkan kagum akan keramahan teman saya ini.

Keengganan menulis saya pun mulai memudar tatkala beberapa kali ia mendorong saya untuk menulis kembali. Sebuah buku yang baru saja ia beli pun diberikannya pada saya, bahkan tak sedikit referensi bacaan yang ia berikan seakan membuat saya berjalan dengan setumpuk buku di pelukan saya. Hingga akhirnya sebuah jurnal mulai saya susun dalam buku catatan saya.

Menulis puisi di akun Instagram pribadi adalah langkah saya untuk kembali berani mengekspresikan ide dalam otak saya.

dok.pri
dok.pri
Gambar diatas adalah kali pertama saya kembali menulis dan saya post di akun pribadi, setelah vakum dari media sosial selama 1-2 bulan terakhir. Mau tahu respon yang terjadi?

dok.pri
dok.pri
Begitu banyak respon teman-teman Kompasianer yang sungguh membuat saya menjadi terheran. Ternyata mereka masih mengingat saya, dan menanyakan tentang kabar saya. 

Well, haruskah saya sebut satu per satu? Hmmm, deretan nama yang telah terwakilkan oleh dua Kompasianer di atas membuat mimpi saya menjadi nyata. Mungki kami hanya bertemu di dunia maya. Namun saya yakin persahabatan kami tidaklah maya dan imajiner. 

Semua ini mungkin hanya sapaan bagi mereka,namun bagi saya ini merupakan hal yang kembali membangun diri saya,bahwa saya selama ini tidak sendiri.  Begitu banyak sahabat yang telah membangun saya menjadi pribadi yang lebih percaya diri.

Saya tidak pernah menduga, bahwa apa yang kita berikan dengan tulus tanpa kita duga akan kembali pula dengan ketulusan.

Di saat saya merasa sangat tidak percaya diri, setelah undur dari kegiatan menulis saya ini, ternyata kebaikan sahabat Kompasianer yang begitu kompak telah membangkitkan kembali niat saya untuk menulis.

Terimakasih untuk rasa saling memberi yang telah saya terima di sini. Terimakasih untuk kasih sebagai sahabat yang telah terjalin di komunitas ini.

Tanpa memandang jarak, rentang usia, pekerjaan, atau status sosial dalam masyarakat, tanpa peduli apakah kita masih berstatus pelajar, atau telah menjadi pensiunan. Ada passion yang membakar saya di sini, untuk tidak merasa sendiri lagi. 

Natal tahun lalu saya habiskan dengan air mata, karena tak lagi ada ibunda yang mendampingi doa malam Natal saya.  Tak ada lagi teman yang mau berlutut dan mengucap seuntai doa bagi bangsa, saudara, kawan, dan bahkan bagi mereka yang belum bisa berbagi kenyamanan dengan kami.

Setahun telah berlalu, dan kini saya mendapati sebuah keluarga baru. Kompasiana membuat saya bukan hanya mendapatkan kebebasan untuk menuangkan ide dan gagasan saya, serta tulisan yang bagi sebagian orang menyebutnya karya.

Di sini saya menemukan keberanian saya sebagai seorang introvert untuk menggelar segala gagasan dalam tulisan-tulisan yang terkadang konyol, dan tak beraturan.

Jikalau tema Natal 2019 adalah "Kau Sahabatku" yang diambil dari Yohanes 15:14-15, maka ini kan pula saya mengutip satu ayat sebelumnya. 

Yohanes 15:13 (TB)  Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya.

Ayat di atas tak kalah pentingnya bagi saya pribadi, sebagai penggambaran bahwa Kristus telah terlebih dahulu turun ke dunia untuk menjadi Juru selamat bagi umat manusia.

TeladanNya memberikan arti penting bagi saya pribadi. Kasih Allah yang ditunjukkan bagi dunia ini penuh. Tanpa memilih. KasihNya tak pernah berubah. Kekal dan abadi, sifatnya.

Tuhan Allah tak pernah membatasi kasihNya bagi seluruh umat manusia, tanpa membedakan apakah kita seorang yang rajin beribadah atau seorang narapidana, apakah kita seorang milyader atau hanyalah seorang buruh biasa. 

KasihNya nyata bagi kita semua. Mendorong saya kembali rindu untuk menuliskan kerinduanNya agar dunia ini menjadi lebih damai, lebih nyaman, lebih ramah, lebih aman, lebih menonjolkan kasih dalam tiap perbuatan dan tingkah laku maupun pemikiran.

Kasih menerbitkan keteraturan, ketertiban,dan rasa penerimaan yang tanpa batas. 

Untuk semua sahabat penulisku, Kompasianer maupun yang mungkin membaca tulisan ini, saya ucapkan terimakasih. Kau sahabatku, kaulah kawan diantara beribu aksara dalam benak dan batin saya.

Mari terus berkarya, sebab menulis bukan lagi hal yang mustahil. Melalui tulisan kitalah, generasi demi generasi akan dibangun. 

Pak Nanang Diyanto (maaf, ohm, saya sebut nama Anda di sini...hehehe) pernah menitipkan kata kepada saya, "jika kita menulis, maka kita pun akan menjadi bagian dari sejarah yang nantinya akan memberikan manfaat bagi anak-cucu kita."

Tulisan ini akan saya tutup dengan mengutip 2 ayat yang menjadi tema Natal kita tahun ini.

Yohanes 15:14-15 (TB)  Kamu adalah sahabat-Ku, jikalau kamu berbuat apa yang Kuperintahkan kepadamu.
Aku tidak menyebut kamu lagi hamba, sebab hamba tidak tahu, apa yang diperbuat oleh tuannya, tetapi Aku menyebut kamu sahabat, karena Aku telah memberitahukan kepada kamu segala sesuatu yang telah Kudengar dari Bapa-Ku.

Mari dengan tulisan, kita menyebarkan pesan rangkaian damai dan sukacita, karena Anda semua adalah sahabat saya. Damai dan sukacita ada dalam semangat persatuan yang sangat dibutuhkan bagi bangsa ini. Dan bangsa ini membutuhkan kita.

Selamat menulis, and many thanks for the one who Wins my time & telah membawa saya ke Jogja, serta kembali lagi hidup di K....ditunggu lagi jalan-jalannya... :) buat semua sahabat penulis dan Kompasiana yang telah menjadi sahabat saya.... blessings upon u...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun